Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) bakal merilis peraturan baru soal batasan saham emiten yang beredar di publik atau free float. Kabar terakhir menyebutkan, rincian angka minimal free float baik untuk initial public offering (IPO) atau pun bagi emiten yang sudah tercatat (listed) bakal diterbitkan akhir bulan ini.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Airlangga Hartarto mengatakan, jika niatnya digunakan untuk meningkatkan likuiditas pasar maka peraturan tersebut merupakan hal yang positif. "Tapi, jangan terlalu tinggi juga," tambahnya, (21/1).
Soalnya, menyoal free float berarti menyangkut likuiditas di pasar primer dan sekunder. Dengan aturan free float yang baru, pasar primer sangat diuntungkan karena ketersediaan saham bagi publik menjadi lebih banyak.
"Tapi, jangan sampai aturan free float justru membuat pasar sekunder terganggu. Jadi, jangan tinggi-tinggi, lah, kami inginnya 15%-20%," jelas Airlangga.
Sekadar mengingatkan saja, peraturan baru soal batasan minimum free float ini nantinya akan mengganti peraturan BEI dengan nomor surat 1-A Kep-305/BEJ/07-2004 yang berlaku selama ini. Ada beberapa poin penting yang bakal diatur dalam peraturan baru tersebut.
Pertama, BEI akan melakukan klasifikasi calon emiten berdasarkan ekuitas. Misalnya, calon emiten dengan ekuitas Rp 500 miliar akan dibedakan dengan calon emiten dengan ekuitas Rp 1 triliun. Yang jelas, semakin besar ekuitasnya maka semakin kecil minimum persentase free float-nya.
Nah, klasifikasi itulah yang nantinya menjadi dasar penentuan persentase free float yang diwajibkan. Aturan itu juga akan berlaku buat emiten yang sudah terdaftar di bursa. Namun minimal presentase free float untuk emiten yang sudah terdaftar akan dibedakan.
Ada beberapa hal yang menjadi alasan pembentukan peraturan baru ini. Selama ini, besar kecilnya perusahaan hanya dinilai melalui modal disetornya saja. Tapi, peraturan yang baru ini dinilai lebih logis mencerminkan size sebuah perusahaan.
Misalnya, ada emiten yang sudah 10 tahun listed. Jika mengacu pada kurun waktu tersebut, jelas modal disetor emiten yang bersangkutan sangat kecil jika dibandingkan yang baru setahun atau dua tahun listed. Tapi, emiten yang baru listed belum tentu ekuitasnya besar meski modal disetornya jauh lebih besar dibandingkan emiten yang sudah sepuluh tahun listed.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News