kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.296.000   9.000   0,39%
  • USD/IDR 16.707   -11,00   -0,07%
  • IDX 8.395   57,53   0,69%
  • KOMPAS100 1.168   8,20   0,71%
  • LQ45 854   5,85   0,69%
  • ISSI 291   2,33   0,81%
  • IDX30 444   1,43   0,32%
  • IDXHIDIV20 513   2,30   0,45%
  • IDX80 132   1,04   0,80%
  • IDXV30 138   1,56   1,14%
  • IDXQ30 141   0,50   0,35%

Menakar Prospek Obligasi Pemerintah pada Tahun 2026


Jumat, 07 November 2025 / 19:27 WIB
Menakar Prospek Obligasi Pemerintah pada Tahun 2026
ILUSTRASI. Prospek pasar obligasi pemerintah pada tahun 2026 diperkirakan akan mengalami penguatan, meski ruang pertumbuhannya terbatas.


Reporter: Rashif Usman | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek pasar obligasi pemerintah pada tahun 2026 diperkirakan akan mengalami penguatan, meski dengan ruang pertumbuhan yang cenderung terbatas.

Global Market Economist Maybank Indonesia Myrdal Gunarto menilai, terbatasnya ruang penguatan tersebut disebabkan oleh potensi penurunan suku bunga Bank Indonesia yang kemungkinan tidak akan terlalu agresif pada tahun depan.

Myrdal memperkirakan, BI rate hanya turun sekitar 50 basis poin pada 2026, tidak agresif dibandingkan estimasi penurunan suku bunga tahun ini yang berada di kisaran 125 basis poin hingga 150 basis poin.

Ia juga menambahkan, jika imbal hasil (yield) obligasi domestik turun lebih dalam, hal itu berisiko memicu arus keluar investor asing serta meningkatkan potensi aksi ambil untung (profit taking).

Baca Juga: Rupiah Ditutup Menguat pada Jumat (7/11/2025), Begini Review Bergerakannya Pekan Ini

"Dari sisi permintaan lokal sebenarnya masih bagus, tapi kalau tidak ada pendukung dari asing ya repot juga," kata Myrdal kepada Kontan, Jumat (7/11).

Ia juga menyoroti kebijakan pemerintah yang tidak terlalu agresif dalam menambah utang melalui penerbitan surat utang negara (SUN). Menurutnya, Kementerian Keuangan di bawah kepemimpinan Menteri Purbaya tidak terlalu mengandalkan pembiayaan dari utang. 

Ini terlihat dari target lelang SUN konvensional hanya sekitar Rp 23 triliun, lebih rendah dari era sebelumnya yang mencapai Rp 27 triliun hingga Rp 30 triliun. Sementara, untuk surat utang syariah (SBSN) juga turun menjadi sekitar Rp 7 triliun dari sebelumnya Rp 9 triliun.

Dari sisi imbal hasil, Myrdal memperkirakan yield SUN tahun depan akan bergerak di kisaran 5,9% hingga 6,7%. 

"Asumsi APBN kan sekitar 6,7%, itu batas atasnya. Untuk batas bawahnya kalau ada penurunan suku bunga BI paling ke 5,9% untuk yield SUN," tambahnya.

Ia menambahkan, meski The Fed berpotensi menurunkan suku bunga, yield US Treasury masih bertahan di sekitar 4%, sehingga daya tarik yield domestik perlu tetap dijaga.

Khusus untuk awal tahun depan, Myrdal memproyeksikan yield SUN masih berada di rentang 5,9% sampai 6,2%. Ini didorong oleh adanya kebijakan front loading activites yang membuat pemerintah biasanya cukup agresif menerbitkan surat utang.

"Apalagi awal tahun depan ada agenda besar seperti Lebaran dan itu pemerintah butuh cash untuk membayar gaji, Tunjangan Hari Raya, maupun program pemerintah di awal tahun," jelas Myrdal.

Baca Juga: IHSG Menguat 2,83% dalam Sepekan, Begini Review Pergerakannya

Dihubungi secara terpisah, Kepala Ekonom BCA David Sumual, menilai peningkatan net issuance berpotensi menjadi faktor risiko bagi pasar Surat Berharga Negara (SBN) pada tahun depan. 

Meski begitu, ia memperkirakan yield SBN akan cenderung stabil, didukung oleh prospek penurunan suku bunga Bank Indonesia maupun suku bunga global yang dapat mendorong minat investor asing.

David juga bilang peningkatan supply SBN yang lebih tinggi di tahun 2026 akan menetralkan efek penurunan suku bunga acuan terhadap yield SBN.

"Mempertimbangkan faktor pendorong dan penahan tersebut, yield SBN kemungkinan bertahan di rentang 6,1%-6,5% di awal tahun depan," jelas David kepada Kontan, Jumat (7/11).

Lebih lanjut, David menilai obligasi rupiah masih menjadi instrumen investasi yang menarik, meskipun kekhawatiran terhadap postur fiskal pemerintah di jangka menengah panjang saat ini menekan minat investor asing.

"Dengan demikian, persepsi atas manajemen fiskal pemerintah menjadi faktor X yang dapat membantu penurunan suku bunga acuan dalam menjaga stabilitas yield SBN ditengah kenaikan net issuance," tutur David.

Strategi Investasi

Terkait strategi investasi, Myrdal menilai investor dapat fokus pada obligasi bertenor pendek dan seri benchmark yang likuid.

"Kalau dari sisi strategi, investor harus ambil momentum bila ingin trading di mana melakukan aksi buy on weakness, misalkan yield tenor 10 tahun sudah menyentuh level 6,5% ke atas investor bisa melakukan aksi beli. Nanti ketika penurunan suku bunga terjadi mereka baru jual, lalu ketika ada momentum melemah lagi investor bisa masuk lagi," terangnya.

Baca Juga: Minim Sentimen Penggerak, Pasar Kripto Melemah di Akhir Pekan

Ia menyimpulkan, meski ruang gerak pasar obligasi cenderung terbatas, prospeknya tetap menarik sejalan dengan proyeksi perbaikan ekonomi nasional tahun depan. 

“Pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 5,1%, dan seharusnya ini menjadi pijakan bagi investor dalam menilai prospek ekonomi domestik dan prospek investasi di SUN,” pungkas Myrdal.

Selanjutnya: Bajaj Catat Kenaikan Laba 23,7% per September 2025

Menarik Dibaca: 11 Tanda Kolesterol Naik yang Sering Terabaikan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×