kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.907.000   -17.000   -0,88%
  • USD/IDR 16.210   0,00   0,00%
  • IDX 6.897   65,26   0,96%
  • KOMPAS100 1.002   13,05   1,32%
  • LQ45 771   10,32   1,36%
  • ISSI 224   1,60   0,72%
  • IDX30 397   5,48   1,40%
  • IDXHIDIV20 461   5,31   1,16%
  • IDX80 113   1,46   1,31%
  • IDXV30 113   0,44   0,39%
  • IDXQ30 129   1,86   1,47%

Penerbitan obligasi korporasi kian marak


Selasa, 29 September 2015 / 19:30 WIB
Penerbitan obligasi korporasi kian marak


Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Situasi pasar yang kurang kondusif di kuartal ketiga tahun 2015 diprediksi bakal memicu penerbitan obligasi korporasi yang marak jelang pengujung tahun. Namun, tren kenaikan kupon obligasi korporasi wajib dicermati para emiten.

Adapun realisasi penerbitan obligasi korporasi dari awal tahun hingga 29 September 2015 sudah mencapai Rp 52,62 triliun. Rinciannya, kuartal I 2015 sebanyak Rp 12,27 triliun, kuartal II 2015 sekitar Rp 24,57 triliun, serta kuartal III 2015 Rp 15,77 triliun.

Analis Millenium Capital Management Desmon Silitonga menuturkan, sepinya penerbitan obligasi korporasi di kuartal ketiga 2015 ketimbang kuartal sebelumnya merupakan imbas dari sentimen eksternal, semisal aksi Bank Sentral Amerika Serikat alias The Fed yang menunda rencana kenaikan suku bunga acuannya menjadi Oktober atau Desember 2015 mendatang. Dipadukan dengan perlambatan ekonomi China yang merupakan mitra dagang komoditas Indonesia, kinerja rupiah pun terombang-ambing.

Melemahnya mata uang Garuda pun memicu kenaikan yield Surat Utang Negara (SUN) yang menjadi acuan besaran kupon obligasi korporasi. Umumnya, para emiten menahan diri dalam meluncurkan obligasi akibat biaya dana (cost of fund) yang sudah melambung.

Oleh karena itu, Desmon menerawang, pada kuartal keempat 2015, penerbitan obligasi korporasi bakal lebih marak ketimbang kuartal sebelumnya. Sebab, emiten-emiten yang awalnya mengambil posisi wait and see akan merealisasikan rencananya guna menutupi kebutuhan dana. Misalnya untuk menutupi utang jatuh tempo alias refinancing.

Data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat, di kuartal keempat mendatang, total obligasi korporasi yang jatuh tempo mencapai Rp 10,315 triliun. Nilai tersebut berasal dari 23 emisi surat utang yang diterbitkan 20 emiten. Emisi tersebut terdiri dari 22 obligasi dan satu sukuk.

Kontribusi terbesar bersumber dari sektor keuangan Rp 8,843 triliun, sektor perkebunan Rp 700 miliar, sektor properti dan konstruksi Rp 500 miliar, sektor jasa ketenagalistrikan Rp 219 miliar, serta sektor ritel Rp 53 miliar.

Wajar Desmon memprediksi penerbitan obligasi korporasi hingga akhir tahun 2015 bakal melebihi Rp 60 triliun. Apalagi, biaya dana alias cost of fund (cof) penerbitan obligasi saat ini terbilang lebih rendah ketimbang pinjaman perbankan. “Kalau pinjaman bank sekarang sekitar 11%. Obligasi korporasi yang rating bagus dengan tenor tiga tahun sekitar 10%-10,5%, sehingga lebih menarik bagi emiten,” katanya.

Desmon menerawang, kupon obligasi korporasi pada pengujung tahun 2015 bakal lebih rendah hingga mencapai 9% - 9,5%. Faktor pemicunya, target inflasi Indonesia sebesar 4% (±1%) besar peluang terwujud.

Di sisi lain, ketidakpastian global akan berkurang seiring sikap The Fed yang optimistis akan mengerek suku bunga acuannya tahun ini. Pemerintah juga meracik paket kebijakan ekonomi jilid I dan II yang niscaya dapat mendorong situasi domestik agar lebih kondusif.

Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Anil Kumar sebaliknya justru menduga penerbitan obligasi korporasi di kuartal keempat akan melambat. Sebab, cof para emiten sudah tinggi. Apalagi ekonomi dalam negeri sedang melambat.

Sehingga, para emiten cenderung mengerem ekspansinya. “Kupon obligasi sudah tinggi. Emiten akan menggunakan dana internal, penerbitan saham baru, atau opsi tidak membagikan dividen ketimbang tambah utang,” tuturnya.

Anil menilai, di pengujung tahun 2015, kupon obligasi korporasi tenor tiga tahun dengan rating idAAA (Triple A) bakal berkisar 10% - 10,75%.

Guna menggenjot penerbitan obligasi korporasi, lanjut Anil, pemerintah harus mengerek permintaan. Misalnya dengan membuat pasar sekunder surat utang lebih transparan agar dapat menjaring investor ritel. “Harga dan market harus transparan. Selain itu, pemerintah juga bisa memberikan insentif ke pasar obligasi dengan menghilangkan pajak atas keuntungan obligasi dari saat ini 5%,” paparnya.

Anil menilai, penerbitan obligasi korporasi di tahun 2016 berpeluang lebih ramai. Dengan catatan, nilai tukar rupiah lebih stabil, ketidakpastian global menghilang, serta membaiknya perekonomian dalam negeri. Jika situasi belum kondusif, nilai emisi obligasi korporasi bisa lebih rendah ketimbang realisasi tahun 2015.

 Ia berpendapat, emiten sektor keuangan masih akan merajai aksi penerbitan surat utang. “Tapi emiten dari sektor yang searah dengan pembangunan nasional seperti konstruksi akan banyak menerbitkan obligasi juga,” terkanya.

Desmon menduga, di tahun 2016, penerbitan obligasi korporasi bisa mencapai Rp 55 triliun – Rp 60 triliun. “Obligasi korporasi yang jatuh tempo tahun depan sekitar Rp 48 triliun, minimal bisa segitu,” jelasnya.

Meskipun prediksi pertumbuhan ekonomi tahun depan direvisi dari semula 5,7% menjadi 5,3%, masih ada kenaikan pertumbuhan ekonomi ketimbang tahun 2015. Walhasil, emiten yang berencana ekspansi akan melirik obligasi korporasi sebagai salah satu sumber pendanaan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×