Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak dunia terus melambung dalam beberapa hari terakhir. Rabu (11/11) pada pukul 17.45 WIB, minyak berjangka West Texas Intermediate (WT) kontrak pengiriman Desember 2020 melesat 3,52% menjadi US$ 42,82 per barel.
Padahal, pada akhir pekan lalu, minyak WTI masih bertengger pada level US$ per 37,14 per barel. Artinya, harga minyak WTI sudah melonjak 15,29% di pekan ini.
Analis Monex Investindo Futures Faisyal mengatakan, terdapat tiga katalis positif yang berhasil mengangkat pergerakan harga emas hitam ini. Pertama adalah euforia pasar atas kemenangan Joe Biden sebagai presiden Amerika Serikat (AS) sehingga menekan dolar AS dan berbalik menguntungkan komoditas, termasuk minyak dunia.
Kedua, katalis lain datang dari kabar positif mengenai uji coba vaksin Covid-19 yang dikembangkan Pfizer Inc dinyatakan 90% efektif. Faisyal menyebut, pasar merespons positif mengenai kabar tersebut.
Baca Juga: Harga minyak melesat 12,25% sejak adanya pengumuman vaksin corona
“Sentimen positif terbaru juga datang dari laporan American Petroleum Institute (API) yang mengumumkan stok minyak mentah AS turun hingga 5,1 juta barel di minggu lalu. Data ini lebih tinggi dari ekspektasi pasar sehingga semakin mendorong penguatan harga minyak dunia,” terang Faisyal kepada Kontan.co.id, Rabu (11/11).
Lebih lanjut, secara jangka pendek, Faisyal menilai penguatan masih akan terus berlanjut. Selain ketiga sentimen tersebut, Faisyal mengatakan, pelemahan dolar AS yang masih terjadi dan besok malam akan ada rilis cadangan minyak AS versi pemerintah akan mendorong penguatan. Pasalnya, pasar mengestimasikan cadangan minyak akan kembali turun.
Oleh sebab itu, Faisyal melihat kenaikan harga minyak dunia akan berpotensi bergerak ke level US$ 45 per barel. Ia menyatakan, harga ideal minyak WTI di pasaran saat ini berada pada rentang US$ 40 - US$ 45 per barel.
Walau sedang menguat, namun Faisyal melihat, secara jangka menengah dan panjang, pasar kini cenderung wait and see terhadap harga minyak. Pertimbangannya adalah kasus Covid-19 sejauh ini masih tinggi dan beberapa negara Eropa memberlakukan lockdown. Belum lagi, pada akhir bulan nanti akan diadakan pertemuan OPEC+ yang masih diselimuti ketidakpastian.
“Ada kemungkinan anggota OPEC+ akan mengurangi jumlah pemotongan produksi harian mereka. Artinya produksi harian kembali meningkat dan pada akhirnya bisa menghambat kenaikan harga minyak mengingat permintaan yang belum pulih,” jelas Faisyal.
Sementara pada tahun depan, Faisyal memperkirakan peluang penguatan harga minyak WTI masih terbuka lebar. Jika vaksin yang sudah teruji tersebut tidak mengalami kendala distribusi, tentu aktivitas ekonomi bisa pulih lebih cepat. Permintaan terhadap bahan bakar global pun pada akhirnya meningkat.
Baca Juga: Stok minyak AS turun 5,1 juta barel, harga minyak mentah melesat 1%
Selain itu, dengan stimulus moneter yang masih besar-besaran, tentu akan menguntungkan komoditas, termasuk minyak dunia. Faisyal menilai, jika memang pemangkasan produksi harian dikurangi, di mana saat ini 7,7 juta bph menjadi 5,7 juta bph pada Januari tahun depan, kenaikan harga minyak akan cenderung terbatas.
“Tapi secara umum, minyak WTI akan menguat pada tahun depan. Jika akhir tahun ini berada pada rentang US$ 40 - US$ 45 per barel, pada akhir kuartal I-2021 berpotensi menguat ke rentang US$ 45 - US$ 55 per barel,” pungkas Faisyal.
Selanjutnya: Harga emas hingga nikel masih menarik pekan ini, simak rekomendasi sahamnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News