Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Indeks saham Amerika Serikat (AS) memerah pada Selasa (1/4), investor mencermati data ekonomi dan bersiap menghadapi pengumuman tarif besar-besaran dari pemerintahan Trump.
Melansir Reuters, pukul 10:10 pagi waktu setempat, indeks-indeks utama AS mengalami penurunan, Dow Jones Industrial Average turun 434,77 poin (1,03%) ke 41.567,33.
Indeks S&P 500 turun 40,74 poin (0,73%) ke 5.571,11 dan Nasdaq Composite turun 89,91 poin (0,52%) ke 17.209,09
Baca Juga: S&P 500 dan Nasdaq Cetak Kinerja Kuartalan Terburuk Sejak 2022 Imbas Tarif Trump
Sektor manufaktur AS mengalami kontraksi pada Maret setelah dua bulan berturut-turut mengalami ekspansi.
Sementara itu, indikator inflasi di tingkat produsen melonjak ke level tertinggi dalam hampir tiga tahun, di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadap tarif barang impor.
Laporan tenaga kerja juga menunjukkan jumlah lowongan pekerjaan turun menjadi 7,568 juta pada Februari.
Presiden Donald Trump dijadwalkan mengumumkan tarif "resiprokal" pada 2 April, yang akan menyamakan bea masuk AS dengan tarif negara lain.
Pada Minggu (31/3), Trump menyatakan kebijakan ini akan mencakup semua negara, meskipun rincian spesifiknya masih belum jelas.
Ancaman gangguan ekonomi akibat tarif, ditambah dengan investasi besar-besaran di sektor kecerdasan buatan oleh perusahaan teknologi, membuat Wall Street terpuruk di kuartal pertama. Indeks acuan S&P 500 ditutup turun 4,6%, mencatatkan kinerja kuartalan terburuk sejak Juli 2022.
Baca Juga: Wall Street Tertekan: S&P 500 dan Nasdaq Ambruk Terdampak Kekhawatiran Tarif Trump
The Washington Post melaporkan bahwa para penasihat Gedung Putih telah menyusun proposal untuk mengenakan tarif sekitar 20% terhadap sebagian besar impor ke AS.
Pengumuman resmi dijadwalkan pada Rabu pukul 15.00 ET, menurut Menteri Keuangan AS Scott Bessent dalam wawancara dengan Fox News pada Senin.
"Investor memilih menunggu karena sulit mendapatkan gambaran yang jelas mengenai arah ekonomi hingga tarif ini benar-benar ditetapkan," ujar Peter Andersen, pendiri Andersen Capital Management.
"Pasar akan terus berfluktuasi dengan kecenderungan negatif, karena ketidakpastian ini membuat para CEO kesulitan dalam membuat proyeksi."
Di tengah kekhawatiran bahwa tarif dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan inflasi, investor mulai beralih ke obligasi pemerintah AS dan emas sebagai aset safe haven, sekaligus melepas saham domestik—terutama saham teknologi yang sebelumnya menguat tajam.
Trump sebelumnya telah memberlakukan tarif pada impor aluminium dan baja, serta menaikkan bea masuk terhadap barang dari China. Tarif yang lebih tinggi pada mobil impor akan mulai berlaku pada Kamis.
Goldman Sachs pada Senin menaikkan probabilitas resesi AS menjadi 35% dari sebelumnya 20% dan memperkirakan pemangkasan suku bunga lebih lanjut tahun ini.
Baca Juga: Wall Street Anjlok: S&P 500, Nasdaq dan Dow Ditutup Ambles Lebih dari 1,5%
Saham Individu yang Menonjol
Saham Johnson & Johnson anjlok 4,9%, menyeret sektor kesehatan ke posisi terendah, setelah hakim kebangkrutan AS menolak proposal senilai US$ 10 miliar untuk menyelesaikan gugatan terkait produk bedak bayi yang diduga menyebabkan kanker ovarium.
Saham Newsmax, media konservatif, melonjak lebih dari 700% dalam debutnya di NYSE, lebih dari dua kali lipat nilai awalnya.
Saham PVH Corp, produsen pakaian, naik 17%, setelah perkiraan laba tahunannya melampaui ekspektasi analis.
Saham Tesla naik 1,1% menjelang laporan pengiriman kendaraan kuartal pertama yang dijadwalkan pada Rabu. Namun, sahamnya turun sekitar 36% selama Januari-Maret.
Selanjutnya: KAI Group Layani 984.000 Penumpang pada Hari Pertama Lebaran 2025
Menarik Dibaca: KAI Layani 2 Juta Penumpang Selama Angkutan Lebaran
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News