Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah menunjukkan pergerakan yang kontras di dua pasar berbeda pada Rabu (9/4).
Di satu sisi, rupiah di referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia melemah tajam ke level Rp 16.943 per dolar AS, turun 0,56% dari posisi Selasa (8/4) di Rp 16.849 per dolar AS. Ini menjadi rekor terlemah rupiah Jisdor sepanjang masa.
Namun di pasar spot, rupiah justru mencatatkan penguatan tipis. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah spot ditutup di level Rp 16.873 per dolar AS, menguat 0,11% dibanding penutupan sebelumnya di Rp 16.891 per dolar AS.
Baca Juga: Rupiah Spot Ditutup Menguat 0,11% ke Rp 16.873 Per Dolar AS pada Rabu (9/4)
Pergerakan positif rupiah spot tak lepas dari tekanan terhadap dolar AS secara global. Dolar jatuh tajam terhadap mata uang-mata uang utama dunia, terutama terhadap yen Jepang, franc Swiss, dan euro, di tengah kekhawatiran pasar atas dampak ekonomi dari kebijakan tarif tinggi AS terhadap China.
Ketegangan meningkat setelah Washington mengonfirmasi bahwa tarif baru sebesar 104% terhadap produk impor asal China resmi berlaku mulai Rabu pukul 12:01 waktu setempat (0401 GMT). Presiden Donald Trump tak menunjukkan tanda-tanda akan mencabut kebijakn tersebut.
Kebijakan proteksionis ini memicu guncangan pasar global. Indeks saham utama di Wall Street mencatat penurunan tajam, sementara imbal hasil (yield) obligasi AS melonjak karena aksi jual besar-besaran. Investor global disebut mulai menarik dana dari aset-aset berbasis dolar.
"Pasar khawatir tidak adanya substitusi langsung untuk produk China dapat mendorong inflasi dan mempercepat risiko resesi di AS," kata Francesco Pesole, analis valas di ING dikutip dari Reuters.
Ia menyebut skenario "sell America" kembali menjadi nyata.
Baca Juga: Jelang Penutupan, Rupiah Menjauh dari Level Rp 17.000 Per Dolar AS
Sebagai dampaknya, dolar AS melemah 0,8% terhadap yen Jepang ke 145,09 dan 0,4% terhadap franc Swiss, menyentuh level terendah enam bulan di 0,8379.
Euro juga menguat 0,8% ke US$1,1044, didorong sentimen positif dari Jerman setelah partai konservatif dan Sosial Demokrat mencapai kesepakatan pembentukan pemerintahan baru.
Pasar obligasi AS turut mengalami tekanan besar. "Obligasi tenor 30 tahun dijual habis-habisan, membuat imbal hasil melonjak. Swap spread mencetak rekor baru di atas 96 basis poin," ujar Hauke Siemssen, analis Commerzbank.
Sementara itu, spread OIS Treasury 10 tahun bahkan jatuh ke -100,3 basis poin, menandakan tekanan likuiditas yang cukup dalam.
Di pasar yuan offshore, dolar AS juga melemah 0,6% ke 7,38 yuan, setelah sempat menyentuh rekor tertinggi di 7,4288.
Pelaku pasar kini menanti langkah Bank Sentral China dalam penetapan kurs harian, apakah akan memberi sinyal pelonggaran lanjutan.
Baca Juga: Tak Hanya Terhadap Dolar AS, Rupiah Juga Loyo Menghadapi Mata Uang Lain
"Tekanan terhadap renminbi mengindikasikan pasar mulai berspekulasi bahwa China bisa saja mengambil langkah devaluasi yang lebih agresif untuk merespons perang dagang yang memanas," ujar Lee Hardman, analis senior MUFG.
Di tengah gejolak tersebut, investor global kembali beralih ke aset-aset aman (safe haven) seperti yen, emas, dan franc Swiss, serta mulai menghindari eksposur terhadap risiko—termasuk menjauhi dolar AS.
Selanjutnya: Sinergi Rantai Pasok Meningkat, Mandiri Luncurkan Kopra Financing
Menarik Dibaca: Mau Panjang Umur? Konsumsi 3 Buah Ini Secara Rutin
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News