Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Mustofa semakin tangguh mengalami pasang surut industri pasar modal tanah air. Direktur Utama KISI Asset Management alias KISI AM tersebut tetap eksis di tengah berbagai gejolak pasar.
Mustofa sudah lebih dari 30 tahun berkarir di pasar modal Indonesia. Dia telah melewati berbagai pahit manisnya industri ini sejak tahun 1990-an hingga sekarang.
Mustofa bercerita bahwa betapa sulitnya mempertahankan investasi di tengah gejolak pasar seperti yang terjadi di tahun 1998. Sebab, Indonesia tidak hanya dilanda krisis finansial, namun juga diterpa krisis politik yang begitu hebat di masa tersebut.
Gilanya pasar keuangan di tahun itu dapat terlihat dari kejatuhan nilai tukar rupiah hingga tersungkur ke level Rp 16.000 dari kisaran Rp 2.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Bunga deposito bank pun melejit sampai 60% per tahun, yang sangat berbeda dengan kisaran saat ini yakni 5%-7% per tahun.
Baca Juga: Menengok Strategi Investasi Reksadana dengan Return Tinggi di 2023, 2024 Masih Moncer
Belum lagi krisis moneter global yang sempat terjadi tahun 2008 yang meruntuhkan banyak aset seperti saham. Pasar finansial juga dilanda badai kencang saat wabah covid-19 menggemparkan dunia tahun 2020-2021 lalu.
Namun, Mustofa bersyukur dapat terus bertahan dalam perjalanan panjang industri pasar modal hingga sekarang. Dia tetap bertahan di saat beberapa rekannya tidak mampu menghadapi gejolak yang terjadi.
“Memang ada kondisi naik turun, tetapi berkat pengaturan risk management, saya bisa terus survive dan berkarir di pasar modal,” ujar Mustofa saat diwawancarai Kontan.co.id, Kamis (29/2).
Mustofa mengungkapkan, pertama kali dirinya mencoba instrumen investasi saham pada tahun 1990. Ini berawal dari rasa penasarannya ingin mengikuti pembelian saham Initial Public Offering (IPO) yang hampir dapat dipastikan bisa memberi return sekitar 10%-30% di tahun tersebut.
Baca Juga: Kondisi Pasar Lebih Baik, Manajer Investasi Yakin Dana Kelolaan Reksadana Meningkat
Faktor keuntungan itu pula yang membuatnya betah lama berinvestasi saham, di samping memang masih minimnya produk ritel seperti dari obligasi. Sehingga, investasi saham menjadi pijakan pertama bagi perjalanan investasi Mustofa.
Kini Mustofa memiliki investasi yang cukup dominan pada properti sekitar 40%, sementara 60% sisanya terbagi-bagi antara surat utang (fixed income), pasar uang (money market) dan tentunya saham. Tetapi portofolio investasinya ini terus berubah seiring perkembangan teranyar pasar.
Kunci penting dari strategi investasinya adalah diversifikasi aset yang dinamis, sewaktu-waktu berubah mengikuti pergerakan pasar. Tak lupa, komposisi aset perlu menyesuaikan profil risiko tiap investor.
Mustofa mengakui dirinya bukanlah tipe investor yang bisa menunggu hingga 5 tahun hingga 6 tahun seperti Lo Kheng Hong sebagai investor jangka panjang. Tetapi bukan tipe investor yang terus memantau pergerakan aset secara harian. Oleh karena itu pula, tipe investor moderat dianggap lebih cocok disematkan untuk dirinya.
Baca Juga: Reksadana ETF Belum Terlalu Populer di Investor Ritel
Prinsip Mustofa adalah melihat keselarasan imbal hasil yang didapatkan dengan target yang dicanangkan. Jika imbal hasil sudah sejalan dengan target, maka tidak perlu menunggu begitu lama. “Setiap orang selalu punya strategi atau formula yang mungkin cocok untuk dirinya masing-masing,” imbuh Mustofa.
Di samping itu, Mustofa menambahkan, penting juga untuk mengenali profil risiko investor sebelum berinvestasi. Menakar kemampuan diri masing-masing berguna untuk menghindarkan diri dari kerugian ataupun memaksimalkan keuntungan yang berpotensi didapatkan.
Misalnya dalam industri reksadana, Mustofa mencontohkan, kategori investor konservatif bisa masuk ke reksadana pasar uang. Kemudian, bagi tipe moderat yang mungkin mencari keseimbangan risk and return, maka bisa mencoba produk pendapatan tetap. Sedangkan, bagi investor agresif yang berani menghadapi risiko maka bisa mencoba peruntungan di reksadana saham.
Pria lulusan Sarjana Akuntansi dari Universitas San Francisco tersebut menyarankan untuk investor pemula mesti banyak belajar, banyak bertanya dan banyak membaca. Sehingga, investor yang benar-benar baru memulai dapat mengerti apa-apa saja yang langkah yang perlu dilakukan.
Baca Juga: Sejumlah Saham Ini Menarik Dilirik Tahun Depan, Cek Rekomendasi Analis