kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.900.000   26.000   1,39%
  • USD/IDR 16.295   0,00   0,00%
  • IDX 7.176   -23,15   -0,32%
  • KOMPAS100 1.044   -7,03   -0,67%
  • LQ45 815   -3,41   -0,42%
  • ISSI 226   -0,18   -0,08%
  • IDX30 426   -2,13   -0,50%
  • IDXHIDIV20 508   0,07   0,01%
  • IDX80 118   -0,55   -0,47%
  • IDXV30 121   0,13   0,11%
  • IDXQ30 139   -0,23   -0,17%

Obligasi korporasi tetap positif


Rabu, 26 Agustus 2015 / 10:05 WIB
Obligasi korporasi tetap positif


Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Kinerja obligasi domestik tahun ini kurang menggembirakan. Namun obligasi korporasi masih mampu memberikan return positif saat SUN terpuruk.

Indeks kinerja obligasi pemerintah yang tercermin pada INDObex Government Total Return per 24 Agustus 2015 minus 0,71% ketimbang akhir tahun 2014 atau year to date (ytd). Sebaliknya, indeks kinerja obligasi korporasi atau INDObex Corporate Total Return positif di 5,87% ytd. Sedangkan seluruh obligasi atau INDObex Composite Total Return naik 0,2% ytd.

Analis PT Infovesta Utama Praska Putrantyo menilai, karakteristik SUN  dan obligasi korporasi berbeda. Dengan pasokan SUN yang melimpah ketimbang obligasi korporasi di pasar sekunder, SUN cenderung lebih likuid dan reaktif terhadap sentimen yang beredar. “Maka SUN koreksi duluan,” tuturnya.

Efeknya, pergerakan instrumen surat utang emiten cenderung stabil. Apalagi mayoritas SUN bertenor panjang sehingga pergerakannya lebih fluktuatif. Menurut Praska, depresiasi nilai tukar rupiah menjadi salah satu alasan. Kusamnya kinerja rupiah memicu kekhawatiran investor asing. Sebab, ketika mereka mengonversikan dari rupiah ke dollar AS, porsi keuntungan menciut.

Apalagi risiko investasi di Indonesia meningkat. Ini tergambar dari angka credit default swap (CDS) lima tahun Indonesia per Selasa (25/8) yang mencapai 237,96. Ketimbang akhir tahun 2014, angka tersebut melambung 48,43%. “Meningkatnya CDS Indonesia tenor lima tahun hingga di atas level 200 memberikan sentimen negatif," tuturnya.

Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Anil Kumar menambahkan, perlambatan ekonomi dalam negeri ikut menyeret imbal hasil SUN. Pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2015 mencapai 4,67%, lebih rendah ketimbang pencapaian kuartal I 2015 sebesar 4,71%.

Lalu masih ada ancaman kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Sentral AS alias Federal Reserve, paling cepat pada September 2015.

Ditambah lagi cadangan devisa dalam negeri per Juli 2015 turun 0,37% atawa sekitar US$ 400 juta ketimbang bulan sebelumnya menjadi US$ 107,6 miliar. Artinya, kemampuan BI untuk mengintervensi rupiah pun mengecil.

Di tengah situasi ini, perusahaan investasi global JP Morgan menyarankan, investor melepaskan rupiah dan obligasi Indonesia. Institusi tersebut merevisi prospek obligasi Indonesia dari overweight menjadi sell.

Padahal sebagian besar surat utang digenggam asing. Situs Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan mencatat, per 24 Agustus 2015, dana asing di SUN Rp 533,54 triliun atau 38,36% dari total SUN.

Wajar, jika Anil menyarankan pemerintah  membentuk electronic trading platform guna menjaring investor domestik. Jika pasar obligasi didominasi investor domestik, maka hengkangnya investor asing tak lagi mengguncang pasar surat utang.

Anil memprediksi, harga obligasi akan kembali tertekan pada September 2015 menyusul kepastian The Fed mengerek suku bunga. Ia memprediksi, yield SUN seri acuan bertenor 10 tahun yakni FR0070 di 9,5% - 10%.

Praska menyarankan investor  masuk ke pasar obligasi setelah ada kepastian rencana The Fed pada September 2015 agar lebih aman. Namun Anil menyarankan, investor  menggeser portofolio mereka dari SUN jangka menengah atau panjang ke SUN bertenor pendek.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×