kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tren kenaikan minat reksadana ETF masih akan berlanjut


Rabu, 20 November 2019 / 19:09 WIB
Tren kenaikan minat reksadana ETF masih akan berlanjut
ILUSTRASI. Pialang memperhatikan pergerakan saham di kantor Danareksa Sekuritas, Jakarta Pusat, Jumat (9/3/2018). Perkembangan reksadana yang dapat ditransaksikan di bursa atau ETF semakin menunjukkan eksistensinya.


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perkembangan reksadana yang dapat ditransaksikan di bursa atau exchange traded fund (ETF) semakin menunjukkan eksistensinya di industri reksadana.

Inarno Djajadi Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) menjabarkan dalam Indonesia ETF Conference 2019 yang diadakan PT Indo Premier Sekuritas, Rabu (20/11), produk reksadana ETF tumbuh 260% dari 10 produk di 2017 menjadi 36 per November 2019. Dana kelolaan atau asset under management (AUM)  industri reksadana ETF juga meningkat 136% di periode yang sama, dari Rp 6,4 triliun menjadi Rp 15,2 triliun.

Kompak, jumlah manajer investasi (MI) yang meluncurkan reksadana ETF bertambah dari hanya tiga MI menjadi 16 MI. Begitu pun, diler partisipan bertambah dari dua diler partisipan menjadi enam diler partisipan.

Baca Juga: Per Oktober 2019, dana kelolaan BNI Asset Management tumbuh Rp 6 triliun

Inarno memandang semakin banyak investor yang masuk ke reksadana ETF mencerminkan bahwa investor yakin reksadana ETF bisa tumbuh dan menjadi pilihan alternatif investasi. Namun, Direktur Utama IndoPremier Sekuritas Moleonoto The memandang, tren pertumbuhan reksadana ETF belum cukup signifikan bila dibandingkan dengan potensi pasar yang besar.

Moleonoto mengatakan, total investor institusi di Indonesia lebih dari 300 institusi. Sementara, sepengamatannya jumlah investor institusi yang pernah dan masih memegang reksadana ETF hanya 115 institusi.

"Harapan saya, paling tidak investor institusi kompak menjadikan reksadana ETF sebagai instrumen utama dalam mengelola investasi mereka," kata Moleonoto. Oleh karena semua stakeholder harus konsisten mempromosikan reksadana ETF.

Baca Juga: Inilah jawara dana kelolaan manajer investasi

Sekadar informasi, saat ini komposisi investor reksadana ETF didominasi investor institusi dengan porsi 98% terhadap total AUM. Sedangkan, sisa porsi 2% diisi oleh investor ritel.

Meski begitu, Direktur Pengelolaan Investasi Otoritas Jasa Keuangan Sujanto memperkirakan, minat investor pada rekadana ETF akan terus berkembang. Bila berkaca pada investor global, mereka lebih menyukai reksadana yang dikelola secara pasif daripada reksadana yang dikelola aktif tetapi cenderung gagal memberi imbal hasil yang optimal.

Apalagi, market size ETF di Indonesia baru 2,7% dari total AUM industri reksadana. Hal ini menunjukkan ruang reksadana ETF untuk tumbuh masih luas.

Inarno juga optimistis perkembangan reksadana ETF di Indonesia akan meningkat didukung kebijakan BEI, yaitu pembebasan biaya transaksi atau levy fee diler partisipan di pasar sekunder.

Baca Juga: Banjir tawaran reksadana ETF, mana yang menarik?

Moleonoto juga optimistis momentum pertumbuhan ETF di tahun ini akan berlanjut karena karakteristik ETF yang unggul. Dari sisi biaya manajemen investasi, reksadana ETF lebih murah daripada reksadana konvensional.

Selain itu, transparansi isi portofolio reksadana saat ini juga jadi faktor penting dalam memilih instrumen investasi dan reksadana ETF memenuhi syarat transparansi yang lebih dalam daripada reksadana konvensional.

Baca Juga: Kisi Asset Management gunakan IDX Value 30 pada produk reksadana ETF perdana

Kompak, Nurullah Saptidja, Associate Director Head of Product Management Division Danareksa Investment Management memproyeksikan, tren pertumbuhan reksadana ETF masih akan berlanjut di tahun depan.

"Kebutuhan akan produk reksadana ETF masih cukup besar tetapi memang dari sisi sosialisasi harus ditingkatkan dari semua pihak baik diler partisipan, MI dan regulator," kata Nurullah.

Namun, sejumlah pekerjaan rumah masih harus diselesaikan. Salah satunya membuat reksadana ETF terjangkau oleh investor ritel dan menambah likuiditas reksadana ETF di pasar sekunder.

Moleonoto mengatakan, reksadana ETF di pasar sekunder masih kurang diminati karena harga reksadana ETF di pasar sekunder tidak seefisien reksadana ETF di pasar primer. Namun, sejak BEI menerapkan peniadaan biaya transaksi beli bursa berserta biaya kliring (levy) ETF oleh investor di pasar sekunder, MI berharap bisa mendekatkan harga reksadana ETF di pasar primer dan sekunder.

Baca Juga: Dana kelolaan (AUM) industri reksadana tumbuh Rp 12,48 triliun di Oktober

Untuk membuat likuiditas di pasar sekunder ramai, tentunya membutuhkan peran market maker dari dealer partisipan. Robin Reagan, IT Product Manager Business Development IndoPremier Sekuritas mengatakan butuh lebih banyak diler partisipan agar pertumbuhan reksadana ETF optimal.

"Tidak banyak manajer investasi yang mau menginvestasikan teknologi agar bisa menjadi dealer partisipan, untungnya, IndoPremier sudah melangkah duluan," kata Robin.

Agar industri reksadana ETF makin berkembang dan makin banyak dinikmati investor ritel, Robin menyarankan regulator beri insentif lain tidak hanya di pasar sekunder melainkan di pasar primer. "Jika reksadana ETF juga bisa mendapatkan risk margin, ini akan mendukung pertumbuhan AUM ETF," kata Robin.

Baca Juga: Wow, jumlah investor baru di pasar modal sudah tumbuh 8 kali lipat dari target awal

Ke depan Robin juga berusaha menerbitkan reksadana ETF dengan harga yang lebih rendah agar investor ritel bisa menjangkau reksadana ETF.

"Harga NAV reksadana ETF selalu di  Rp 1.000, saya bisa turunin di Rp 500 bahkan by the time bisa Rp 100 atau Rp 10, tetapi ini tentu membutuhkan kerja sama dengan industri," kata Robin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×