Reporter: Dimas Andi | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lonjakan harga tembaga di pasar global berpotensi membawa berkah bagi emiten yang bergerak di sektor komoditas tersebut.
Mengutip situs Trading Economics, harga tembaga berjangka di pasar global berada di level US$ 5,54 per pon pada Jumat (11/1) atau terkoreksi 0,94% dibandingkan hari sebelumnya. Namun, bila dihitung dalam sebulan terakhir, harga tembaga melesat 14,41% month on month (MoM). Sedangkan sejak awal tahun, harga tembaga tumbuh 20,55% year to date (ytd).
Harga komoditas ini bahkan sempat menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa pada Selasa (9/7) lalu di level US$ 5,7 per pon.
Kenaikan tajam harga tembaga sangat dipengaruhi oleh kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengenakan tarif impor tembaga sebesar 50%. Tarif baru ini akan diterapkan mulai 1 Agustus mendatang.
Kebijakan ini diambil dengan tujuan mengurangi ketergantungan impor tembaga oleh AS. Namun, tarif baru ini diprediksi akan mengancam pasokan tembaga domestik, mengingat hampir setengah pasokan tembaga AS diperoleh dari Chili.
Baca Juga: Tarif Tembaga AS 50% Bikin Pasar Bergejolak, Kiriman dari Chile hingga China Naik
Investment Analyst Edvisor Provina Visindo Indy Naila mengatakan, di atas kertas tren kenaikan harga tembaga ini akan berpengaruh pada peningkatan margin keuntungan emiten tembaga, mengingat harga jual rata-rata atau average selling price (ASP) produk mereka melonjak.
Harga tembaga yang terus melambung juga menjadi berkah bagi emiten yang sudah mengembangkan fasilitas smelter komoditas tersebut. “Agenda ekspansi seperti proyek-proyek eksplorasi tembaga juga bisa terlaksana lebih cepat ketika harga komoditas ini tumbuh,” ujar dia, Jumat (11/7).
Di sisi lain, pengenaan tarif impor mencapai 50% oleh AS dapat mengganggu rantai pasok tembaga di seluruh dunia. Di sini, emiten mesti lihai dalam mencari pasar ekspor produk olahan tembaga yang masih menjanjikan di luar AS.
Baca Juga: Harga Tembaga Turun Usai Trump Umumkan Tarif Impor 50%
Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI) Muhammad Wafi menambahkan, PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) berpotensi menjadi emiten yang paling diuntungkan oleh tren kenaikan harga tembaga, mengingat kontribusi komoditas ini mencapai 90% dari total pendapatan emiten tersebut.
“Selain itu, tambang Batu Hijau adalah salah satu tambang tembaga terbesar di Asia Tenggara dan AMMN juga punya smelter sendiri untuk produk hilir,” ungkap dia, Minggu (13/7).
Merujuk keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI) beberapa hari lalu, Manajemen AMMN mengumumkan bahwa selama periode kuartal II-2025, perusahaan telah melakukan kegiatan eksplorasi di Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Blok II (Elang), III (Rinti), dan IV (Lampui) yang berlokasi di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Di sisi lain, tidak ada kegiatan eksplorasi lapangan di dalam Blok I (Batu Hijau).
Tercatat bahwa pengeluaran eksplorasi AMMN untuk kuartal II-2025 sekitar US$ 2,85 juta.
Selain AMMN, PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) juga berpotensi meraup untung atas kenaikan harga tembaga melalui proyek Tambang Tujuh Bukit meski masih dalam tahap persiapan produksi.
Baca Juga: Harga Tembaga Tetap Kuat di Tengah Keterbatasan Pasokan
Tidak hanya itu, tingginya harga tembaga juga bisa berdampak pada kelangsungan usaha PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) walau tidak signifikan. Sebab, porsi portofolio ANTM pada komoditas tembaga tergolong kecil atau di bawah 5%.
Wafi menjelaskan, tren lonjakan harga tembaga dapat berlanjut dalam jangka pendek dan menengah, sehingga ini bisa menjadi momentum peningkatan kinerja emiten-emiten produsen komoditas tersebut. Namun, untuk jangka panjang, ada potensi harga tembaga kembali terkoreksi atau mengalami fase normalisasi mengikuti kondisi permintaan dan penawaran.
Dia pun menyebut saham-saham seperti AMMN, MDKA, dan ANTM dapat dikoleksi dengan target harga masing-masing Rp 7.500 per saham, Rp 2.500 per saham, dan Rp 4.090 per saham.
Sementara menurut Indy, industri tembaga masih berpeluang untuk terus berkembang seiring tingginya kebutuhan tembaga sebagai komponen Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan baterai kendaraan listrik.
Indy menyebut saham MDKA dapat dipantau investor dengan target harga Rp 2.400 per saham.
Baca Juga: Tarif Impor 50% Tembaga dari Trump, Tak Pengaruhi Pasar Indonesia, Ini Sebabnya
Selanjutnya: Modal Rakyat Sebut Masyarakat Perhatikan Ini Sebelum Menaruh Dana di Fintech Lending
Menarik Dibaca: Apakah Jurusan Bahasa Terancam Tergusur AI atau Tidak? Ini Sederat Faktanya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News