Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemegang saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) boleh jadi sedang gigit jari sampai berdarah-darah. Sejak awal 2008, harga saham BUMI hanya sempat naik sekali. Setelah itu, harga BUMI terus menerus anjlok dan mentok terkena batas bawah auto rejection 10%.
Kemarin (12/1), harga BUMI tinggal Rp 570 per saham, anjlok 93,3% dari rekor tertinggi Rp 8.550 pada 12 Juni 2008. Dus, ini posisi terendah saham BUMI sejak 4,5 tahun lalu. Saham BUMI terakhir berada di harga Rp 570-an per saham pada 30 Juni 2004.
Nilai kapitalisasi pasar (market caps) BUMI juga longsor hebat. Saat harganya di puncak 12 Juni 2008, kapitalisasi pasar BUMI Rp 165,90 triliun. BUMI pun sempat menyisihkan Telkom sebagai saham berkapitalisasi pasar terbesar di BEI. Tapi kemarin, market caps BUMI hanya tersisa Rp 11,06 triliun. Artinya, dalam tujuh bulan kapitalisasi pasar BUMI sudah tergerus Rp 154,84 triliun!
Longsornya harga saham BUMI ini, tentu merugikan investor ritel, institusi, hingga pemegang saham barunya. Ambil contoh Brentwood Ventures, pemilik 6,69% saham BUMI. Brentwood memiliki saham BUMI setelah mengambil alih utang PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) dari ICICI India senilai US$ 104,5 juta. Sebagai imbalannya, ia mendapat 1,3 miliar saham BUMI.
Saat itu, Brentwood membeli BUMI Rp 885 per saham. Jadi, saat harga BUMI turun menjadi Rp 570 per saham, Brentwood boleh dibilang rugi Rp 403 miliar.
Begitu pula Ancora Group, pemilik 4,2% saham BUMI. Duit Ancora tergerus Rp 327,57 miliar dari BUMI, karena ia membeli BUMI seharga Rp 972 per saham.
Menanggapi hal ini, Senior Vice President Investor Relations BUMI Dileep Srivastava bersikap dingin. "Ini risiko berinvestasi. Seharusnya mereka telah mempertimbangkan risiko ini sebelumnya," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News