Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten konstruksi swasta bisa terdampak negatif dari efisiensi anggaran yang dilakukan oleh pemerintah, meskipun minim.
Asal tahu saja, anggaran Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dipangkas imbas dari kebijakan efisiensi yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto.
Semula, pagu anggaran PU ditetapkan sebesar Rp 110,95 triliun pada pagu awal 2025. Kemudian, dipangkas sebesar Rp 60,46 triliun hingga hanya tersisa Rp 50,49 triliun untuk tahun ini.
Pemangkasan anggaran infrastruktur Kementerian PU tak hanya berdampak ke BUMN Karya, tetapi juga ke emiten konstruksi swasta.
Baca Juga: Menilik Prospek Kinerja Emiten BUMN Karya Usai Pemangkasan Anggaran Infrastruktur
Corporate Secretary PT Total Bangun Persada Tbk (TOTL) Anggie S. Sidharta mengatakan, saat ini TOTL masih tetap fokus pada spesialisasinya, yaitu konstruksi bangunan-bangunan tinggi, komersial,dan industrial dengan portfolio owner saat ini dari sektor swasta.
”Sehingga, dampak yang mungkin timbul atas pemangkasan anggaran infrastruktur pemerintah di tahun 2025 masih minim,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (25/2).
Per akhir Januari 2025, TOTL meraih nilai kontrak baru sebesar sekitar Rp 981 miliar yang terdiri dari konstruksi gedung sekolah dan data center.
“Saat ini tidak ada pembatasan pada kriteria pembangunan, selama TOTL dan project owner mempunyai visi dan misi yang sama dalam hal kualitas output pembangunan gedung yang akan dikerjakan serta masih dalam lingkup spesialisasi perusahaan,” ungkapnya.
Analis Kanaka Hita Solvera Andhika Cipta Labora menilai, pemangkasan anggaran PU akan menjadi sentimen negatif untuk emiten konstruksi swasta. Sebab, dengan dipangkasnya anggaran infrastruktur maka proyek dijalankan akan semakin sedikit.
Alhasil, emiten konstruksi swasta untuk saat ini kemungkinan hanya bisa memaksimalkan perolehan kontrak dari sektor swasta.
“Sebab, proyek dari pemerintah akan berkurang karena anggaran infrastruktur dipangkas,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (25/2).
Baca Juga: Efisiensi Anggaran Belanja Infrastruktur & Daerah Berdampak pada Pelemahan Daya Beli
Menurut Andhika, emiten konstruksi swasta tampaknya masih akan mencatatkan pertumbuhan untuk kinerja keuangan tahun 2024.
Sebagai catatan, sampai kuartal III 2024, emiten konstruksi swasta yang masih mencatatkan kinerja yang bertumbuh tipis hanya PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama Tbk (JKON) dan TOTL.
“Emiten konstruksi swasta yang masih membukukan kinerja negatif, seperti PT Acset Indonusa Tbk (ACST), nampaknya belum akan membaik dan menoreh laba di akhir tahun 2024,” ungkapnya.
Di tahun 2025, kinerja emiten konstruksi swasta diproyeksikan masih akan berat. Selain adanya pemangkasan anggaran infrastruktur, emiten konstruksi swasta juga dihadapkan oleh suku bunga Bank Indonesia (BI) yang masih tinggi.
Pergerakan harga saham emiten konstruksi swasta juga masih ada di fase downtrend.
“Sehingga, para pelaku pasar lebih baik wait and see terlebih dahulu di saham emiten konstruksi swasta,” tuturnya.
Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas melihat, pemangkasan anggaran infrastruktur memang tetap berdampak ke kinerja emiten konstruksi swasta, meskipun kontribusi proyek mereka mayoritas tidak berasal dari pemerintah.
“Pemangkasan anggaran juga akan berdampak menciptakan persaingan lebih ketat dengan emiten BUMN yang tidak hanya bersaing sesama swasta,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (25/2).
Untuk proyeksi kinerja tahun buku 2024, jika berdasarkan kinerja terakhir, emiten konstruksi swasta masih berpotensi mempertahankan pertumbuhan secara total, baik dari pendapatan maupun laba.
Namun, untuk tahun 2025, kinerja emiten konstruksi masih akan dipengaruhi kondisi ekonomi dan kebijakan pemerintah terkait infrastruktur.
Alhasil, Sukarno masih merekomendasikan wait and see untuk saham emiten konstruksi swasta, sembari melihat situasi pasar di tengah sentimen negatif dari eksternal dan domestik.
Baca Juga: Sektor Infrastruktur Tertekan Pemangkasan Anggaran, Cek Rekomendasi Analis
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta mengatakan, pemangkasan anggaran infrastruktur pagu 2025 seharusnya sudah terkondisikan.
“Sehingga, dampak negatifnya seharusnya sudah ter-priced in juga di tahun ini,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (25/2).
Strategi yang bisa dilakukan emiten konstruksi swasta untuk menanggulangi sentimen negatif tersebut adalah mendiversifikasikan portofolio proyek dari pemerintah sekaligus business to business (B2B).
Di tahun 2025, Nafan melihat emiten yang kemungkinan masih bisa mencatatkan kinerja bagus adalah TOTL.
“Namun, jika para emiten bisa menerapkan good corporate governance yang baik, kinerja mereka bisa tumbuh berkelanjutan ke depan,” ungkapnya.
Nafan pun merekomendasikan hold untuk TOTL dan ACST dengan target harga masing-masing Rp 465 per saham dan Rp 74 per saham.
Selanjutnya: Pertamina Bantah Oplos Pertamax dan Pertalite dalam Kasus Dugaan Korupsi Pertamina
Menarik Dibaca: Dukung Pengelolaan Sampah, Beiersdorf Gelar Program Peduli Diri dan Lingkungan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News