Reporter: Dwi Nicken Tari | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Harga tembaga sempat terangkat karena FOMC Meeting Minutes tidak bahas kapan waktu kenaikan suku bunga. Namun, analis menduga dengan fokus pasar kepada perekonomian China, harga tembaga masih berpeluang untuk turun lagi.
Mengutip Bloomberg, Kamis (20/8), harga tembaga kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange naik 0,4% ke level US$5.015 per metrik ton pada 3.22 PM di Hong Kong. Dalam sepekan harga sudah jatuh 3,27%.
Ibrahim, Analis dan Direktur PT Komoditi Ekuilibrium Berjangka menjelaskan bahwa harga tembaga naik dari level terendahnya sejak Juli 2009 di US$ 4.995 karena rilis data ekonomi AS mengenai inflasi CPI m/m per Agustus 2015 pada Rabu (29/8) malam ternyata tidak sesuai ekspektasi di level 0,2% lebih buruk dibandingkan periode sebelumnya di 0,3%.
Rilis data ekonomi AS itu membuat The Fed tidak yakin apakah jadi menaikkan suku bunga, bahkan the Fed tetap tidak menyebutkan kapan akan menaikkan suku bunga di FOMC Meeting Minutes pada Kamis (20/8) dini hari.
“Kemudian, menjelang FOMC Member William pada Kamis (20/8) siang, harga komoditas naik, termasuk tembaga,” ujar Ibrahim.
Ibrahim menjelaskan bahwa sebenarnya tren harga komoditas tembaga masih bearish sejak jatuhnya pasar saham China yang mencapai 6% yang menandakan perlambatan ekonomi di China. Selain itu, Ibrahim menyatakan bahwa data yang paling mendasar yang membuat harga komoditas tembaga jatuh adalah penurunan data perdagangan China di level 0,3%.
“Bisa saja nanti data perdagangan China terjun bebas mencapai 0,5% atau 1% penurunan. Pengaruhnya cukup besar bagi harga komoditas,” jelas Ibrahim.
Ibrahim juga menyampaikan bahwa pasar masih khawatir dengan pembuat kebijakan mata uang Yuan yang terus terdepresiasi karena bisa memicu perang mata uang global. China sebagai negara konsumen logam terbesar di dunia, menyerap logam hampir 40%.
Kenaikan harga komoditas tembaga pada Kamis (20/8) dinilai Ibrahim sebagai pengambil kesempatan karena rilis data ekonomi AS pada pekan ini tidak lebih baik dibandingkan pekan lalu. Sehingga, Ibrahim menjelaskan bahwa prediksi analis, the Fed akan menunda kenaikan suku bunga pada September karena adanya keprihatinan terhadap pertumbuhan ekonomi global, khususnya di China.
“Fokus pasar benar-benar ke perekonomian China dan pelaku pasar melihat kondisi ekonomi China ini benar-benar mengkhawatirkan,” kata Ibrahim.
Ibrahim menduga mungkin akhir tahun the Fed berpeluang menaikkan suku bunga, dan menjatuhkan harga komoditas, didukung oleh suara-suara dari 60% negara-negara bagian AS yang ekonominya maju seperti Atlanta, Virginia, New York, dan lain-lainl. Bahkan, Ibrahim menduga, harga tembaga pada Jumat (21/8) akan kembali jatuh karena fundamental yang ada tidak bisa mendukung penguatan harga tembaga terlalu lama.
“Dengan kondisi China yang carut-marut, devaluasi Yuan, permintaan terhadap tembaga pun berkurang. Masalahnya itu di sini,” tekan Ibrahim.
Secara teknikal, Ibrahim menjelaskan bahwa bollinger bands dan moving average (MA) berada 10% di atas bollinger bawah yang mengindikasikan bahwa harga penutupan masih akan jatuh. Stochastic, relative strength index (RSI), dan moving average convergence divergence (MACD) berada di area negatif 60%. Ibrahim menyatakan bahwa kelima indikator teknikal masih mengindikasikan bahwa harga tembaga akan kembali turun.
Oleh karena itu, Ibrahim menduga Jumat (21/8) harga tembaga akan berada di kisaran US$4.920 – US%5.025 per metrik ton. Sementara sepekan harga ada di US$ 4.810 – US$ 5.025 per metrik ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News