Reporter: Melysa Anggreni | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Harga komoditas tembaga mencetak kenaikan signifikan pada tahun 2025. Kendati, masih dihadapkan oleh berbagai tantangan global, prospek tembaga tetap positif.
Hingga Rabu (09/7), harga tembaga kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange (LME) berada di level US$ 9,790 per metrik ton atau turun 0,40% dari hari sebelumnya. Meski begitu, posisi tersebut telah melesat lebih dari 10% sejak awal tahun 2025 atawa secara year to date (ytd).
Sutopo Widodo, Presiden Komisioner HFX International Berjangka mengatakan, penguatan ini didorong oleh optimisme terhadap pemulihan perekonomian global. Terutama di Tiongkok yang merupakan konsumen tembaga terbesar. Selain itu, terdapat juga dorongan besar dari transisi energi hijau.
“Proyeksi yang ambisius terkait kendaraan listrik, energi terbarukan, dan infrastruktur pendukungnya memicu ekspektasi permintaan tembaga sebagai konduktor utama,” ujar Sutopo kepada Kontan.co.id, Rabu (9/7).
Baca Juga: Harga Tembaga Turun Usai Trump Umumkan Tarif Impor 50%
Menurut Sutopo, dengan berkaca pada dinamika ekonomi global, pergerakan harga tembaga pada paruh kedua tahun ini tampaknya kesulitan untuk bertahan secara konsisten di atas tingkat psikologis US$ 10.000 per metrik ton.
“Ini terlihat jelas dari pergerakan minggu lalu, di mana harga sempat mencapai US$ 10.013 sebelum kemudian turun drastis keesokan harinya,” jelas Sutopo.
Sutopo mengamati, faktor utama yang menghambat adalah ancaman makroekonomi global yang masih membayangi salah satunya seperti ancaman tarif impor tembaga ke Amerika Serikat (AS) sebesar 50% oleh Presiden AS Donald Trump. Faktor lainnya ialah risiko defisit yang cukup signifikan dibandingkan kelebihan pasokan.
Ditambah dengan proyek-proyek tambang baru yang membutuhkan waktu lama untuk beroperasi, sementara kapasitas tambang yang sudah ada menghadapi berbagai tantangan, penurunan kadar, peningkatan biaya produksi, dan gangguan geopolitik di negara-negara produsen utama seperti Chile dan Peru dapat menghambat pertumbuhan produksi.
“Namun jika dilihat dari sisi permintaan, memang prospeknya masih cukup bagus dan kenaikan juga sangat mungkin terjadi dengan dorongan dari pemulihan sektor manufaktur dan investasi infrastruktur di berbagai negara, khususnya Tiongkok dan India. Oleh karena itu, jika permintaan tetap kuat seperti yang diantisipasi, pasar tembaga kemungkinan besar akan menghadapi tekanan pasokan, yang akan menopang harga,” terang Sutopo.
Meski begitu, Lukman Leong, Analis Doo Financial Futures memandang, dalam jangka panjang kemungkinan pasokan global akan kesulitan masuk ke AS yang masih mengalami defisit produksi sekitar 600.000 - 800.000 ton.
Baca Juga: Harga Tembaga Tetap Kuat di Tengah Keterbatasan Pasokan
“Sehingga ini bisa menekan harga global atau paling tidak harga akan kembali normal setelah itu,” ujar Lukman.
Menurut Lukman, jika nantinya ancaman Trump ini diberlakukan, efeknya terhadap harga jual tembaga kemungkinan tidak akan berpengaruh signifikan, karena akan tetap sama, hanya saja ditambahkan tarif untuk pasar AS.
Namun, Lukman tetap menaruh optimisme nya pada harga tembaga hingga akhir tahun 2025 seiring dengan potensi permintaan yang meningkat. “Perkiraan akan berada di kisaran US$ 10.500 - US$ 11.000 per metrik ton,” tutup Lukman.
Sutopo melanjutkan, perkiraannya harga tembaga di semester ll-2025 juga cenderung masih berpotensi naik, meskipun mungkin dengan volatilitas yang lebih tinggi dan laju yang lebih moderat dibandingkan semester pertama.
“Kemungkinan akan bergerak di kisaran US$ 10.500 hingga US$ 11.000 per metrik ton, dengan asumsi data ekonomi global menunjukkan penguatan yang konsisten,” tutup Sutopo.
Selanjutnya: Pupuk Indonesia Pastikan Ketersediaan Pupuk untuk Dukung Swasembada Gula Nasional
Menarik Dibaca: Libur Sekolah 2025, Penjualan Tiket Kereta KAI Tembus 4,42 Juta
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News