Reporter: Nur Qolbi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mayoritas emiten rokok menunjukkan pertumbuhan positif pada laba bersih per kuartal III-2019. Sebaliknya, dari segi pendapatan, kebanyakan emiten rokok ini mencatatkan pertumbuhan negatif.
PT Gudang Garam Tbk (GGRM) membukukan kenaikan pendapatan dan laba bersih paling tinggi. Pendapatan GGRM tumbuh 16,93% secara tahunan, dari Rp 69,89 triliun menjadi Rp 81,72 triliun.
Baca Juga: HM Sampoerna (HMSP): Revisi tarif cukai rokok per tahun ciptakan ketidakpastian usaha
Sementara itu, laba bersih GGRM tumbuh lebih tinggi, yakni 25,69% year on year (yoy) menjadi Rp 7,24 triliun. Pada periode sama tahun sebelumnya, laba bersih GGRM adalah sebesar Rp 5,76 triliun.
Meskipun tumbuh paling besar, nilai laba bersih GGRM belum bisa mengungguli laba bersih PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP).
Per kuartal III-2019, HMSP mencatatkan pertumbuhan laba bersih 5,26% secara tahunan menjadi Rp 10,20 triliun, dari sebelumnya Rp 9,69 triliun. Sementara itu, pendapatan HMSP tercatat turun tipis 0,03% yoy, dari Rp 77,53 triliun menjadi Rp 77,50 triliun.
Jika dirinci, terjadi penurunan penjualan pada bisnis ekspor HMSP sebesar 5,17% yoy, dari Rp 332,14 miliar menjadi Rp 314,96 miliar.
Penurunan juga terjadi pada penjualan lokal sigaret kretek tangan (SKT), yakni sebesar 5,43% yoy, dari Rp 14,80 triliun menjadi Rp 14 triliun, serta penjualan lainnya yang turun 9,09% yoy menjadi Rp 368,92 miliar.
Baca Juga: Simplifikasi Tarif Cukai Tidak Akan diterapkan, Ini Alasan Kementerian Keuangan
Produsen rokok Lucky Strike dan Dunhill, PT Bentoel International Investama Tbk (RMBA) juga berhasil membalikkan rugi bersihnya yang sebesar Rp 423,9 miliar menjadi untung bersih Rp 11,25 miliar.
Hal ini didorong oleh upaya RMBA dalam mendorong ekspor dan menjalankan efisiensi usaha.
Sebaliknya, PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) mencatatkan pertumbuhan negatif pada pendapatan dan laba bersihnya. Pendapatan WIIM turun 3,59% yoy menjadi Rp 1 triliun. Sementara itu, laba bersih WIIM turun 50,76% yoy menjadi Rp 15,40 miliar.
Berdasarkan laporan keuangan kuartal III-2019 WIIM, penurunan pendapatan ini seiring dengan penjualan sigaret kretek mesin (SKM) yang turun 1,98% yoy ke Rp 587,59 miliar, SKT turun 9,05% yoy ke Rp 281,94 miliar, penjualan cerutu turun 8,78% yoy ke Rp 1,35 miliar, dan penjualan lainnya turun 5,36% ke Rp 99,92 miliar.
Sebaliknya penjualan ekspor WIIM naik 29,13% yoy menjadi Rp 36,56 miliar.
Baca Juga: Pendapatan naik, laba bersih Gudang Garam (GGRM) naik 25,69% jadi Rp 7,24 triliun
Analis MNC Sekuritas Jessica Sukimaja mengatakan, secara konsensus, kinerja GGRM per kuartal III-2019 ini sejalan dengan ekspektasi, sedangkan HMSP menunjukkan kinerja di bawah ekspektasi.
Menurut dia, pertumbuhan GGRM yang lebih tinggi dibanding HMSP didorong oleh upaya GGRM yang tidak menaikkan harga jual.
Baca Juga: Genjot ekspor dan efisiensi, Bentoel Investama (RMBA) raup laba Rp 11,25 miliar
"Penurunan volume penjualan akibat kenaikan harga jual rokok yang dilakukan oleh HMSP, tidak diikuti pesaingnya, seperti GGRM," kata dia saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (1/11).
Selanjutnya, Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony berpendapat, penurunan pendapatan dan laba bersih yang dialami WIIM disebabkan karena produk-produk WIIM tidak tersebar secara luas, seperti HMSP dan GGRM.
"Sehingga konsumen WIIM juga tidak banyak. WIIM juga kalah untuk mendapatkan konsumen baru dibandingkan dengan HMSP dan GGRM," kata dia.
Baca Juga: Menakar akal-akalan industri rokok lewat simplifikasi cukai hasil tembakau
Oleh karena itu, mengingat kinerja keuangan perusahaan yang masih terjaga, Chris melihat saham GGRM dan HMSP masih sangat menarik untuk jangka panjang. Terlebih lagi, harganya sudah tergolong murah setelah penurunan yang cukup dalam.
Bernada serupa, Jessica juga melihat prospek saham GGRM dan HMSP akan tumbuh lagi jika aturan pengenaan tarif cukai berjalan dengan baik.
Sebagai informasi, pemerintah berencana menaikkan tarif cukai rokok dengan rata-rata kenaikan sebesar 21,55% mulai 1 Januari 2020.
Hal ini diprediksi akan berpengaruh pada seluruh emiten rokok berupa turunnya volume penjualan rokok akibat harga jual eceran yang turut meningkat.
Baca Juga: Jual 3.500 ton produk DIET, Bentoel Group (RMBA) meraup Rp 400 miliar
Jessica menyarankan investor untuk akumulasi beli GGRM dengan target harga Rp 63.000 per saham dan HMSP dengan target harga Rp 2.750 per saham. Chris juga menyarankan beli untuk GGRM dan HMSP dengan target harga masing-masing Rp 63.000 dan Rp 2.500.
Sementara itu, Analis Panin Sekuritas William Hartanto melihat secara teknikal, saham GGRM adalah yang paling menarik.
"Saham-saham emiten rokok masih dibayangi sentimen negatif kenaikan cukai rokok meski sudah mereda. Tinggal melihat kinerja kuartal IV-2019 sebagai penentuan. Dari situ akan kelihatan, kenaikan tarif cukai ini berefek signifikan atau tidak," kata dia
Baca Juga: Imbas Kenaikan Harga, Volume Penjualan HMSP Turun 3,2%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News