Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja PT Indika Energy Tbk (INDY) mengalami tekanan sepanjang tahun lalu. INDY membukukan kerugian senilai US$ 117,54 juta, naik dari kerugian bersih tahun sebelumnya yang hanya US$ 18,16 juta.
Membengkaknya kerugian bersih INDY tidak terlepas dari penurunan pendapatan emiten konstituen Indeks Kompas100 ini. INDY membukukan pendapatan senilai US$ 2,07 miliar, menurun 25,34% dari realisasi pendapatan tahun 2019 yang mencapai US$ 2,78 miliar.
Penurunan pendapatan INDY terutama disebabkan oleh menurunnya pendapatan anak usaha, yakni Kideco Jaya Agung sebesar 20,6%. Hal ini disebabkan harga jual rata-rata batubara yang menurun sebesar 16,1%, dari semula US$ 45,1 perton menjadi US$ 37,8 per ton pada tahun 2020. Volume penjualan juga menurun sebesar 5,4%, dari semula 34,9 juta ton menjadi 33,0 juta ton.
Head of Corporate Communication Indika Energy Ricky Fernando mengatakan, pihaknya telah menyiapkan sejumlah strategi untuk meningkatkan kinerja tahun ini, antara lain efisiensi biaya operasional.
Baca Juga: Anak usaha baru Indika (INDY) akan berfokus pada segmen kendaraan listrik roda dua
INDY juga menerapkan digitalisasi dalam kegiatan operasional, memperkuat sinergi di Indika Energy Group, serta mengoptimalisasi pengeluaran belanja modal atau capital expenditure (capex). INDY mengalokasikan dana belanja modal senilai US$ 130,7 juta untuk tahun ini.
Ricky mengatakan alokasi utama capex tahun ini sebesar US$ 80 juta digunakan untuk PT Petrosea Tbk (PTRO), sebesar US$ 14,3 juta dialokasikan untuk Interport, dan sebanyak US$ 12,9 juta untuk PT Kideco Jaya Agung. Capex digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan operasional termasuk pembelian peralatan dan pemeliharaan.
Sementara realisasi capital expenditure pada tahun 2020 adalah sebesar US$ 84,2 juta. Indika menggunakan US$ 34,8 juta belanja modal tahun lalu untuk pembangunan konstruksi fasilitas terminal bahan bakar oleh Interport di Kariangau, Kalimantan Timur, dan sebesar US$ 30,0 juta untuk Petrosea.
Baca Juga: Begini rencana DOID dan INDY saat harga batubara acuan naik
Diversifikasi jadi kunci
Ricky melanjutkan, INDY juga meningkatkan diversifikasi bisnisnya ke sektor non batubara. “Namun, tetap relevan dengan kompetensi utama kami di bidang energi dan pertambangan,” terang Ricky kepada Kontan.co.id, Kamis (8/4).
Baru-baru ini, bersama dengan anak usahanya yakni PT Indika Energy Infrastructure, INDY merambah masuk ke segmen kendaraan listrik melalui pembentukan anak usaha baru yakni PT Electra Mobilitas Indonesia (EMI). Nantinya, Electra Mobilitas Indonesia akan berfokus pada pengembangan dan penjualan kendaraan listrik roda dua.
Maret 2021 lalu, INDY juga mendirikan PT Empat Mitra Indika Tenaga Surya (EMITS), sebuah perusahaan penyedia solusi tenaga surya terintegrasi di Indonesia. INDY menargetkan EMITS dapat meraih kontrak sebesar 213 Megawatt Peak (MWp) pada tahun 2022 dan 1.171 MWp pada tahun 2025.
Baca Juga: Simak saham pilihan analis untuk Grup Indika
Dengan proyeksi tersebut, INDY menargetkan EMITS dapat memberi kontribusi pendapatan terhadap entitas induk sebesar US$ 271 juta pada tahun 2025. Diversifikasi ini merupakan strategi INDY dalam menargetkan 50% pendapatan berasal dari sektor non-batubara pada tahun 2025.
Dari sisi anak usaha, yakni PTRO di segmen kontraktor tambang dan PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk (MBSS) di segmen pengangkutan, juga akan lebih aktif mencari kontrak baru tahun ini.
Sementara dari sisi bisnis pertambangan batubara, INDY menargetkan produksi tahun ini mencapai 31,4 juta ton, dengan kontribusi tambang dari PT Kideco Jaya Agung sebanyak 30 juta ton dan PT Multi Tambangjaya Utama (MUTU) sebanyak 1,4 juta ton.
Baca Juga: Petrosea (PTRO) meraih kontrak anyar hingga Rp 2,7 triliun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News