Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Mayoritas mata uang Asia terpuruk di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) pada tahun 2024. Prospek suku bunga Federal Reserve (The Fed) dan kondisi instabilitas domestik masih akan membebani mata uang kawasan Asia.
Berdasarkan data Bloomberg, won Korea (KRW) menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam setelah turun 12,49% terhadap dolar AS di sepanjang tahun 2024. Disusul yen Jepang (JPY) yang koreksi 10,48%, dolar Taiwan (TWD) melemah 6,35% dan rupiah (IDR) turun 4,38%.
Sementara itu, mata uang Asia yang catatkan kenaikan di tahun lalu adalah ringgit Malaysia (MYR) yang terlihat menguat 2,72% selama tahun lalu. Diikuti, dolar Hongkong (HKD) dan baht Thailand (BHT) yang masing-masing menguat 0,55% dan 0,13% terhadap the greenback.
Analis Doo Financial Futures Lukman Leong mengatakan, pasar mata uang Asia umumnya berbalik melemah terhadap dolar AS pada semester II-2024. Tekanan ini tidak terlepas dari arah suku The Fed yang berbalik arah dengan ekspektasi pemangkasan suku bunga yang lebih sedikit.
Dolar AS masih terus menguat karena dipengaruhi divergensi pada kebijakan bank-bank sentral utama dunia dengan The Fed. Meskipun The Fed memangkas suku bunga acuan, namun tren pemangkasan suku bunga juga terjadi di bank sentral utama lainnya.
Baca Juga: Rupiah Ditutup Melemah ke Rp 16.198 Per Dolar AS di Perdagangan Perdana 2025
Saat ini prospek pemangkasan suku bunga The Fed jauh lebih rendah daripada bank-bank sentral utama dunia lainnya seperti European Central Bank (ECB). Hal ini disebabkan oleh ekonomi AS yang masih kuat dan inflasi yang belum kunjung turun mencapai target.
Belum lagi, apabila faktor kebijakan tarif dari Presiden Terpilih Donald Trump diperhitungkan, yang akan kembali menaikkan inflasi di AS. Ini artinya, suku bunga akan tetap tinggi guna memerangi inflasi. Trump telah memberikan ancaman bakal langsung memberlakukan tarif impor saat hari pertama menjabat sebagai Presiden AS.
‘’Kemenangan Trump dan kekhawatiran kebijakan proteksionisme juga ikut mendorong pelemahan mata uang Asia,’’ jelas Lukman saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (2/1).
Lukman menyebutkan, Won Korea sempat pulih dan menguat di paruh kedua. Namun, won kembali terpuruk hingga mendekati level terendah dalam 16 tahun setelah terdampak gejolak politik dari dalam negeri. Krisis politik yang melanda Korea Selatan semakin mendalam setelah pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol.
Sementara untuk dolar Taiwan, Lukman melihat tekanan utama datang dari keperkasaan dolar AS. Dolar Taiwan pun berbalik melemah di Oktober 2024 hingga mencapai level terendah tahun 2024 dan paling lemah sejak Maret 2016.
Yen Jepang juga sama persis, mulai berbalik melemah di bulan Oktober. Bedanya, pergerakan yen lebih volatil karena intervensi Bank of Japan (BoJ) dan juga kebetulan Perdana Menteri PM baru Jepang yang menjabat mulai 1 Oktober 2024, merupakan sosok yang menentang kenaikan suku bunga.
Sedangkan untuk rupiah terbebani arus keluar (outflow) yang cukup besar. Selain faktor eksternal dolar AS, lemahnya daya beli dan masih tingginya suku bunga sangat memberikan sentimen negatif, dan kekisruhan seputar PPN 12% kian membebani.
‘’Bank Indonesia (BI) yang berjuang keras menahan tekanan dolar AS dikhawatirkan juga mungkin harus kembali mengerek suku bunga yang tentunya akan semakin membebani ekonomi dan sentimen keseluruhan,’’ imbuh Lukman.
Baca Juga: Simak Proyeksi Pergerakan Rupiah untuk Perdagangan Jumat (3/1)
Dengan perkembangan terbaru dan ekspektasi ke depan, Lukman menilai kemungkinan tidak ada mata uang Asia yang sanggup menguat di hadapan dolar AS tahun 2025. Satu-satunya mata uang Asia yang mungkin bisa positif terhadap dolar ialah yen Jepang karena hampir pasti menaikkan suku bunga acuan.
