Reporter: Rezha Hadyan | Editor: Yudho Winarto
Dia menilai bahwa mereka sejak awal sudah memiliki pandangan sendiri dan telah menyusun rencana terhadap penempatan aset-aset yang mereka miliki di Indonesia.
Mereka juga sudah mempertimbangkan berbagai kemungkinan buruk dari sentimen-sentimen negatif yang akan berhembus di kemudian hari.
Kemudian terkait dengan anjloknya IHSG, Alfatih bilang bahwa hal itu merupakan sesuatu yang wajar mengingat kenaikan yang terjadi sejak awal tahun sudah cukup tinggi.
“Kenaikan itu tentunya membuat investor beramai-ramai mengambil untung atau melakukan aksi profit taking,” kata dia kepada Kontan.co.id.
Sebagai informasi, IHSG berhasil mencatatkan kenaikan sejak awal tahun 2019 atau year to date (YTD) sebesar 3,63%. Tercatat IHSG pada perdagangan perdana awal tahun 2019 dibuka di level 6.197,87.
Selain aksi profit taking yang didorong oleh penilaian dari Credit Suisse, Alfatih bilang terdapat faktor lain yang juga ikut mempengaruhi pelemahan IHSG, antara lain kembali naiknya harga minyak dunia dan tertekannya kurs atau nilai tukar rupiah melewati level psikologis Rp 14.000 per dollar AS.
“Pelemahan atau koreksi dari IHSG kali ini berlangsung dalam jangka pendek di kisaran 6.300-6.450, IHSG kemudian akan kembali melaju dan diproyeksi akan mengalami kenaikan hingga mencapai level 6.700,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News