kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Anderson Sumarli, CEO Ajaib Group yang mengawali investasi sejak umur 9 tahun


Jumat, 19 Februari 2021 / 14:21 WIB
Anderson Sumarli, CEO Ajaib Group yang mengawali investasi sejak umur 9 tahun


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berinvestasi tidak harus menunggu tua. Itulah yang menjadi prinsip Anderson Sumarli. Co-founder dan CEO Ajaib Group ini mulai berinvestasi sejak usia yang cukup belia.

Anderson berkisah pertama kali memulai berinvestasi saat berumur 9 tahun. Waktu itu, di surat kabar harian selalu memuat berita tentang harga saham harian. Hal ini kemudian memancing rasa penasaran Anderson. 

Kala itu Anderson mengikuti pergerakan harga saham harian dan mulai memperhatikan ada salah satu saham yang harganya meningkat secara konsisten. Kemudian, Anderson meminta bantuan ayahnya untuk berinvestasi saham. “Dan dari saham tersebut saya dapat return yang besar. Jadi, saya memulai investasi pertama saya karena rasa penasaran,” terang Anderson kepada Kontan.co.id.

Meski demikian, perjalanan investasi Anderson tidak selalu mulus. Dia mengaku pernah mengalami kerugian hingga jutaan rupiah. Di sisi lain, dia juga pernah mendapatkan keuntungan hingga jutaan rupiah.

Baca Juga: Deja Vu, Kasus Asabri Mirip Jiwasraya

Untung dan rugi dalam berinvestasi merupakan hal yang lumrah. Yang terpenting adalah memahami mengapa seorang investor membuat keputusan investasi tertentu dan merasa nyaman dengan profil risikonya.

Pria kelahiran tahun 1994 ini mengaku banyak berinvestasi di saham-saham telekomunikasi selama empat bulan terakhir ini. Hal ini mengundang tanya dari kawan-kawan Anderson, mengapa dirinya justru menyimpan saham telekomunikasi seperti PT Indosat Tbk (ISAT) dan PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM). Padahal, dua saham tersebut harganya tidak naik, bahkan kadang menurun.

Jawabannya, saham telekomunikasi ini dinilai masih prospektif. Anderson meyakini bahwa industri telekomunikasi akan diuntungkan dari pengembangan jaringan 5G dan digitalisasi dalam waktu dekat. Saat ini, Anderson pun telah memetik buah manis dari prinsip fundamentalnya. Jika digabungkan, kedua saham telekomunikasi tersebut sudah menghasilkan return lebih dari 100%.

Adapun saat ini portofolio Anderson didominasi oleh instrumen saham. Dia memilih instrumen saham karena dengan berinvestasi saham, berarti seseorang telah berinvestasi di sebuah perusahaan yang nyata, yang memiliki rekam jejak (track record), atau sejarah perusahaan yang menarik.

“Setiap saham adalah entitas hidup yang memiliki strategi, keuangan, dan produknya sendiri,” sambung pria yang memperoleh gelar sarjana ekonomi dengan predikat summa cum laude di Cornell University, New York, Amerika Serikat ini.  Saat ini 70% portofolio investasi Anderson berbentuk saham.

Baca Juga: Marak endorse saham, BEI diminta pelototi media sosial dan beri edukasi ke masyarakat

Anderson selalu memulai dengan melakukan analisis top-down. Dalam menilai saham, Anderson  memulai dengan menganalisis prospek industrinya terlebih dahulu. “Karena saya berlatar belakang ekonomi, saya hanya berinvestasi pada saham yang industrinya mempunyai prospek jangka panjang,” terang Anderson.

Selain saham, Anderson juga menyimpan portofolio investasinya di reksadana pasar uang dan perusahaan rintisan (startup). Reksadana pasar uang dipilih karena risikonya yang rendah dan punya return lebih tinggi daripada tabungan. “Saya juga menginvestasikan sebagian kecil portofolio saya ke dalam perusahaan rintisan, yang berisiko tinggi tetapi pengembaliannya juga tinggi,” terang Anderson.

Saat ini, sebanyak 20% portofolio Anderson ditempatkan di reksadana pasar uang. Sementara 10% lagi diinvestasikan di beberapa perusahaan rintisan (start-up).

Pria asal Jakarta ini berprinsip, investasi harus bertujuan supaya uang yang bekerja agar bisa menghasilkan uang kembali. Inilah salah satu hal terpenting yang perlu dipahami oleh semua orang mengenai konsep melipatgandakan imbal hasil investasi.

Sudah mengenal pasar modal sejak usia belia, Anderson pun membagikan tips bagi para investor pemula. Mulailah berinvestasi dengan modal kecil, yang terpenting adalah adanya kemauan untuk mencoba. Menurut dia, cukup mengalokasikan 10% dari pendapatan reguler terlebih dahulu.

Baca Juga: Pernah nyangkut di saham tak likuid, ini kiat Direktur Djasa Ubersakti Hizkia

Dari modal yang kecil ini, kita bisa melihat dan merasakan seperti apa rasanya berinvestasi. Lama kelamaan, profil risiko investasi akan terbentuk.

Jika seorang investor merasa khawatir setiap kali melihat hasil investasi yang naik turun, maka lebih baik untuk melakukan penarikan portofolio yang diinvestasikan tersebut. Akan tetapi, jika seorang investor merasa nyaman melihat hasil investasi yang naik dan turun, Anderson menyarankan agar menambah kembali 10% lebih banyak dari pendapatan reguler di bulan depan, dan juga bulan berikutnya. “Terus tambah uang kamu, sampai kamu merasa bahwa ini sudah sesuai dengan profil risiko,” kata dia.

Melihat minat masyarakat yang cukup tinggi di pasar modal, Anderson optimistis pada kekuatan generasi milenial di Indonesia. Dia meyakini, kaum milenial akan mendorong pertumbuhan pasar modal Indonesia dalam waktu dekat. “Menurut saya, edukasi sangat penting untuk memastikan generasi muda Indonesia memahami pentingnya berinvestasi sejak dini,” kata pria yang masuk daftar 30 Under 30 oleh Forbes Indonesia di bidang finance and venture capital ini.

Dia juga masih optimis pada instrumen saham. Anderson meyakini, pasar modal Indonesia sudah cukup tangguh. Buktinya, masyarakat sudah melihat betapa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pulih dengan sangat cepat dari periode sebelumnya, dari ketika resesi dan penurunan di pasar.

Baca Juga: Investasi saham bermodal utang berujung rugi, ini pesan BEI untuk para investor

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×