Namun langkah tersebut tidak akan berjalan mudah karena Perdana Menteri Jepang Ishiba memiliki pandangan yang lebih condong menentang pengetatan moneter. Saat ini, ekspektasi investor terhadap kenaikan suku bunga BoJ juga mundur ke bulan Maret 2025.
Lukman memproyeksi, apabila BoJ mengerek suku bunga sekali di bulan Maret, maka pelemahan yen bisa tertahan dan menguat di kisaran 147-150 di akhir semester I-2025. Sedangkan, rupiah diperkirakan akan tertekan ke level Rp 16.000 – 16.700 per dolar AS.
Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengatakan, dolar AS yang lebih kuat diperkirakan akan terus menekan mata uang Asia di awal 2025. Sikap The Fed yang kurang dovish akan menahan suku bunga tinggi lebih lama, ditambah prospek kebijakan Trump dapat mendukung pertumbuhan dan kembali memanasnya inflasi.
‘’Penguatan dolar AS didukung oleh ekspektasi bahwa kebijakan Presiden terpilih Donald Trump, termasuk peraturan yang lebih longgar, pemotongan pajak, kenaikan tarif, dan imigrasi yang lebih ketat, akan pro-pertumbuhan dan inflasi dan menjaga imbal hasil US Treasury tetap tinggi,’’ jelas Sutopo kepada Kontan.co.id, Senin (30/12).
Di lain sisi, ketidakstabilan ekonomi, sosial dan politik Asia dapat memicu arus keluar dan memperlambat pertumbuhan ekonomi Asia. Ketidakpastian kawasan Asia juga akan menghambat investasi Asing, yang pada akhirnya mengganggu stabilitas nilai tukar.
Sutopo menyebutkan, ketidakstabilan politik Korea telah menyebabkan kurangnya kepercayaan di kalangan investor, yang menyebabkan depresiasi mata uang won. Terbaru, Perdana Menteri sekaligus Presiden sementara Han Duck-soo telah dimakzulkan pada Jumat (27/12).
Sementara itu, pemberlakuan tarif dan hambatan perdagangan oleh AS-China telah memicu kekhawatiran ketidakpastian ekonomi. Sentimen ekonomi dari negeri tirai bambu tersebut telah berdampak negatif pada Yuan (CNY).
China bahkan kemungkinan membiarkan Yuan mengalami devaluasi, sehingga ekspornya menjadi lebih murah dan lebih kompetitif di pasar global. Kekhawatiran arus keluar modal dari China juga dapat memberikan tekanan Yuan.
Untuk prospek yen, juga masih menjadi pertanyaan. Hal itu karena BOJ belum bisa dipastikan akan mengerek suku bunga acuannya atau tidak.
Baca Juga: Kompak, Rupiah Jisdor Melemah 0,49% ke Rp 16.236 Per Dolar AS pada Kamis (2/1)
Dari beberapa komentar yang ambigu dari pejabat BoJ, kemungkinan menaikkan suku bunga untuk Januari masih belum pasti. Sehingga Yen diperkirakan masih akan tetap melemah, meskipun potensi intervensi dapat terjadi.
Rupiah Indonesia (IDR) sebagai salah satu mata uang Asia juga diproyeksi tertekan. Tanpa masalah internal pun, rupiah tetap melemah dan tertekan oleh Dolar AS, apalagi ditambah isu PPN 12% yang berefek negatif pada potensi perlambatan ekonomi.
Sutopo melihat, prospek rupiah terhadap dolar AS pada awal tahun 2025 menunjukkan tekanan dan potensi depresiasi yang berkelanjutan. Pemerintahan baru hingga sejauh ini masih terlihat kurang kompak untuk bisa menahan pengaruh kekuatan Dolar AS.
‘’Kekuatan dolar AS kemungkinan akan terus menekan rupiah,’’ tutur Sutopo.
Selanjutnya: Kejar Pertumbuhan Ekonomi 8%, Pemerintah Targetkan Investasi Rp 13.000 Triliun
Menarik Dibaca: Miss V Sehat Seperti Apa? Ini 4 Tanda Miss V Sehat yang Harus Moms Tahu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News