Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada awal perdagangan Selasa (15/7).
Mengutip data Bloomberg pukul 09.04 WIB, rupiah di pasar spot berada di level Rp 16.271 per dolar AS, melemah 0,13% dibanding penutupan hari sebelumnya di Rp 16.250 per dolar AS.
Pelemahan rupiah terjadi seiring dengan penguatan dolar AS yang mendekati level tertinggi dalam tiga pekan terhadap mata uang utama lainnya.
Penguatan ini didorong oleh kenaikan imbal hasil obligasi AS dan ekspektasi investor menjelang rilis data inflasi AS yang dijadwalkan keluar Selasa malam waktu Indonesia.
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Rebound pada Perdagangan Selasa (15/7), Simak Sentimen Pendorongnya
Dolar AS Menguat, Pasar Nantikan Data Inflasi
Melansir Reuters, dolar AS stabil di level 147,75 yen pagi ini, sedikit di bawah level tertinggi sejak 23 Juni di 147,78 yen yang tercapai pada Senin (14/7).
Indeks dolar (DXY), yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama dunia, berada di 98,104, mendekati puncak tertingginya di 98,136 sejak 25 Juni.
Sementara itu, euro berada di posisi stabil di US$ 1,1662, setelah sempat turun ke US$ 1,1650 pada Senin, level terendah sejak 25 Juni.
Penguatan dolar AS juga turut dipicu oleh meningkatnya spekulasi bahwa Ketua The Fed Jerome Powell mungkin akan diganti.
Presiden AS Donald Trump kembali mengkritik Powell dan menegaskan bahwa suku bunga seharusnya diturunkan ke kisaran 1%, jauh di bawah suku bunga acuan saat ini di level 4,25%–4,50%.
“Seruan dari Gedung Putih untuk perubahan kepemimpinan di The Fed bisa meningkat,” tulis James Kniveton, Senior Corporate FX Dealer di Convera, dalam catatan kepada kliennya.
Baca Juga: Rupiah Diramal Lanjut Melemah, Cermati Beragam Sentimennya Hari Ini, Selasa (15/7)
Inflasi Jadi Penentu Arah Kebijakan The Fed
Pasar kini menantikan data inflasi konsumen AS untuk bulan Juni yang akan dirilis pukul 19.30 WIB.
Menurut jajak pendapat Reuters, inflasi utama diperkirakan naik menjadi 2,7% secara tahunan, dari 2,4% pada bulan sebelumnya. Sementara inflasi inti (core inflation) diproyeksi naik menjadi 3,0%, dari 2,8%.
Ketua The Fed Jerome Powell sebelumnya menyatakan bahwa inflasi kemungkinan akan meningkat selama musim panas akibat dampak tarif.
Hal ini memperkuat pandangan bahwa bank sentral akan menahan suku bunga setidaknya hingga akhir tahun ini.
“Jika inflasi tidak sesuai ekspektasi atau tetap datar, tekanan bagi The Fed untuk segera menurunkan suku bunga bisa kembali meningkat,” ujar Kniveton.
Baca Juga: Bergantung Data Ekonomi AS, Rupiah Diproyeksi Lanjut Melemah pada Selasa (15/7)
Aussie dan Bitcoin Ikut Terdampak
Di sisi lain, dolar Australia (Aussie) melemah setelah menyentuh level tertinggi delapan bulan pekan lalu.
Pasar menantikan rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal kedua China, mitra dagang utama Australia.
Sementara itu, harga Bitcoin diperdagangkan di kisaran US$ 120.067 setelah mencetak rekor tertinggi baru di US$ 123.153 pada Senin.
Lonjakan harga terjadi seiring ekspektasi investor terhadap potensi terobosan regulasi di industri kripto dalam waktu dekat.
Selanjutnya: Fenomena Bediding yang Bikin Badan Merinding Berlangsung hingga September
Menarik Dibaca: Fenomena Bediding yang Bikin Badan Merinding Berlangsung hingga September
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News