Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, Ariston Tjendra, menekankan pentingnya investasi menggunakan uang dingin. Investor juga harus memahami bahwa untung dan rugi merupakan bagian tak terpisahkan dalam berinvestasi.
Ariston berujar, memastikan investasi memakai uang dingin atau uang menganggur, penting dilakukan agar tidak mengganggu dana kebutuhan sehari-hari. Investasi menggunakan uang dingin memberikan rasa aman karena dana yang diinvestasikan bukan untuk kebutuhan primer seperti makan atau tempat tinggal.
Di samping itu, dana investasi yang bercampur aduk dengan dana primer bisa menyebabkan kerugian. Misalnya terburu-buru melikuidasi aset yang notabene untuk jangka panjang, maka investor berpotensi merugi karena harga jual mungkin lebih rendah daripada harga beli.
Baca Juga: Simak Tips Investasi dari Presdir Doo Financial Futures Ariston Tjendra
‘’Itulah pentingnya tadi tidak memakai uang personal. Dengan investasi memakai uang menganggur, ketika rugi pun, maka tidak akan melukai atau mengurangi gaya hidup kita sehari-hari,’’ kata Ariston kepada Kontan.co.id, belum lama ini.
Tentunya, Ariston mengatakan, investor pasti mencari keuntungan dan sangat menghindari kerugian dalam investasi. Namun investor terkadang lupa bahwa di balik keuntungan akan selalu ada risiko kerugian yang menyertai.
Menurut Ariston, pasang surut dalam berinvestasi adalah hal yang wajar. Yang terpenting, bagaimana cara investor mengelola kerugian tersebut agar bisa meminimalisir rugi sekecil mungkin.
Supaya investasi tidak boncos, maka investor wajib membekali diri dengan pengetahuan. Dengan begitu, investasi juga tidak asal ikut-ikutan teman karena takut ketinggalan atau dikenal saat ini dengan istilah Fear of Missing Out (FOMO).
Baca Juga: Tips Investasi ala Noviady Wahyudi, Konsisten Berinvestasi Sejak Muda
‘’Kita harus mengedukasi diri kita sendiri untuk memperbanyak pengetahuan tentang karakter dari investasi yang ingin kita inginkan,’’ imbuh Pria kelahiran Jakarta tersebut.
Ariston berpesan kepada investor pemula untuk tidak FOMO, supaya tidak mengulangi kisahnya dulu saat baru memulai investasi. Jauh sebelum menjabat pimpinan perusahaan saat ini, Ariston mengakui hanyalah amatiran dalam dunia investasi.
Dulu Ariston pernah mencoba trading perdagangan berjangka seperti komoditas kacang merah dan jagung di bursa Tokyo Commodity sekitar tahun 2000. Bahkan, Ariston rajin memantau running text yang terkadang ada di bagian bawah layar TV untuk menebak harga-harga komoditas tersebut.
Sayangya, trading komoditas kacang merah dan jagung yang dilakukan Ariston itu tak berbuah manis. Dia menyadari bekal pengetahuan dan motivasinya saat itu hanya ikut-ikutan teman.
Terlebih lagi, regulasi di industri berjangka belum ketat yang membuat rawan terjebak investasi bodong. Ariston kemudian baru juga menyadari bahwa trading berbeda dengan investasi.
Baca Juga: Tips Investasi Presiden Komisaris Kalbe Farma (KLBF) Vidjongtius: Start Small
‘’Saya lihat harga komoditas gampang ditebak, jadi gimana caranya dapatkan uang dari sini. Mulai cari-cari dan masuk ke industri ini, namun ternyata tidak seindah yang dibayangkan. Terlalu banyak risiko, bisa dibilang trading berjangka tidak segampang itu,’’ ujar Ariston.
Oleh karena itu, Ariston menuturkan bahwa penting untuk mengetahui produk sebelum memulai investasi. Kemudian perlu mengetahui bagaimana keuntungan bisa dihasilkan dan seperti apa cara membaca sinyal dari market.
Ariston tak menampik bahwa bekal pengetahuannya berinvestasi memang masih belum kuat. Waktu itu, motivasi dirinya memulai investasi hanya untuk memikirkan uang agar bisa berkembang dan bisa bermanfaat kelak di kemudian hari.
Ariston banyak belajar atas waktunya selama melanjutkan usaha konveksi milik orang tua dari tahun 1997 hingga 2004. Hanya saja, Ariston muda yang saat itu baru lulus kuliah dari Trisakti, belum banyak teredukasi soal investasi.
Kendati demikian, Ariston sangat beruntung saat itu rajin menabung ke bank hingga akhirnya bertemu dengan petugas yang menyarankannya investasi Dolar Amerika Serikat (AS). Nilai tukar rupiah kala itu melejit tahun 1997, dari Rp 2.000 menjadi Rp 17.000 per dolar AS.
Belum lagi, lanjut Ariston, bunga bank saat itu tembus 40% sebulan yang terjadi di sepanjang tahun 1997-1998. Sebelum akhirnya, kondisi berangsur normal setelah BJ Habibie naik menjadi Presiden.
‘’Keuntungan saat itu lumayan dari dolar yang melejit, ditambah waktu itu juga ada bunga bank tinggi,’’ tutur Ariston.
Baca Juga: Belajar Investasi Ala Direktur Utama Verona Indah Pictures (VERN) Pie Titin Suryani
Meski sudah 20 tahun menjadi investor pasar modal, Ariston terus belajar instrumen-instrumen investasi baru. Belakangan ini, orang nomor satu di Doo Financial Futures ini mulai mencoba investasi saham individu atau saham Single Stock Futures (SSF) dari Bursa Efek Indonesia.
Investasi saham memang sudah lama digelutinya yang dipercaya sebagai wadah untuk menampung dana jerih payah kerja.
Selain itu, Ariston menempatkan dananya sebagian ke emas batangan. Dia juga sempat mencoba kripto, namun tidak bertahan lama karena tidak tahan dengan volatilitas harga aset digital tersebut.
Adapun sejauh ini, aset properti merupakan porsi terbesar dalam portofolio investasi Ariston Tjendra. Pria 47 tahun ini membeli menyewakan beberapa kontrakan yang berada di dekat rumahnya.
Secara komposisi dari skala 1-100%, investasi Ariston di properti sebesar 60%. Sisanya 20% ditempatkan di emas, 10% dialokasikan di aset saham, serta 10% di produk-produk berjangka.
Baca Juga: Jurus Edwin Sebayang, Direktur Purwanto AM, Kelola Portofolio Investasi Pribadi
Ariston menekankan bagi investor terutama pemula untuk berinvestasi ke kepala terlebih dahulu. Dengan kata lain, investor pemula perlu membekali diri dengan pengetahuan yang cukup untuk memulai investasi.
Menurut Ariston, jika benar-benar memahami satu instrumen investasi, maka investor tidak perlu repot-repot diversifikasi, yang walaupun tidak disalahkan juga untuk diversifikasi.
Ketimbang membagi-bagi pos investasi, Ariston lebih menyarankan untuk memaksimalkan keuntungan di instrumen investasi yang benar-benar kita pahami.
‘’Asal kita tahu instrumennya seperti apa, cara kerjanya, maka kita tidak perlu memaksa diri untuk diversifikasi. Kita bisa fokus ke properti-properti saja, fokus ke emas-emas saja, tergantung apa yang kita tahu tentang produk investasi tersebut,’’ pungkasnya.
Selanjutnya: Transaksi E-Commerce Indonesia Kian Gendut
Menarik Dibaca: 5 Pilihan Bunga Penurun Kadar Gula Darah Tinggi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News