Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Timah Tbk (TINS) berencana untuk melanjutkan pembatasan ekspor timah demi mengangkat harga timah dunia.
Meski begitu, Sekretaris Perusahaan PT Timah Tbk Abdullah Umar tidak merinci lebih lanjut terkait skema dan volume pembatasan ekspor yang akan dilakukan TINS tahun ini.
Sebelumnya, TINS sudah mengimplementasikan pembatasan ekspor timah sejak Juli 2019. Perusahaan pelat merah ini telah mengurangi ekspor 1.000 ton-1.500 ton per bulan.
Baca Juga: Timah (TINS) mulai lakukan pembangunan smelter berteknologi Ausmelt
Namun, sepertinya ikhtiar yang dilakukan TINS kurang membuahkan hasil. Melansir data Bloomberg, harga timah kontrak tiga bulanan di London Metal Exchange (LME) sepanjang 2019 lalu melemah 11,81%. Akhirnya, timah menjadi komoditas logam dengan kinerja terburuk.
Analis Samuel Sekuritas Dessy Lapagu menilai, diberlakukannya skema pembatasan dilakukan karena pemerintah yang ingin mengikuti efek skema pemotongan ekspor komoditas nikel ore yang berdampak pada naiknya harga nikel global. Hal ini karena Indonesia berkontribusi sekitar 25%-27% terhadap supply nikel global.
Namun, untuk skema pemotongan ekspor yang dilakukan oleh TINS, Dessy melihat hal ini belum memberikan hasil. Sehingga, hal ini berpotensi menggerus pendapatan TINS dalam jangka panjang.
“Sehingga produsen seperti TINS bisa terkena efek negatif dua kali. Pertama, harga timah global yang tidak naik signifikan. Kedua adalah potensi turunnya revenue dalam jangka panjang,” terang Dessy kepada Kontan.co.id, Jumat (31/1).
Samuel Sekuritas Indonesia masih melakukan kajian terhadap laporan keuangan akhir tahun 2019 dan laporan keuangan TINS pada kuartal I-2020 mendatang.
“Review dalam arti akan melihat efek pemangkasan volume ekspor terhadap pendapatan TINS,” sambungnya.
Sementara itu, Analis OCBC Sekuritas Inav Haria Chandra mengatakan, permintaan timah akan meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan solder yang merupakan imbas dari meningkatnya produksi white goods.
White goods dalam hal ini merupakan alat-alat rumah tangga yang membutuhkan listrik seperti kulkas, televisi, AC, dan sebagainya.
Ia merekomendasikan buy saham TINS dengan target harga Rp 1.100 per saham.
Baca Juga: Timah (TINS) bangun smelter baru berteknologi ausmelt
“Rekomendasi beli kami mencerminkan pandangan positif jangka panjang pada harga timah, yang diuntungkan dengan adopsi teknologi,” tulis Inav dalam riset, Rabu (8/1).
Sementara Dessy menilai prospek komoditas timah masih diselimuti awan gelap. Terlebih, saat ini hanya ada satu perusahaan di BEI yang bergerak di bidang pertambangan timah, yakni TINS.
“Sehingga kami masih rekomendasi netral untuk komoditas timah,” pungkas Dessy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News