kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.179   21,00   0,13%
  • IDX 7.053   69,44   0,99%
  • KOMPAS100 1.055   14,32   1,38%
  • LQ45 829   11,91   1,46%
  • ISSI 214   1,24   0,58%
  • IDX30 423   6,73   1,62%
  • IDXHIDIV20 510   7,74   1,54%
  • IDX80 120   1,64   1,38%
  • IDXV30 125   0,95   0,76%
  • IDXQ30 141   2,08   1,49%

Anderson Sumarli, CEO Ajaib Group yang mengawali investasi sejak umur 9 tahun


Jumat, 19 Februari 2021 / 14:21 WIB
Anderson Sumarli, CEO Ajaib Group yang mengawali investasi sejak umur 9 tahun
ILUSTRASI. Anderson Sumarli, CEO Ajaib Group. Berinvestasi tidak harus menunggu tua. Itulah prinsip Anderson Sumarli, Co-founder dan CEO Ajaib Group.


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berinvestasi tidak harus menunggu tua. Itulah yang menjadi prinsip Anderson Sumarli. Co-founder dan CEO Ajaib Group ini mulai berinvestasi sejak usia yang cukup belia.

Anderson berkisah pertama kali memulai berinvestasi saat berumur 9 tahun. Waktu itu, di surat kabar harian selalu memuat berita tentang harga saham harian. Hal ini kemudian memancing rasa penasaran Anderson. 

Kala itu Anderson mengikuti pergerakan harga saham harian dan mulai memperhatikan ada salah satu saham yang harganya meningkat secara konsisten. Kemudian, Anderson meminta bantuan ayahnya untuk berinvestasi saham. “Dan dari saham tersebut saya dapat return yang besar. Jadi, saya memulai investasi pertama saya karena rasa penasaran,” terang Anderson kepada Kontan.co.id.

Meski demikian, perjalanan investasi Anderson tidak selalu mulus. Dia mengaku pernah mengalami kerugian hingga jutaan rupiah. Di sisi lain, dia juga pernah mendapatkan keuntungan hingga jutaan rupiah.

Baca Juga: Deja Vu, Kasus Asabri Mirip Jiwasraya

Untung dan rugi dalam berinvestasi merupakan hal yang lumrah. Yang terpenting adalah memahami mengapa seorang investor membuat keputusan investasi tertentu dan merasa nyaman dengan profil risikonya.

Pria kelahiran tahun 1994 ini mengaku banyak berinvestasi di saham-saham telekomunikasi selama empat bulan terakhir ini. Hal ini mengundang tanya dari kawan-kawan Anderson, mengapa dirinya justru menyimpan saham telekomunikasi seperti PT Indosat Tbk (ISAT) dan PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM). Padahal, dua saham tersebut harganya tidak naik, bahkan kadang menurun.

Jawabannya, saham telekomunikasi ini dinilai masih prospektif. Anderson meyakini bahwa industri telekomunikasi akan diuntungkan dari pengembangan jaringan 5G dan digitalisasi dalam waktu dekat. Saat ini, Anderson pun telah memetik buah manis dari prinsip fundamentalnya. Jika digabungkan, kedua saham telekomunikasi tersebut sudah menghasilkan return lebih dari 100%.

Adapun saat ini portofolio Anderson didominasi oleh instrumen saham. Dia memilih instrumen saham karena dengan berinvestasi saham, berarti seseorang telah berinvestasi di sebuah perusahaan yang nyata, yang memiliki rekam jejak (track record), atau sejarah perusahaan yang menarik.

“Setiap saham adalah entitas hidup yang memiliki strategi, keuangan, dan produknya sendiri,” sambung pria yang memperoleh gelar sarjana ekonomi dengan predikat summa cum laude di Cornell University, New York, Amerika Serikat ini.  Saat ini 70% portofolio investasi Anderson berbentuk saham.

Baca Juga: Marak endorse saham, BEI diminta pelototi media sosial dan beri edukasi ke masyarakat



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×