Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China mulai mereda serta fundamental dalam negeri yang stabil mendukung persepsi risiko investasi atau credit default swap (CDS) Indonesia berangsur menurun.
Rabu (11/9), CDS tenor 5 tahun menyentuh level terendah sejak Januari 2018 di level 77,03. Dalam sepekan, CDS turun 908 basis poin (bps).
Kompak, CDS tenor 10 tahun juga berangsur turun ke level 148.25 per Selasa (10/9). Dalam sepekan, indeks tersebut turun 827 bps.
Research Analyst Capital Asset Management Desmon Silitonga mengatakan saat ini memang mayoritas CDS di banyak negara sedang menurun karena perang dagang AS dan China mereda setelah kedua negara setuju melakukan negosiasi kembali.
Tak heran bila kondisi CDS yang membaik membawa investor asing kembali masuk ke pasar keuangan domestik.
Baca Juga: Ambil untung, kepemilikan asing di SBN mengempis
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR), sejak awal September hingga Senin (9/9), kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) tumbuh Rp 2 triliun ke Rp 1.011 triliun.
Sementara, Fikri C. Permana Ekonom Pefindo mengatakan level CDS membaik karena di tengah risiko resesi global, fundamental ekonomi Indonesia lebih dari dari negara lain karena bisa mempertahankan pertumbuhan ekonomi di level 5%.
"Inilah yang mendorong investor asing lari ke Indonesia untuk berinvestasi dan CDS bergerak turun," kata Fikri.
Namun, Desmon memproyeksikan penurunan CDS saat ini belum akan bertahan dalam jangka waktu lama. Penyebabnya, kondisi pasar keuangan domestik masih akan dipengaruhi hasil pertemuan AS dan China.
Bila perundingan kedua negara tersebut belum menghasilkan kesepakatan, maka asing berpotensi balik keluar dari pasar keuangan domestik. Persepsi risiko investasi pun bisa berbalik memburuk.
Selain menunggu perkembangan hasil negosiasi dagang AS dan China, pergerakan CDS juga dipengaruhi dari hasil keputusan The Fed mengenai tingkat suku bunga acuannya.
Desmon mengatakan bila The Fed memangkas suku bunga maka spread atau jarak yield Surat Utang Negara (SUN) dengan yield US Treasury bisa melebar dan semakin atraktif menarik minat investor asing.
Apalagi, di tengah risiko resesi global Desmon mengatakan penurunan suku bunga AS bisa berdampak positif pada CDS Indonesia.
"Spread Indonesia paling menarik dengan yield SUN di 7,2% dan rupiah bergerak stabil di Rp 14.000 per dolar AS harusnya buat CDS Indonesia terjaga," kata Desmon, Rabu (11/9).
Ruang pemangkasan suku bunga acuan BI 7 Day reverse Repo Rate (BI7DRRR) yang masih terbuka juga turut membantu terjaganya CDS di level rendah.
"Tinggal pemerintah bagaimana memaksimalkan sisa bulan yang ada di tahun ini untuk menjaga daya beli sehingga pertumbuhan ekonomi tidak turun," kata Desmon.
Dengan begitu, Desmon optimistis CDS masih bisa turun di kuartal IV 2019 dan lebih baik dari posisi CDS di tahun lalu yang menerima beban risiko dari perang dagang dan kenaikan suku bunga AS.
Sementara, di tahun ini suku bunga AS cenderung akan turun sehingga risiko CDS bergerak naik hanya datang dari perang dagang.
Baca Juga: Demo Hong Kong bisa memperburuk persepsi risiko investasi (CDS)
Fikri memproyeksikan di bulan ini The Fed akan menurunkan paling tidak 25 basis poin pada suku bunga acuannya. Diharapkan hal tersebut bisa membuat yield SUN dan CDS bergerak turun yang berarti investasi, permintaan dalam negeri dan ekonomi Indonesia tumbuh.
Namun, Fikri mengatakan CDS berpotensi berbalik memburuk bila kabinet baru Presiden Joko Widodo tidak bisa memperbaiki iklim investasi.
"Untuk meningkatkan investasi dalam negeri masalahnya tidak hanya bisa dibantu dari kebijakan moneter, melainkan kebijakan fiskal dan politik, kabinet baru bisa sangat berpengaruh pada pergerakan CDS ke depan," kata Fikri.
Desmon memproyeksikan yield SUN tenor 10 tahun berada di 7% pada akhir tahun ini dengan asumsi rupiah stabil di Rp 14.000 per dolar AS.
Sementara Fikri memproyeksikan rentang yield SUN 10 tahun hingga akhir tahun bergerak di rentang 6,9% hingga 7,3%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News