Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Laporan keuangan PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) tidak lepas dari sisi negatif, meski pendapatan dan laba bersih di kuartal I 2014 melambung tinggi. Dalam laporan keuangan per 31 Maret 2014, BNBR menyatakan masih mengalami defisiensi modal sebesar Rp 1,4 triliun.
Jumlah ini lebih rendah dari defisiensi modal di 31 Desember 2013 yang Rp 2 triliun. Defisiensi ini sebagian besar disebabkan oleh rugi penurunan nilai investasi jangka pendek dan perubahan nilai wajar derivatif.
Terkait hal itu, BNBR memiliki beberapa rencana untuk mengatasi defisiensi modal. BNBR, misalnya, berencana melakukan restrukturisasi utang melalui konversi utang menjadi saham. Per 31 Maret 2014, BNBR memang masih menanggung utang Rp 2,61 triliun.
Utang itu berasal dari beberapa kreditur, semisal PT Bank Artha Graha Internasional Tbk, PT Bank Bukopin Tbk dan PT Bank Rakyat Indonesia Syariah. Tapi, utang paling besar BNBR berasal dari Mitsubishi Corporation dan Eurofa Capital Investment Inc.
Nilai utang BNBR kepada dua kreditur itu masing-masing senilai Rp 1,71 triliun dan Rp 1,24 triliun. BNBR juga mengkaji untuk meningkatkan modal melalui penerbitan saham dan penjualan aset. Strategi ketiga yang diambil BNBR adalah mengurangi investasi dalam bentuk saham.
BNBR juga akan lebih fokus mengembangkan kegiatan usaha infrastruktur. Di kuartal I 2014, bisnis infrastruktur memang tiba-tiba menyokong pendapatan senilai Rp 1,68 triliun. Hal ini menyebabkan pendapatan BNBR melambung tiga kali lipat menjadi Rp 2,5 triliun.
Strategi terakhir yang bakal diambil BNBR adalah mengembangkan proyek infrastruktur utama untuk mendapatkan sumber pendapatan yang berkelanjutan. Per kuartal I 2014, tanpa diduga sebelumnya, BNBR membukukan laba bersih Rp 655 miliar.
Padahal, di periode sama 2013, laba bersih BNBR hanya tercatat Rp 4,32 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News