kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45925,72   -5,64   -0.61%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kapuas Prima (ZINC) Menggenjot Produksi Galena Berkadar Tinggi


Jumat, 12 Agustus 2022 / 17:53 WIB
Kapuas Prima (ZINC) Menggenjot Produksi Galena Berkadar Tinggi
ILUSTRASI. Smelter timbal PT Kapuas Prima Coal Tbk (ZINC).


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Kapuas Prima Coal Tbk (ZINC) akan menggenjot produksi galena berkadar tinggi pada semester kedua tahun ini. Peningkatan produksi ini dilakukan guna mengangkat kembali kinerja perusahaan yang tengah mengalami penurunan laba bersih pada semester pertama 2022.

Sebagai gambaran, pada semester pertama 2022, emiten  produsen logam dasar ini membukukan laba bersih Rp 28,27 miliar, turun 68% dari laba bersih pada periode yang sama tahun 2021 yang mencapai Rp 89,52 miliar. Turunnya laba bersih tersebut terjadi karena penjualan ZINC juga turun 18% secara year-on-year (yoy) menjadi Rp 411,35 miliar dari Rp 499,94 miliar pada periode sebelumnya.

Menurut Direktur ZINC Evelyne Kioe, awal 2022 menjadi periode yang cukup menantang. Hal ini karena ekonomi global yang menyusut terkait perang Rusia-Ukraina yang tengah berlangsung. Walaupun harga komoditas untuk timbal (Pb) dan seng (Zn) sempat meningkat pada kuartal pertama, koreksi terhadap harga komoditas kembali terjadi pada kuartal kedua 2022.

Baca Juga: Kapuas Prima Coal (ZINC) Gencarkan Produksi Smelter Timbal Pertama di Indonesia

Sementara itu, seiring dengan meningkatnya harga komoditas di kuartal pertama, mayoritas harga bahan baku minyak, angkutan, dan lain-lain juga juga meningkat berkali lipat yang disebabkan oleh tingginya inflasi dan kelangkaan akan ketersediaan persediaan. “Hal ini tentunya memberikan dampak negatif terhadap kinerja perseroan di kedua sisi,” kata Evelyne, Jumat (12/8)

Secara umum, komoditas timbal dan seng masih tergolong stabil. Hal ini terlihat dari harga timbal dan seng yang terkonsolidasi masing-masing di US$ 2.160 per ton dan US$ 3.600 per ton. Hal ini disebabkan karena jumlah permintaan global terhadap kedua komoditas ini tergolong tinggi. Faktor kedua juga disebabkan oleh banyaknya smelter di Eropa yang tutup sementara karena terjadinya krisis energi.

“Kami tentunya akan secara fleksibel menggunakan strategi-strategi dalam perkembangan, baik dari segi kapasitas, kadar, efisiensi guna menjaga agar kinerja perseroan tetap positif,” kata Evelyne.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×