Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi ekonomi global dan siklus bisnis yang mulai bergairah membuat sektor cyclical seperti batubara menarik untuk dilirik. Harga batubara yang berbalik naik juga mendukung pemulihan kinerja sektor batubara di tahun depan.
Tekanan ekonomi karena imbas pandemi, sempat menjatuhkan harga batubara di bursa ICE Newcastle kontrak Februari 2021 sentuh posisi terendah di US$ 54,65 per metrik ton.
Penurunan harga batubara tersebut lantas menyeret turun harga jual rerata atau average selling price para emiten batubara.
Dampaknya, hingga kuartal III-2020, kinerja emiten sektor batubara memang masih melemah. Lihat saja laba bersih PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menurun 44% secara tahunan (year on year/yoy) ke Rp 1,7 triliun. Penurunan kinerja juga terjadi pada PT Adaro Energy Tbk (ADRO).
Tercatat, pendapatan ADRO menurun 26% yoy menjadi US$ 1,95 miliar. Laba ADRO juga menurun 73,07% yoy menjadi US$ 109,37 juta. Kompak, laba PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) juga menurun 60,5% yoy menjadi Rp US$ 39,98%.
Baca Juga: Harga batubara membaik, kinerja Golden Energy (GEMS) mengkilap
Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony mengatakan penurunan kinerja sektor batubara hingga kuartal III-2020 diakibatkan penurunan harga batubara.
Analis Kiwoom Sekuritas, Sukarno Alatas menambahkan, permintaan batubara lesu akibat banyak industri mengurangi aktivitas saat pandemi. Penjualan sektor batubara pun tidak maksimal dan menurun.
Namun, Jumat (11/12), mengutip Bloomberg harga batubara menguat ke rekor tertingginya di US$ 81,5 per metrik ton. Sejak awal tahun harga batubara menguat 10,6%.
Kenaikan batubara ini membuat Sukarno memproyeksikan di tahun depan kinerja sektor batubara berpeluang pulih seiring pemulihan ekonomi. "Aktivitas industri juga akan kembali normal, permintaan batubara akan jauh lebih baik dibandingkan saat ini," kata Sukarno, Minggu (13/12).
Ke depan Sukarno memproyeksikan harga batubara bisa mencapai US$ 88 per ton. Apalagi, China sudah melakukan perjanjian kontrak pemesanan batubara dari Indonesia sebesar 200 juta ton.
Senada, Chris mengatakan harga batubara yang kembali menguat akan juga direspon positif oleh sektor cyclical ini. "Harga batubara menguat didukung dengan permintaan yang naik akibat pembalikan ekonomi di 2021," kata Chris.
Tentunya, prospek sektor batubara jadi menarik di tahun depan dengan kenaikan harga batubara yang Chris proyeksikan di US$ 90 per metrik ton pada 2021.
Dengan begitu, Chris memproyeksikan pendapatan emiten sektor ini bisa kembali meningkat 20%-30% dengan peningkatan laba bersih berkisar 50% di 2021. Sukarno juga memproyeksikan kinerja sektor batubara bisa tumbuh di atas 20% di tahun depan.
Akan tetapi risiko bagi sektor ini bisa muncul saat perkembangan jumlah kasus korona terus naik serta keefektifan vaksin yang akan didistribusi tidak sesuai harapan.
Dampaknya peningkatan ekonomi dan permintaan batubara bisa terganggu. Selain itu, Chris mengatakan sektor ini juga masih memiliki tantangan dari pemerintah yang belum menetapkan besaran pajak ekspor batubara.
Untuk jangka panjang, Sukarno menambahkan tantangan sektor batubara datang dari kampanye penggunaan energi terbarukan. "Sentimen energi terbarukan belum terlalu berpengaruh signifikan saat ini karena infrastruktur tersebut belum memadai," kata Sukarno.
Baca Juga: Kenaikan harga batubara akan memudahkan Bumi Resources (BUMI) untuk bayar utang
Chris menilai investor bisa mulai mengoleksi emiten sektor batubara di tengah tren kenaikan harga batubara. "Biasanya kenaikan harga batubara hingga siklus penurunan harga selama 2 tahun, sehingga saat ini memang cukup menarik," kata Chris.
Dari sisi valuasi, Chris menilai emiten sektor batubara yang menarik adalah PT Indika Energy Tbk (INDY), ADRO, PTBA, dan ITMG. Chris merekomendasikan buy INDY dengan target harga Rp 2.400. Sementara target harga ADRO di 1.800, PTBA di Rp 3.500 dan ITMG di Rp 24.000.
Kompak, Sukarno juga merekomendasikan buy untuk ADRO, ITMG, PTBA, INDY dan PT Harum Energy Tbk (HRUM). Valuasi saham pilihan Sukarno akan lebih menarik dengan asumsi pertumbuhan kinerja tahun yang cukup tinggi.
Hal ini membuat secara tidak langsung valuasi saham tersebut bisa lebih murah. Sukarno memasang target price masing-masing emiten batubara minimal 10% atau 15% dari harga saat ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News