Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Khomarul Hidayat
William tidak menampik bahwa kemungkinan besar saham-saham ini merupakan saham yang bepotensi untuk digoreng. ‘Bandar’ yang bertugas menggoreng kini berbalik menjual saham tersebut.
Presiden Direktur CSA Institute Aria Santoso menimpali, faktor fundamental emiten yang bersangkutan juga jadi penyebab saham-saham ini longsor.
“Bagi perusahaan yang tidak ada keuntungan atau pertumbuhannya, maka tidak heran menjadi kurang diminati investor,” terang Aria.
Baca Juga: Saham perbankan jadi biang penurunan indeks BUMN20, bagaimana rekomendasi analis?
Misalkan saja PT Pool Advista Indonesia Tbk (POOL) yang sahamnya anjlok 89,75% sejak awal tahun. Menilik laporan keuangan perseoran, POOL masih membukukan kerugian Rp 268,01 miliar pada kuartal III 2019. Kerugian ini membengkak dari kerugian pada kuartal III 2018 yang hanya Rp 75,58 miliar.
Selain itu, nilai wajar (fair value) dari beberapa saham-saham ini juga dianggap terlalu tinggi. Misalkan saja saham PT Pelat Timah Nusantara Tbk (NIKL). Aria mengatakan, saat awal tahun harga NIKL mampu menembus Rp 3.000-an per lembar. Nilai ini dianggap terlalu jauh dari nilai wajarnya.
Begitu pula dengan saham PT Alfa Energi Investama Tbk (FIRE) yang sempat menyentuh level Rp 11.000 per saham.
Baca Juga: Citigroup Sekuritas Indonesia: Tahun depan, IHSG berpeluang menembus level 7.000
“Jadi, secara alami para pelaku pasar kehilangan minat membeli. Harga menurun mendekati nilai yang lebih dekat dengan batas harga yang diterima oleh investor secara wajar,” kata Aria.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News