Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hampir seluruh emiten anggota Holding BUMN Pertambangan atau MIND ID mencatatkan kinerja cemerlang sepanjang 2024. Namun, ancaman ketidakpastian global yang berdampak pada volatilitas harga komoditas menjadi tantangan yang mesti dihadapi emiten-emiten pelat merah tersebut pada 2025.
Lihat saja, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang cetak kenaikan pendapatan 11% year on year (yoy) menjadi Rp 42,76 triliun pada akhir 2024. Hasil ini ditopang oleh kenaikan volume penjualan batubara PTBA sebesar 16% yoy menjadi 42,89 juta ton pada 2024, yang mana volume penjualan ekspor perusahaan tersebut turut melonjak 30% yoy menjadi 20,26 juta ton.
Walau begitu, laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk PTBA merosot 16,41% yoy menjadi Rp 5,1 triliun pada akhir 2024.
Manajemen PTBA menyebut, terdapat koreksi harga batu bara dan fluktuasi pasar yang memengaruhi kinerja perusahaan.
Dalam hal ini, rata-rata indeks harga batubara Indonesia Coal Index (ICI) golongan ICI-3 turun 12% yoy menjadi US$ 74,19 per ton pada 2024. Senada, rata-rata indeks harga batubara Newcastle juga terkoreksi 22% yoy menjadi US$ 134,85 per ton pada tahun lalu.
Baca Juga: IHSG Diproyeksi Lanjut Menguat pada Jumat (11/4), Saham-Saham Ini Bisa Ditimbang
PTBA pun berkomitmen terus berupaya memaksimalkan potensi pasar di dalam negeri serta peluang ekspor untuk mempertahankan kinerja baik.
"Kami juga konsisten mengedepankan cost leadership di setiap lini perusahaan, sehingga penerapan efisiensi secara berkelanjutan dapat dilakukan secara optimal,”ujar Corporate Secretary PTBA Niko Chandra dalam keterangan resmi, Selasa (8/10).
Berbeda dengan PTBA, anggota MIND ID lainnya yaitu PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) meraih kenaikan pendapatan 68,55% yoy menjadi Rp 69,19 triliun pada 2024. Ini merupakan capaian pendapatan tertinggi ANTM sepanjang sejarah.
Laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk ANTM juga tumbuh 18,51% yoy menjadi Rp 3,65 triliun pada 2024.
Lonjakan kinerja keuangan ini didorong oleh kenaikan harga emas dunia serta permintaan domestik yang tinggi. Terbukti, volume penjualan emas ANTM mencetak rekor tertinggi, yakni mencapai 43.776 kilogram (kg) atau 1.407.431 troy oz, tumbuh 68% yoy secara tahunan.
"Kami bersyukur masyarakat Indonesia terus menjadikan produk logam mulia Antam sebagai pilihan utama dalam berinvestasi emas," ujar Nico Kanter, Direktur Utama ANTM dalam keterbukaan informasi, Selasa (8/10) malam.
Sementara itu, PT Timah Tbk (TINS) meraih kenaikan pendapatan 29,37% yoy menjadi Rp 10,86 triliun pada 2024. TINS juga meraih laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 1,19 triliun pada 2024, dari tahun sebelumnya yang menderita rugi bersih Rp 449,69 miliar.
Dari sisi operasional, TINS membukukan kenaikan produksi bijih timah 31% yoy menjadi 19.437 ton pada akhir 2024. Produksi logam timah TINS juga naik 23% yoy menjadi 18.915 ton pada 2024. Adapun penjualan logam timah TINS naik 22% yoy menjadi 17.507 ton pada tahun lalu.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham Pilihan dari MNC Sekuritas untuk Perdagangan Hari Ini (11/4)
TINS juga diuntungkan oleh kenaikan harga jual rata-rata logam timah sebesar 17% yoy menjadi US$ 31.181 per ton.
Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Ekky Topan mengatakan, secara umum kinerja emiten-emiten anggota MIND ID sudah cukup positif.
Buktinya, pendapatan emiten-emiten tersebut masih mampu tumbuh positif sepanjang tahun lalu. Kalaupun ada yang mengalami penurunan dari sisi bottom line, hal ini disebabkan oleh penurunan harga jual rata-rata komoditas yang bersangkutan. Contohnya batubara yang harga jualnya turun, sehingga berdampak pada kinerja PTBA.
“Kenaikan biaya produksi dan distribusi di tengah tekanan inflasi serta fluktuasi kurs rupiah turut memengaruhi profitabilitas perusahaan,” tutur dia, Kamis (10/8).
Memasuki tahun 2025, harga komoditas mineral dan batubara (minerba) memang masih cukup volatil sehingga dapat berdampak pada kinerja emiten-emiten MIND ID. Namun, langkah-langkah strategis seperti diversifikasi bisnis, efisiensi operasional, dan ekspansi psar ekspor diharapkan dapat mendorong pertumbuhan kinerja emiten tersebut.
“Jadi, masih ada peluang untuk tumbuh, terutama pada emiten yang mulai beralih fokus pada komoditas yang lebih mampu memberi imbal hasil lebih baik,” ungkap Ekky.
Selain itu, pembentukan BPI Danantara diharapkan dapat mempercepat hiliriasi dan industrialisasi sektor pertambangan.
Namun, emiten-emiten MIND ID juga perlu memastikan bahwa investasi dalam proyek strategis nasional, termasuk keterlibatan dalam proyek Danantara, dapat sejalan dengan kapasitas keuangan dan strategi bisnis mereka. Hal ini demi menghindari risiko terhadap kinerja keuangan di kemudian hari.
Ekky menilai, saham-saham emiten MIND masih layak untuk dibeli oleh investor. ANTM diproyeksikan dapat mencapai target harga di kisaran Rp 2.000—Rp 2.300 per saham.
Sementara PTBA dalam jangka pendek harga sahamnya ditargetkan dapat menyentuh kisaran Rp 2.800—Rp 3.000 per saham. Dia turut memproyeksikan harga saham TINS dapat bergerak di level Rp 1.200 per saham dalam jangka pendek dan sekitar Rp 1.500—Rp 1.600 per saham dalam jangka panjang.
Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas juga memandang positif prospek saham-saham emiten anggota MIND ID. Dia merekomendasikan akumulasi beli saham ANTM dengan support di level Rp 1.395 dan Rp 1.335 per saham serta target harga di level Rp 1.525, Rp 1.610, dan Rp 1.930 per saham.
Rekomendasi beli turut disematkan untuk saham PTBA dengan target harga di level Rp 3.050 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News