Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Noverius Laoli
“DMAS tampil dominan tahun lalu, karena mencatatkan laba bersih Rp1,33 triliun, naik 10,2% YoY, dan pendapatan Rp 2,03 triliun, dengan kontribusi industri mencapai 88,9% dari total pendapatan,” ujarnya kepada Kontan, Senin (14/4).
Di kuartal I dan sepanjang tahun 2025, Liza melihat ada dua sentimen positif yang memengaruhi kinerja emiten properti kawasan industri.
Pertama, proyek data center dan EV Hub yang menguntungkan DMAS dan KIJA. DMAS tetap difavoritkan karena infrastruktur yang matang dan konektivitas yang tinggi.
Baca Juga: Jababeka Luncurkan Produk Komersial Multifungsi, Harga Mulai Rp 1,4 Miliar
“KIJA diuntungkan dari permintaan lahan di Kendal Industrial Park (KIP) yang mencapai 84,6 hektare pada 2024,” ungkapnya.
Kedua, proyek strategis SSIA dan BYD. Pada tahun 2024, SSIA menjual 108 hektare lahan ke BYD di Subang Smartpolitan. Proyek konstruksi pabrik dimulai Januari 2025, dengan target operasi awal 2026. Kapasitas produksi pabrik tersebut adalah 150.000 unit EV per tahun.
“Proyek ini berpotensi menjadi katalis positif bagi SSIA. Dampak berupa pencatatan penjualan lahan, efek domino dari masuknya industri turunan, dan kenaikan eksposur serta valuasi kawasan Subang,” paparnya.
Sentimen negatif untuk kinerja emiten properti kawasan industri berasal dari ketegangan geopolitik dan perang tarif. Menurut Liza, ketidakpastian akibat perang tarif dapat memengaruhi investasi, tetapi juga membuka peluang relokasi industri ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Baca Juga: Jababeka: Indonesia Lebih Kompetitif untuk Relokasi Pabrik dari China
Di sisi lain, land bank DMAS juga terbatas. DMAS tengah mencari tambahan lahan baru untuk menjaga momentum pertumbuhannya.
“Untuk KIJA, proyek kawasan EV di Kendal bisa jadi proyek kunci. Tapi, KIJA membutuhkan pengelolaan utang yang lebih efisien,” katanya.
Rekomendasi Saham
Melansir RTI, saham SSIA terjun 40,52% sejak awal tahun. Saham KIJA turun 6,99% YTD dan saham DMAS turun 7,38% YTD.
Saat ini, saham SSIA ada di level Rp 800 per saham, KIJA di Rp 173 per saham, dan DMAS di Rp 138 per saham.
“Kinerja emiten properti kawasan industri pada 2024 yang bertumbuh belum sesuai dengan harga saham emiten saat ini, karena pergerakan ketiga emiten tersebut masih downtrend,” papar Andhika.
Andhika pun merekomendasikan beli untuk SSIA, DMAS, dan KIJA dengan target harga masing-masing Rp 900 per saham, Rp 146 per saham, dan Rp 185 per saham.
Sementara, Liza menyarankan investor untuk mencermati progres proyek dan laporan kuartalan, khususnya untuk SSIA yang berpotensi menjadi kuda hitam di tahun ini.
Selanjutnya: Daya Beli Lesu, Premi Asuransi Properti Jasindo Turun 12,73% di Kuartal-I 2025
Menarik Dibaca: 5 Makanan untuk Daya Tahan Tubuh Lebih Kuat di Musim Hujan, Tidak Gampang Sakit!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News