kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Instrumen investasi layak dikoleksi pasca The Fed


Kamis, 16 Maret 2017 / 19:22 WIB
Instrumen investasi layak dikoleksi pasca The Fed


Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atawa The Fed memutuskan untuk mengerek suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 0,75% - 1% pada pertemuan 15 Maret 2017 - 16 Maret 2017. Instrumen investasi apa yang layak dikoleksi investor pasca peristiwa tersebut?.

Direktur Bahana TCW Investment Management Soni Wibowo optimistis, efek saham masih menjadi pilihan terbaik untuk investasi tahun ini. Jika kesulitan membeli saham secara langsung, reksadana saham dapat menjadi alternatif.

Ada beberapa katalis positif yang berpeluang menyokong pasar saham domestik. Mulai dari membaiknya pendapatan emiten, potensi perbaikan rating Indonesia menjadi investment grade oleh Standard & Poor's (S&P), serta pemilihan umum kepala daerah Jakarta yang akan berakhir damai segera.

Terlebih, kondisi makro Tanah Air cukup stabil, semisal valuasi rupiah, suku bunga, hingga inflasi yang niscaya terkendali. "Sektor saham seperti perbankan, telekomunikasi dan otomotif. Earning mereka mendukung, inflow dari asing akan masuk ke sektor tersebut," tuturnya. Soni menduga, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan ditutup di level 5.800 pada pengujung tahun 2017.

Direktur dan Senior Partner OneShildt Financial Planning Budi Raharjo sepakat, investasi saham masih menjadi jawara tahun ini. Instrumen investasi ini berpotensi menguat di tengah tren perbaikan ekonomi dunia, yang diawali dari negeri Uak Sam.

Kenaikan suku bunga The Fed memang ditanggapi positif oleh pasar karena ditujukan untuk mengatasi inflasi. Ini sekaligus mengindikasikan adanya pertumbuhan ekonomi AS. "Yang harapannya bisa menarik ekonomi negara lain. Tergantung kebijakan Trump," jelasnya.

Maklum, perbaikan ekonomi memang mencerminkan kenaikan permintaan dan iklim bisnis. Sehingga para emiten berpeluang membukukan pertumbuhan pendapatan. Adapun sektor saham yang dapat dikoleksi semisal infrastruktur, properti, konstruksi, dan sektor pendukung lainnya.

"Boleh juga pegang dollar AS, tapi dengan catatan ada kebutuhan di masa mendatang. Kalau untuk spekulasi mendingan jangan," terangnya.

Investment Director Sucorinvest Asset Management Jemmy Paul Wawointana menyarankan investor untuk menerapkan strategi buy on news, terutama untuk produk investasi obligasi. Sebab, pasar surat utang disinyalir dapat melambung. "Suku bunga The Fed naik malah dollar AS melemah," tukasnya.

Katalis positif juga bertambah jika lembaga pemeringkat internasional S&P menghadiahi peringkat investment grade kepada Indonesia pada Mei 2017 mendatang.

Menurut Jemmy, sebaiknya investor memburu obligasi pemerintah ketimbang obligasi korporasi tahun ini. Sebab, di kala pasar bullish, surat utang negara (SUN) berpeluang menguat lebih tinggi lantaran besarnya likuiditas.

Instrumen emas juga patut digenggam tahun ini. Sebab, di tengah tren kenaikan inflasi, emas dapat menjadi aset lindung nilai.

Investor juga dapat mengendapkan dana pada saham-saham bluechip. Besarnya likuiditas dapat menopang return saham bluechip lebih tinggi tahun ini. Pilihan sektor saham di antaranya keuangan, aneka industri serta pertambangan.

"Karena pertumbuhan laba bersih ketiga sektor itu bakal paling tinggi. Saran saya alokasi dana pada emas 20%, SUN 30%, money market 20% dan saham 30%," terangnya.

Prediksi Jemmy, sepanjang tahun ini return obligasi bisa berkisar 12% - 15%. Lalu return emas berpotensi naik 10% - 15%. Sementara IHSG disinyalir berkisar 6.100 pada pengujung tahun 2017. "Saya optimistis IHSG break new high," imbuhnya.

Di sisi lain, Andre Varian, Fund Manager BNI Asset Management berpendapat, reksadana pasar uang dapat menjadi alternatif investasi bagi investor tahun ini. Ia memperkirakan reksadana pasar uang berpotensi menawarkan return sekitar 6% - 6,7% sepanjang tahun 2017.

Reksadana terproteksi yang beraset dasar obligasi korporasi bertenor pendek dengan rating minimal idA+ juga dapat menjadi pilihan. "Mengingat potensi turbulensi dari pasar modal," terangnya.

Maklum, pasar Indonesia sepanjang tahun ini masih dibayangi beberapa tantangan. Mulai dari potensi membesarnya inflasi dalam negeri, rencana kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS, realisasi kebijakan Presiden AS Donald Trump, hingga perkembangan politik Uni Eropa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×