Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Harga minyak dunia melonjak lebih dari 8% pada hari Selasa (11/3/2020). Harga minyak rebound dari penurunan terbesar dalam hampir 30 tahun sehari sebelumnya, karena kemungkinan stimulus ekonomi mendorong pembelian dan produsen AS memangkas pengeluaran dalam langkah yang dapat memangkas produksi.
Melansir Reuters, pada hari Senin, Presiden AS Donald Trump menjanjikan langkah "besar" untuk menyeimbangkan ekonomi AS terhadap dampak penyebaran wabah virus corona. Selain itu, Pemerintah Jepang mengatakan pihaknya berencana untuk menggelontorkan lebih dari US$ 4 miliar dalam paket langkah kedua untuk mengatasi virus.
Produsen minyak serpih AS, termasuk Occidental Petroleum Corp, memperdalam pemotongan belanja yang dapat mengurangi produksi.
Baca Juga: April, Saudi Aramco bakal kerek produksi minyak hingga 12,3 juta barel
“Hampir ada tanggapan langsung dari produsen AS untuk memangkas pengeluaran yang kemungkinan akan mengakibatkan berkurangnya produksi minyak AS dalam beberapa bulan ke depan,” kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC di New York. Dia mencatat, kecepatan respon itu membantu pasar minyak kembali mengapung setelah keruntuhan yang terjadi Senin.
Sekadar mengingatkan, harga minyak dunia anjlok sekitar 25% pada hari Senin. Namun, pada Selasa, harga minyak mengalami rebound bersama dengan pasar saham dan pasar keuangan lainnya.
Baca Juga: Ini alasan utama di balik langkah Arab Saudi deklarasikan perang harga minyak
Data Reuters menunjukkan, harga minyak Brent berjangka naik US$ 2,86 atau 8,3%, menjadi US$ 37,22 per barel. Sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik US$ 3,23 atau 10,4%, menjadi US$ 34,36.
"Harga minyak naik hari ini setelah turun gila-gilaan kemarin, dan beberapa pemburu harga murah mendorong segalanya," kata Bjoernar Tonhaugen, kepala pasar minyak di konsultan energi Rystad kepada Reuters.
Volume perdagangan di bulan depan untuk kedua kontrak jauh di bawah rekor tertinggi yang terlihat pada hari Senin, ketika volume melonjak setelah Arab Saudi, Rusia dan produsen minyak utama lainnya mengakhiri tiga tahun kerja sama untuk membatasi pasokan dan memulai perang harga untuk pangsa pasar.
Baca Juga: Asyik, Harga BBM Berpeluag Turun Jika Harga Minyak Anjlok
Menurut CEO Saudi Aramco Amin Nasser, Arab Saudi meningkatkan ketegangan dengan rencana untuk memasok 12,3 juta barel per hari (bph) pada bulan April, jauh di atas tingkat produksi saat ini sebesar 9,7 juta barel per hari.
"Harga minyak telah berhasil mempertahankan beberapa kenaikan meskipun ada pengumuman dari Arab Saudi untuk membuka pintu air pada bulan April," kata Tonhaugen dari Rystad, mencatat "Arab Saudi tidak menggertak dan pasar akan merasakannya bulan depan."
Baca Juga: Harga minyak WTI naik 3% pagi ini setelah terjun bebas pada perdagangan kemarin
Menurut perhitungan Reuters, dengan anjloknya harga minyak lebih dari sepertiga nilainya minggu ini, anggota OPEC bakal mengalami pendarahan lebih dari US$ 500 juta per hari akibat potensi pendapatan yang hilang.
Menteri perminyakan Rusia Alexander Novak mengatakan dia tidak mengesampingkan langkah-langkah bersama dengan OPEC untuk menstabilkan pasar, menambahkan bahwa pertemuan OPEC + berikutnya direncanakan untuk Mei-Juni.
Namun menteri energi Arab Saudi mengatakan kepada Reuters bahwa dia tidak melihat perlunya mengadakan pertemuan OPEC + pada Mei-Juni jika tidak ada kesepakatan mengenai langkah-langkah untuk menangani dampak virus corona pada permintaan dan harga minyak.
Baca Juga: Anjlok 25%, ramalan untuk pasar minyak lebih mengerikan ketimbang 2014
"Saya gagal melihat kebijaksanaan untuk mengadakan pertemuan pada Mei-Juni yang hanya akan menunjukkan kegagalan kita dalam memperhatikan apa yang seharusnya kita lakukan dalam krisis seperti ini dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan," kata Pangeran Abdulaziz bin Salman.
"Perang harga dan pandemi bukanlah hal baru bagi pasar komoditas, tetapi keduanya terjadi secara bersamaan adalah sesuatu yang belum kita saksikan dalam karier kita," kata analis RBC dalam sebuah catatan.
Baca Juga: Wall Street tumbang lebih dari 7%, kekhawatiran resesi membayangi pasar keuangan
Sentimen di pasar China juga terangkat setelah Presiden China Xi Jinping melakukan kunjungan pertamanya ke Wuhan sejak wabah virus corona memaksa penguncian kota 11 juta orang yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ini menjadi sebuah tanda bahwa upaya untuk mengendalikan virus bekerja dengan sangat baik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News