kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.896.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.810   -31,00   -0,18%
  • IDX 6.445   76,55   1,20%
  • KOMPAS100 925   1,93   0,21%
  • LQ45 725   0,95   0,13%
  • ISSI 202   3,69   1,86%
  • IDX30 378   0,13   0,03%
  • IDXHIDIV20 460   2,21   0,48%
  • IDX80 105   0,15   0,14%
  • IDXV30 112   1,00   0,90%
  • IDXQ30 124   0,24   0,19%

Kinerja Emiten BUMN di Tengah Volatilitas Pasar& Krisis Kepercayaan kepada Pemerintah


Rabu, 09 April 2025 / 21:25 WIB
Kinerja Emiten BUMN di Tengah Volatilitas Pasar& Krisis Kepercayaan kepada Pemerintah
ILUSTRASI. Layar digital menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (8/4/2025). PT Bursa Efek Indonesia (BEI) membekukan sementara perdagangan (trading halt) sistem perdagangan pada pukul 09.00.00 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS), setelah penurunan IHSG yang melebihi 8 persen. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/nz


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten BUMN terus menjadi sorotan di tengah volatilitas pasar dan krisis kepercayaan kepada kebijakan pemerintah.

Gejolak ekonomi global sudah berhasil menekan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sejak awal tahun sebesar 15,71% year to date (YTD), termasuk adanya Tarif Trump yang menggemparkan dunia. Kinerja emiten pelat merah kerap mencerminkan penilaian kepercayaan pasar terhadap kebijakan ekonomi pemerintah.

Hari ini, IHSG masih tercatat turun 28,15 poin atau terkoreksi 0,47% ke level 5.967,98 pada penutupan perdagangan. Total volume perdagangan saham di BEI pada Rabu mencapai 18,16 miliar dengan nilai transaksi Rp 11,77 triliun. 

Sebanyak 307 saham turun menekan laju IHSG, sementara 298 saham lainnya menguat dan 188 saham stagnan. Dana asing hari ini tercatat keluar sebanyak Rp 1,05 triliun di pasar reguler hari ini.

Sementara IHSG turun 0,47% hari ini, kinerja indeks BUMN20 tercatat naik 1,17%.

Secara YTD, kinerja indeks BUMN20 turun 13,94% di saat IHSG turun 15,71%.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Mahendra Siregar sempat mengatakan, pihaknya bersama dengan Menko Perekonomian, Menteri Keuangan, dan Menter BUMN telah membahas soal komitmen membuat pasar modal menjadi lebih kuat, stabil, dan likuid.

Baca Juga: Saham Emiten BUMN Anjlok, Cek Rekomendasi BMRI, ANTM dan TLKM

Selain itu, pemerintah juga memperkuat komitmen untuk menindaklanjuti semua rencana yang telah disepakati.

“Kalau dari segi komitmen, di tingkat pimpinan nasional itu sudah jelas, tapi harus kami tindaklanjuti sampai ke pelaksanaannya dengan secara konsisten,” ujarnya di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (8/4) malam.

Economist PT Panin Sekuritas, Felix Darmawan mengatakan, secara umum, kinerja saham emiten BUMN, khususnya yang masuk indeks BUMN20, memang sedang dalam. Indeksnya sempat turun lebih dalam dari IHSG per 8 April. 

“Sentimennya campur-campur. Mulai dari eksternal, seperti tensi dagang global, sampai internal, seperti ketidakpastian arah kebijakan fiskal,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (9/4).

Yang membuat agak janggal, bank BUMN yang biasanya jadi andalan waktu pasar, malah goyang dan jadi target jual asing.

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dijual asing paling banyak hari ini, yaitu Rp 605,3 miliar. Di posisi kedua, ada PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang dilego asing Rp 407,9 miliar dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) Rp 92,8 miliar.

Menurut Felix, kemungkinan karena dua hal. Pertama, dana asing butuh likuiditas cepat dan saham-saham big cap BUMN perbankan memang paling gampang dicairkan.

