kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45863,29   1,62   0.19%
  • EMAS1.361.000 -0,51%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Saham Perbankan Masih Merah, Ini Penyebabnya


Senin, 17 Juni 2024 / 19:22 WIB
Saham Perbankan Masih Merah, Ini Penyebabnya
ILUSTRASI. Kinerja saham emiten perbankan tercatat masih merah hingga hari ini. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/17/06/2024


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja saham emiten perbankan tercatat masih merah hingga hari ini. Sentimen pemberatnya mulai dari suku bunga Bank Indonesia (BI) yang masih tinggi hingga kekhawatiran membengkaknya non performing loan (NPL) bank.

Melansir RTI, saham perbankan empat besar mengalami penurunan kinerja secara year to date (ytd). Harga PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) saat ini ada di level Rp 4.310 per saham, sudah turun 14,23% sebulan dan 19,81% ytd.

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) saat ini ada di level Rp 4.180 per saham, turun 13,28% sebulan dan 26,99% ytd. PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) ada di level Rp 5.750 per saham, turun 9,8% sebulan dan 4,96% ytd.

Baca Juga: Saham Perbankan Konsisten Loyo, Ini Kata OJK

PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) saat ini ada di level Rp 9.200 per saham, turun 3,16% sebulan dan 2,13% ytd.

Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy melihat, kinerja fundamental perbankan di kuartal II 2024 kemungkinan tidak akan berbeda jauh dari kuartal I 2024 (kuartalan) maupun kuartal II 2023 (tahunan).

Hanya saja, jumlah NPL emiten bank saat ini dikhawatirkan meningkat akibat peningkatan transaksi untuk judi online. Hal itu yang akhirnya mempengaruhi kinerja saham emiten perbankan.

Asal tahu saja, total transaksi judi online di Indonesia mencapai Rp 100 trilun pada kuartal I 2024. Pemerintah telah memblokir 5.364 rekening bank selama periode 17 September 2023 hingga 22 Mei 2024.

Di sisi lain, pemburukan kualitas aset membayangi penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) di perbankan. Penyaluran KUR ke nasabah pun berpotensi terlambat. Salah satu pemburukan ini adalah adanya penggunaan dana KUR yang tidak tepat, termasuk untuk judi online.

“Kinerja perbankan big 4 mungkin akan tertahan karena masalah NPL ini. tetapi, tetap akan sedikit lebih baik daripada saham bank mid dan small cap,” ujarnya kepada Kontan, Senin (17/6).

Budi juga menggarisbawahi adanya aksi jual asing yang membuat harga saham emiten perbankan turun. Dalam seminggu, BBRI sudah dijual asing Rp 1,7 triliun. BBCA dijual asing Rp 475,9 miliar, BMRI dijual asing Rp 384,7 miliar, dan BBNI dijual asing Rp 266,6 miliar.

Jika investor asing berhenti jual, harga saham perbankan saat ini kemungkinan sudah mencapai level terendahnya. Namun, dengan adanya sentimen buruk, termasuk pelemahan rupiah dan judi online, ada kemungkinan penurunan harga saham perbankan masih akan berlanjut.

Sayangnya, fakta bahwa emiten perbankan jadi penghimpun dana Tapera juga dillihat Budi tak memberikan efek yang signifikan. Suku bunga BI yang masih tinggi di 6,25% juga dianggap bukan sebagai pemberat kinerja emiten perbankan.

“Yang lebih relevan terhadap kinerja mereka adalah net interest margin (NIM), NPL, Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO), dan Current Account Saving Account (CASA). Tidak ada yang tahu sampai kapan asing stop jual saham perbankan,” ungkapnya.

Budi pun melihat BBRI bisa dilirik investor karena memiliki koreksi harga yang tinggi akibat banyak dijual asing. Jika aksi jual asing ini masih berlanjut, harga saham BBRI bisa sampai ke sekitar Rp 3.900 per saham.

Pengamat pasar modal sekaligus Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat melihat, jumlah NPL judi online mungkin banyak, tetapi volumenya tidak terlalu besar. Alhasil, dampaknya ke kinerja emiten perbankan tidak signifikan, meskipun masih mengganggu.

“Volume utangnya tidak besar dan biasanya nominal di tabungan mereka juga tidak terlalu banyak. Ini mengganggu, tetapi tidak setara dengan saat perusahaan besar gagal bayar utang ke perbankan,” ujarnya kepada Kontan, Senin (17/6).

Baca Juga: Ini Saham-Saham Pilihan Dengan Valuasi Murah dari indeks IDX Value30

Teguh mengatakan, penurunan harga saham perbankan utamanya disebabkan oleh pelemahan rupiah. Hal ini tercermin dari masifnya asing yang melego saham perbankan, khususnya empat besar.

“Investor asing memilih jual saham perbankan, karena kena rugi kurs. Percuma jika kinerja fundamentalnya baik, tetapi rupiah masih terus melemah,” katanya.

Selain itu, suku bunga BI yang masih tinggi di level 6,25% juga memberatkan kinerja perbankan . Meskipun tidak secara langsung memberatkan kinerja bank, tetapi tingginya suku bunga BI bisa membuat bunga kredit meningkat yang berpotensi meningkatkan jumlah NPL.

Dengan sejumlah sentimen itu, asing diperkirakan masih akan melanjutkan aksi jual saham perbankan. Alhasil, harga saham perbankan masih akan turun dan masih belum tahu sampai kapan.

Salah satu cara untuk menghentikan aksi jual asing adalah kebijakan dari pemerintah yang bisa menghentikan pelemahan rupiah.

“Kenaikan laba perbankan saat ini belum mengimbangi pelemahan rupiah. Jika rupiah berhenti melemah, baru asing akan kembali belanja di sini,” paparnya.

Baca Juga: Efisiensi Proses Bisnis Bank Jatim (BJTM) Berkat ESG

Meskipun begitu, Teguh menilai masa-masa ini adalah kesempatan untuk akumulasi. Teguh melihat, investor bisa beli saham BBRI dan BBNI saat harga turun di Rp 4.000 – Rp 4.200 per saham. Nantinya, BBRI dan BBNI target harganya bisa naik ke Rp 6.000 – Rp 7.000 per saham.

Sementara, investor bisa beli saham BMRI saat harga turun ke Rp 5.500 per saham. Nantinya, target harga BMRI bisa naik ke Rp 7.000 per saham.

“Jika sebelumnya sudah punya saham-saham itu, hold saja. Jika belum punya, beli. Bisa juga untuk akumulasi,” tuturnya.

Sementara, BBCA belum direkomendasikan Teguh. Sebab, valuasi saham BBCA masih mahal di tengah sentimen buruk sektor perbankan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Pre-IPO : Explained Supply Chain Management on Efficient Transportation Modeling (SCMETM)

[X]
×