Reporter: Melysa Anggreni | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja surat utang korporasi sempat tersendat pasca pengumuman tarif resiprokal Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Kendati, Sepanjang tahun ini obligasi korporasi tetap mencetak kinerja positif.
Fixed Income Analyst Pefindo Ahmad Nasrudin mengatakan, indeks komposit yang mencatat kinerja surat utang Indonesia sempat bergerak mendatar di awal April lalu. Bahkan, sedikit terkoreksi seminggu pasca pengumuman tarif.
“Namun, setelah Trump menunda implementasi kebijakannya selama 90 hari ke depan, Indonesia Corporate Bond Index (ICBI) kembali rebound hingga minggu pertama pada bulan Mei ini,” ujar Ahmad kepada Kontan.co.id, Kamis (18/5).
Lebih jauh, tren aksi borong obligasi korporasi lebih banyak dilakukan oleh investor besar, terutama manajer investasi yang mengemasnya menjadi reksadana.
Ahmad menerangkannya ke dalam bentuk peringkat, di mana utamanya diduduki oleh investor reksadana dengan kenaikan Rp 5,29 triliun sejak Desember 2024 hingga April 2025. Institusi perbankan sebanyak Rp 2,87 triliun dan investor asuransi meningkat sebanyak Rp 2,59 triliun.
Baca Juga: Penerbitan Surat Utang Korporasi Meningkat, Cermati Risiko Gagal Bayar
Penerbitan surat utang korporasi di bulan April mencapai Rp 8,87 triliun. Adapun, secara kumulatif sejak awal tahun 2025, telah terbit hingga Rp 55,62 triliun. Nominal ini telah meningkat 42,55% year on year (YoY).
Menurut Ahmad, faktor kisruh kebijakan tarif Trump akan lebih terdampak dalam beberapa bulan mendatang, ketika jeda pemberlakuan tarif telah usai. “Sehingga, dampak keseluruhan dari perang dagang masih belum menjalar secara penuh ke pasar surat utang korporasi,” tambah Ahmad.
Ahmad juga menilai, sejauh ini peringkat perusahaan penerbitan masih relatif stabil hingga April 2025. Belum ada sinyal peningkatan risiko gagal bayar.
Meskipun, sejumlah sentimen global dan domestik tidak bisa diindahkan saja. Salah satunya risiko perang dagang yang berpotensi melemahkan pertumbuhan global dan menekan volume perdagangan global. Situasi ini bisa berdampak pada perusahaan yang memiliki eksposur terhadap pasar internasional, baik dalam hal bahan baku, pendapatan maupun permodalan.
“Sementara dari domestik, pertumbuhan ekonomi yang lemah juga menjadi faktor negatif bagi perusahaan, di mana situasi ini mensinyalkan prospek lebih lemah terhadap permintaan produk, yang mana berdampak pada pendapatan dan profitabilitas,” terang Ahmad.
Baca Juga: Investor Cemas Kondisi Fiskal, Spread Obligasi Korporasi Indonesia Melonjak
Secara keseluruhan, Ahmad menilai, pasar obligasi korporasi masih akan solid hingga akhir tahun ini. Harapannya, walaupun terekspos volatlitas dalam jangka pendek dan sikap investor yang cenderung risk averse, obligasi korporasi tetap menjadi pilihan utama investor dalam menghadapi ketidakpastian yang tinggi karena menawarkan pendapatan tetap dari kupon.
“Penerbitan tahun ini kemungkinan akan lebih banyak didorong oleh kebutuhan untuk refinancing dan modal kerja, mengingat tingginya angka jatuh tempo di tahun ini mencapai Rp 161,21 triliun,” tutur Ahmad.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus bilang, obligasi korporasi akan tetap mendapatkan hati bagi pelaku pasar dan investor dalam portfolio mereka untuk menjaga expected return yang mereka miliki.
Baca Juga: Pefindo Prediksi Penerbitan Surat Utang Korporasi Tahun Ini Capai Rp 155,53 Triliun
Dalam keterangannya, Nico menjelaskan bahwa potensi risiko gagal bayar tergantung pada sentimen apa yang memberikan dampak kepada sektornya. Sebagai contoh, ditengah situasi saat ini dan lemahnya daya beli serta konsumsi, konsumen pasti akan menahan konsumsinya untuk produk yang sekunder. “Oleh sebab itu, mungkin sektor property dapat di hindari,” terang Nico.
Meski begitu, fundamental perusahaan dan rasio keuangannya juga patut dipertimbangkan. Sehingga potensi gagal bayar dapat diminimalisir bagi pelaku pasar dan investor yang ingin membeli obligasi tersebut.
“Sejauh ini perbankan merupakan yang teraman, begitupun juga dengan infrastructure seperti Jasa Marga, ataupun telekomunikasi, baik BUMN maupun Korporasi konversi oak. Semuanya harus diperhatikan dengan hati hati, karena potensi default dapat terjadi dengan siapa saja,” imbuh Nico.
Sinyal penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia (BI) di tahun ini akan mempengaruhi arah obligasi korporasi ke depan. Apabila tingkat suku bunga turun, tentu akan membuat perusahaan juga menimang untuk menerbitkan obligasi yang akan membuat pasar obligasi lebih menarik bagi pelaku pasar dan investor.
Baca Juga: Pefindo Beberkan Tantangan Penerbitan Surat Utang Korporasi pada 2025
Selanjutnya: Arab Saudi Bakal Kenakan Denda Rp 400 Juta pada Jemaah Haji Ilegal
Menarik Dibaca: 5 Zodiak Magnet Uang yang Mudah Menarik Kekayaan, Cermat dan Pandai Mengubah Peluang!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News