Kedua, kekhawatiran soal beban tambahan ke bank BUMN, terutama karena wacana pembentukan lembaga baru (Danantara) dan peran-peran non-komersial.

Langkah itu diambil investor asing lantaran mereka tengah mencari aset safe haven untuk berjaga-jaga di tengah volatilitas pasar ekuitas dan obligasi di berbagai negara, sembari menanti bagaimana perkembangan perang dagang.

Felix menyebutkan, BMRI paling banyak dilego asing sejak awal tahun, yaitu hampir Rp 7,3 triliun. Ini kelihatan bahwa emiten BUMN perbankan memang menjadi titik keluar investor asing.

Sementara, emiten BUMN yang lebih tahan banting adalah PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM). Selain itu, BUMN energi, seperti PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) atau PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), yang walaupun volatil tetapi masih punya narasi jangka panjang menarik berkat dorongan hilirisasi dan transisi energi.

Emiten BUMN pasti akan terkena imbas langsung dari arah kebijakan pemerintah ke depan. Sebab, mereka dianggap merupakan kepanjangan tangan pemerintah, jadi apapun statement atau kebijakan baru, mulai dari wacana holding BUMN Karya, Danantara, sampai soal TKDN, akan langsung dicermati pasar. 

Jika komunikasi pemerintah tidak jelas, investor pun akan ragu dengan kinerja emiten BUMN. Sebaliknya, kalau pemerintah bisa kasih sinyal yang tegas dan pro pasar, emiten BUMN bisa mejadi motor rebound IHSG. 

“Apalagi kalau ditopang sentimen positif, seperti BPJS Ketenagakerjaan yang mulai aktif tambah portofolio saham lagi,” paparnya.

Felix melihat, sektor telekomunikasi dan energi masih berpotensi berkinerja baik ke depan. Misalnya, TLKM kinerjanya masih solid di tengah derasnya digitalisasi. Sementara, PGAS juga punya peluang di sektor energi transisi bersih.

Kepala Riset Praus Capital Marolop Alfred Nainggolan mengatakan, performa emiten BUMN relatif bervariasi. Emiten perbankan memiliki kinerja yang relatif solid dengan raihan laba yang masih bisa bertumbuh.

Sementara, emiten infrastruktur, seperti TLKM dan PT Jasa Marga Tbk (JSMR) mengalami penurunan pendapatan di tengah ekonomi yang masih tumbuh. 

“Emiten pertambangan juga masih disetir oleh pengaruh harga komoditas,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (9/4).

Aksi jual asing terhadap saham bank BUMN cukup masif dalam enam bulan terakhir atau sejak kuartal IV 2024. Sebenarnya, ini tak terjadi hanya ke bank BUMN, sebab PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) juga masuk empat besar emiten yang mengakumulasi aksi jual bersih asing. 

Sejak Kuartal IV 2024 hingga saat ini, urutan teratas aksi jual bersih asing ditempati BBRI yang dilego Rp 23 triliun, BBCA dilepas Rp 17 triliun, BMRI dilego Rp 12,3 triliun, dan BBNI dijual Rp 3,5 triliun. Keempat emiten bank itu menyumbang 82% dari total net sell asing sejak kuartal IV 2024 hingga hari ini.

“Aksi jual lebih kepada langkah asing yang mengurangi portofolio sahamnya di pasar saham Indonesia. Itu bisa karena potensi, dari segi imbal hasil dan risiko, yang lebih baik di tempat lain, baik itu jenis aset atau kondisi negara,” paparnya.

Sektor perbankan juga sektor yang paling sensitif terhadap kondisi pasar, namun juga paling cepat pulih alias high resiliency jika pasar mengalami rebound.

Kejadian Perang Tarif pun tidak lagi hanya memberikan dampak kepada kinerja ekspor, khususnya ke Amerika Serikat (AS), tapi menjadi risiko yang bersifat sistemik karena berdampak kepada semua sektor.

