Reporter: Annisa Aninditya Wibawa | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Dua perusahaan semen terbesar di dunia yakni Holcim Ltd dan Lafarge SA akan melebur. Menurut Bloomberg, kedua perusahaan itu dalam tahap pembicaraan untuk membuat perusahaan semen raksasa dengan penjualan US$ 40 miliar setara Rp 450 triliun.
Bila ini terjadi, merger tersebut bakal berimbas ke PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB), sebagai anak usaha Holcim Ltd dan juga PT Lafarge Cement Indonesia.
Direktur Utama SMCB Eamon John Ginley mengatakan, saat ini, Holcim Indonesia masih dalam pembahasan kemungkinan penggabungan usaha oleh induknya itu. "Belum ada kesepakatan yang tercapai dan jaminan yang dapat diberikan bahwa hasil diskusi akan berujung pada suatu kesepakatan yang jelas," ujarnya, Senin (7/4).
Namun, Eamon meyakini, rekam jejak bisnis kedua perusahaan yang baik akan berdampak positif baik bagi para pelanggan, karyawan, dan pemegang saham. Sekadar informasi, Holcim Ltd. menguasai 80,65% SMCB melalui Holdervin B.V. The Netherlands.
Aksi ini memang belum ada kejelasan. Namun, bila ini terjadi maka peta bisnis semen di Indonesia akan terpengaruh dari aksi merger kedua perusahaan tersebut. Maklum, Lafarge juga mempunyai pabrik di Indonesia sejak 1994 melalui Semen Andalas.
Meski demikian, para analis melihat, rencana merger Holcim dan Lafarge tersebut tidak akan mengubah posisi penguasa pasar semen di Indonesia. Steven Gunawan, analis Batavia Prosperindo Sekuritas mengatakan, pangsa pasar Lafarge Cement sangat kecil di Indonesia. "Semen Andalas hanya berfokus di Aceh dan memiliki pangsa pasar sekitar 2%," kata Steven.
Karena itu, menurut Reza Nugraha, analis MNC Securities, pangsa pasar SMCB hanya akan bertambah sekitar 0,3% sampai 0,5% jika digabung dengan Lafarge. Maklum, saat ini, produksi Lafarge hanya 160.000 ton per Januari 2014.
Steven memperkirakan, pangsa pasar SMCB tak akan jauh bergerak dibanding 2013. Dia pun yakin, pemimpin pangsa pasar semen masih PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) yang menguasai 44,1% pasar semen per Januari 2014. Sementara, market share SMCB hanya 14,3%. Posisi SMCB juga masih jauh dari PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) yang memegang market share 30%.
Menurut Reza, merger hanya membuat SMCB lebih mudah memenuhi pendanaan. Selain itu, kata Steven, peleburan Holcim dengan Lafarge akan meningkatkan efisiensi dan mengangkat margin laba kotor SMCB.
Langkah tersebut bisa dilakukan dengan saling tukar teknologi atau restrukturisasi ulang rencana bisnis. “Namun tak akan besar pengaruhnya,” ujar Steven memprediksi.
Namun, kabar merger itu ikut mengangkat harga SMCB. Kemarin, harga SMCB meningkat 5,03% menjadi Rp 2.925 per saham.
Posisi harga SMCB itu, jauh dari target harga SMCB versi Steven yakni Rp 2.500 per saham. Karena itu, Steven merekomendasikan jual saham SMCB. Terlebih, "Penjualan semen masih akan melambat," tutur dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News