Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Yuwono Triatmodjo
JAKARTA. PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) harus merasakan efek negatif pelemahan nilai tukar rupiah di tahun 2013. Kinerja SMCB tertekan pelemahan rupiah yang menyebabkan beban biaya operasional meningkat.
Analis AAA Securities, Maula Adini Putri dalam risetnya, 6 Maret 2014 menyebutkan, rugi kurs SMCB tahun lalu tercatat Rp 184 miliar. Padahal di tahun 2012, rugi kurs SMCB cuma Rp 4 miliar.
Bahkan, beban bunga SMCB melonjak 63,2% year on year (yoy) menjadi Rp 197 miliar. "SMCB memiliki pinjaman dalam mata uang asing untuk membeli dan mengimpor sejumlah peralatan dari Jerman untuk pabrik baru di Tuban, Jawa Timur," tulis Maula.
Dampaknya, laba bersih SMCB susut 29,47% menjadi Rp 952,11 miliar dari sebelumnya Rp 1,35 triliun. Padahal disaat yang sama, pendapatan SMCB masih tumbuh 7,4% menjadi Rp 9,69 triliun.
Meski demikian, analis JP Morgan, Aditya Srinath, dalam risetnya, 27 Februari 2014, menyatakan, laba bersih SMCB tahun 2013 masih lebih tinggi 15% di atas prediksi dia. EBITDA SMCB yang sebesar Rp 2,6 triliun pun masih 13% lebih baik dari perkiraannya.
Pada tahun ini, Aditya memperkirakan, keuntungan operasional SMCB sedikit tertopang oleh pengoperasian pabrik baru di Tuban. Meski secara umum, keuntungan SMCB tahun ini diperkirakan turun sebagai dampak lanjutan pelemahan rupiah.
Lain lagi pandangan Reza Nugraha, analis MNC Securities. Dia bilang, kinerja SMCB turun lantaran perusahaan tidak efisien dalam hal distribusi, selain karena rugi kurs. "(SMCB) tidak memiliki gudang penyimpanan semen yang didistribusikan ke luar daerah," kata Reza. Hal ini menyebabkan beban pokok penjualan SMCB menjadi lebih besar.
Reza menambahkan, pada tahun ini, industri semen masih akan bertumbuh 7% hingga 10%. Ia menilai positif langkah SMCB membidik pasar Jawa Timur dengan membangun pabrik di Tuban. "SMCB akan bersaing dengan produsen semen terbesar saat ini, PT Semen Indonesia Tbk (SMGR)," katanya. Hal ini tentu menjadi katalis positif bagi SMCB.
Sebelumnya, SMCB hanya fokus pada pasar di Jawa bagian Barat, bersaing dengan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP). Namun, Reza berpendapat, pabrik baru SMCB belum akan optimal tahun ini sehingga belum banyak berkontribusi.
Aditya juga belum yakin, apakah SMCB dapat menyaingi kemampuan SMGR di Jawa Timur. Meski demikian, penyelesaian dua pabrik di Tuban pada kuartal I-2014 dan kuartal I-2015, seharusnya bisa meningkatkan margin, karena biaya distribusi semen untuk wilayah Indonesia Timur menurun.
Maula memprediksi, penjualan SMCB tahun ini akan naik 9,60% menjadi Rp 10,62 triliun. Sedangkan, laba bersih bakal naik sekitar 11,34% menjadi Rp 1,06 triliun. Maula mematok target harga SMCB di Rp 2.600 per saham dengan rekomendasi hold.
Sedangkan, Reza memperkirakan, pendapatan serta laba bersih INTP tahun ini tumbuh masing-masing 6% dan 8%. Dia merekomendasikan hold saham SMCB dengan target harga Rp 3.100.
Adapun, Aditya merekomendasikan overweight dengan target harga Rp 2.650. Kemarin, harga SMCB turun 0,67% ke Rp 2.770.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News