Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Anna Suci Perwitasari
Walau sedang menguat, namun Faisyal melihat, secara jangka menengah dan panjang, pasar kini cenderung wait and see terhadap harga minyak. Pertimbangannya adalah kasus Covid-19 sejauh ini masih tinggi dan beberapa negara Eropa memberlakukan lockdown. Belum lagi, pada akhir bulan nanti akan diadakan pertemuan OPEC+ yang masih diselimuti ketidakpastian.
“Ada kemungkinan anggota OPEC+ akan mengurangi jumlah pemotongan produksi harian mereka. Artinya produksi harian kembali meningkat dan pada akhirnya bisa menghambat kenaikan harga minyak mengingat permintaan yang belum pulih,” jelas Faisyal.
Sementara pada tahun depan, Faisyal memperkirakan peluang penguatan harga minyak WTI masih terbuka lebar. Jika vaksin yang sudah teruji tersebut tidak mengalami kendala distribusi, tentu aktivitas ekonomi bisa pulih lebih cepat. Permintaan terhadap bahan bakar global pun pada akhirnya meningkat.
Baca Juga: Stok minyak AS turun 5,1 juta barel, harga minyak mentah melesat 1%
Selain itu, dengan stimulus moneter yang masih besar-besaran, tentu akan menguntungkan komoditas, termasuk minyak dunia. Faisyal menilai, jika memang pemangkasan produksi harian dikurangi, di mana saat ini 7,7 juta bph menjadi 5,7 juta bph pada Januari tahun depan, kenaikan harga minyak akan cenderung terbatas.
“Tapi secara umum, minyak WTI akan menguat pada tahun depan. Jika akhir tahun ini berada pada rentang US$ 40 - US$ 45 per barel, pada akhir kuartal I-2021 berpotensi menguat ke rentang US$ 45 - US$ 55 per barel,” pungkas Faisyal.
Selanjutnya: Harga emas hingga nikel masih menarik pekan ini, simak rekomendasi sahamnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News