Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Kinerja PT Timah Tbk (TINS) merosot drastis sepanjang tahun 2015 lalu. Hal ini karena harga timah yang juga menurun dalam. Namun, TINS menargetkan tahun ini perseroan bisa kembali mencetak laba bersih di atas laba tahun 2014 lalu yang sebesar Rp 672,99 miliar.
Seperti diketahui, pada tahun 2015, TINS hanya mencetak laba bersih sebesar Rp 101,56 miliar, atau turun 85% year on year (yoy). Agung Nugroho, Sekretaris Perusahaan TINS mengatakan, kelesuan ekonomi Amerika dan China berimbas pada penurunan permintaan dan harga komoditas timah dunia.
Produktivitas sektor industri manufaktur secara global yang menurun itu membuat harga rata-rata timah tahun 2014 yang berada dikisaran US$ 21.686 per metrik ton merosot ke level US$ 16.186 per metrik ton di tahun 2015.
Nah, Agung menilai harga timah sudah menembus bottom level, sehingga, harga timah diprediksi bisa kembali naik. "Pada waktu harga minyak turun terus, harga timah tidak turun banyak. Saat ini sudah naik lagi. Walaupun kemarin berdarah-darah, kami yakin ke depannya akan bullish," ujarnya kepada KONTAN, baru-baru ini.
Ia mengatakan, jika harga timah bisa menembus US$ 18.000 per metrik ton, maka ia yakin harganya bisa mencapai US$ 21.000 pada tahun ini. "Jadi paling tidak paling tidak tahun ini akan ada pertumbuhan harga, karena tahun lalu sudah turun banyak," imbuhnya.
Dengan potensi kenaikan harga timah dan efisiensi yang dilakukan perseroan, Agung yakin, laba bersih TINS bisa kembali di atas laba tahun 2014. TINS juga menargetkan produksi bijih timah sebesar 30.000 ton dan logam timah sebesar 31.200 metrik ton. Sementara penjualan logam timah ditargetkan sebesar 31.000 ton.
TINS juga akan melakukan diversifikasi bisnis, salah satunya di sektor kelistrikan. Perseroan bakal membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berkapasitas 2x150 megawatt (MW). Nilai investasinya ditaksir Rp 1 triliun.
Untuk membangun pembangkit listrik ini, TINS akan mencari pendanaan eksternal dari pinjaman perbankan. Kemungkinan, perseroan akan menggunakan skema project financing dengan nilai pinjaman sebesar 70% dan sisanya sebesar 30% dari ekuitas. Sehingga, dana pinjaman yang dibutuhkan untuk proyek ini berkisar Rp 700 miliar.
Di bisnis ini, TINS menggandeng PT Adhi karya Tbk (ADHI). TINS mengempit mayoritas saham sebesar 51% dan sisanya dimiliki ADHI. Saat ini, TINS masih menunggu izin pembangunan PLTU ke Kementerian ESDM. PLTU itu berdiri di wilayah konsesi tambang batubara TINS, yakni PT Truba Bara Banyu Enim, di Muara Enim, Sumatera Selatan.
Tahun ini TINS menyiapkan belanja modal sekitar Rp 1,2 triliun untuk mendorong produksi dan diversifikasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News