“Tercermin, saham yang diuntungkan dengan pelemahan rupiah terhadap dolar AS bahkan juga ikut terkoreksi,” katanya.

Dari kelompok BUMN, top 5 saham BUMN yang dilepas asing secara year to date (YTD) adalah BMRI dilepas Rp 7,8 triliun), BBRI Rp 4,7 triliun, BBNI Rp 3,4 triliun, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) Rp 216 miliar. 

Semntara, saham BUMN yang membukukan net buy asing adalah TLKM, ANTM, SMGR dan ADHI. “Sebanyak 15 emiten konstituen Indeks BUMN20 pun memberikan porsi 44% terhadap total net sell asing sejak awal tahun,” paparnya.

Alfred melihat, status pelat merah yang melekat pada emiten BUMN saat ini justru menjadi pemberat ke kinerja mereka. Kondisi ini berbeda dengan delapan tahun lalu saat status BUMN atau anak usaha BUMN malahmenjadi nilai tambah bagi nilai sahamnya.

Baca Juga: Begini Ragam Respons Emiten BUMN Karya soal Rencana Peleburan Menjadi Satu Holding

“Faktor GCG, status ‘penugasan’ yang menggerus profitabilitasnya, hingga menurunnya independensi terus menurunnkan nilai bisnis dan profesionalisme pengelolaan emiten BUMN,” ungkapnya.

Rencana perubahan pada kebijakan kuota Impor, TKDN, dan lainnya juga lebih memperlihatkan ke pasar potensi adanya perubahan-perubahan besar yang meningkatkan ketidakpastian.

Faktor ini jika dikombinasikan dengan kondisi dari global saat ini akan mengarahkan pasar untuk wait & see. Padahal, saat ini yang harus dilakukan adalah mendorong kepercayaan pasar terhadap bursa domestik. “Pada kondisi ini, sulit berharap BUMN bisa menjadi ‘juru selamat’,” tuturnya.

Alfred melihat, emiten BUMN yang masih menarik, selain perbankan, adalah PGAS yang menarik dari sisi valuasi dan kondisi pemulihan performa labanya.

Pengamat pasar modal sekaligus Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat mengatakan, penurunan kinerja emiten BUMN sebenarnya tidak dipengaruhi dari status emiten yang dimiliki oleh negara. 

“Secara fundamental mereka masih bagus, tetapi dua pertiga sahamnya dipegang asing. Jadi, saat asing keluar, tercatat besar arus keluarnya di emiten BUMN, khususnya bank,” ungkapnya kepada Kontan, Rabu (9/4).

Baca Juga: Dilanda Aksi Jual, Harga Saham Blue Chip Ini Melemah, Kapan Waktu untuk Beli?

Namun, ketidakpercayaan pasar terhadap kebijakan pemerintah meningkat lantaran kebijakannya kurang responsif menyelamatkan kondisi ekonomi domestik.

Teguh juga menyebutkan bahwa masuknya BPJS Ketenagakerjaan lebih banyak ke pasar saham bisa menyelamatkan kinerja emiten BUMN dan IHSG secara keseluruhan. Dengan catatan, pemerintah tidak hanya sekadar berbicara, tetapi benar-benar menyusun kebijakan pro pasar yang aplikatif.

Hal itu khususnya untuk mengatasi problema utama saat ini, yaitu nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terus melemah. “Problemnya bukan di saham perbankan atau BUMN itu, tetapi ke rupiah akan terus melemah karena tidak ada kebijakan yang jelas dari pemerintah untuk menghadapi situasi krisis,” katanya.

Dengan kondisi saat ini, sektor perbankan bahkan justru lebih riskan, karena ada Danantara dan potensi perlambatan ekonomi. 

Teguh pun merekomendasikan PTBA karena mencatatkan peningkatan produksi batubara, meskipun harga batubaranya masih turun. Target harga untuk PTBA adalah Rp 3.000 per saham.

Baca Juga: Menilik Dampak Kehadiran Danantara Bagi Emiten BUMN Energi, Ini Rekomendasi Analis

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×