Reporter: Nadya Zahira | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga kripto mengalami tekanan di pekan ketiga bulan Januari 2024, sejak Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) Amerika Serikat menyetujui beberapa ETF Bitcoin spot pada Rabu (10/1).
Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur membenarkan hal tersebut. Dia menilai hal ini cukup mengejutkan karena banyak yang memprediksi harga akan melonjak.
Fyqieh pun menyebutkan beberapa faktor yang membuat harga kripto tertekan di antaranya yaitu, Industri merespons negatif, salah satunya manajemen aset global, Vanguard menyatakan menolak untuk merilis produk ETF di AS, sehingga membuat citra ETF negatif. Selain itu, Grayscale terus menjual Bitcoin yang menyebabkan volume arus keluar ETF besar.
Kemudian, faktor selanjutnya dia mengatakan yaitu profit taking, di mana Investor yang membeli kripto sebelum persetujuan ETF Spot mungkin mengambil keuntungan setelah harga naik.
Baca Juga: Pengawasan Bursa Kripto di Bawah OJK Akan Berdampak Positif
“Kondisi makroekonomi yang belum stabil masih menekan harga aset berisiko, termasuk kripto juga menjadi faktor membuat harga kripto menjadi tertekan,” ujar Fyqieh kepada Kontan.co.id, Senin (29/1).
Namun, dia menilai tekanan pada harga kripto tampaknya mulai melandai. Pada 29 Januari 2024, Bitcoin (BTC) dan Ethereum (ETH) telah menunjukkan pemulihan, meskipun masih jauh dari harga tertinggi mereka di awal tahun.
Terkait proyeksi harga kripto, Fyqieh memperkirakan bahwa harga kripto akan kembali naik dalam jangka panjang. Menurut dia, faktor-faktor yang dapat mendorong kenaikan harga antara lain, Ekonomi AS yang mulai stabil sehingga bisa mempercepat penurunan suku bunga.
“Faktor kedua datang dari Departemen Keuangan Amerika Serikat yang menunjukkan utang nasional mencapai rekor tertinggi US$ 34,1 triliun. Jumlah utang nasional ini menimbulkan kekhawatiran tentang kestabilan dolar Amerika Serikat,” kata dia.
Selain itu, dia mengatakan jika dilihat dari sisi pasar digital, maka rekor tertinggi utang nasional AS tersebut bakal membuat Bitcoin dan mata uang kripto lainnya menjadi pilihan bagi investor. Sementara untuk proyeksi pekan ini, pasar kripto dan Bitcoin kemungkinan besar akan kembali volatil melihat akan menjadi minggu yang sibuk.
“Fokus utama pelaku pasar adalah pada pertemuan FOMC pada Rabu, (31/4) untuk menentukan status tingkat suku bunga AS. Pelaku pasar bersiap menghadapi kemungkinan kebijakan The Fed yang akan mempengaruhi tekanan inflasi dan pasar tenaga kerja,” kata dia.
Dia menyebutkan bahwa Bitcoin (BTC) telah menunjukkan tanda-tanda penguatan yang mengesankan selama akhir pekan. Aset kripto ini berhasil rebound dari Moving Average 100-hari (MA-100) dan naik hingga mencapai Moving Average 50-hari (MA-50) di level US$ 42.840.
“Pada Senin pagi, 29 Januari pukul 08:00 WIB, Bitcoin bergerak di level US$ 42.050, tepat di bawah Moving Average 20-hari (MA-20),” sebutnya.
Baca Juga: Marak Kejahatan Industri Kripto, Tokocrypto Menggandeng Polri
Fyqieh menilai, pasar kripto selalu dinamis, dan Bitcoin tidak terkecuali. Jika BTC berhasil menembus MA-20, ada potensi kenaikan menuju US$ 43.300. Namun, penurunan ke level US$ 41.400 juga mungkin terjadi jika Bitcoin mengalami penolakan atau rejection di MA-20.
Sementara itu, di dalam negeri industri kripto masih terganjal pajak yang tinggi, sehingga sulit bersaing dengan pelaku kripto di luar negeri. Terkait hal ini, dia mengatakan bahwa pelaku industri kripto di Indonesia berharap pemerintah dapat menurunkan tarif pajak kripto yang saat ini.
Adapun pajak kripto di Indonesia terdiri dari, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11% atas setiap transaksi jual beli aset kripto, dan Pajak Penghasilan (PPh) final sebesar 0,1% dari nilai transaksi aset kripto.
“Tingginya pajak kripto di Indonesia membuat industri ini sulit bersaing dengan negara lain. Hal ini dapat dilihat dari volume perdagangan aset kripto di Indonesia yang masih rendah dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara,” kata Fyqieh.
Dengan demikian, banyak investor kripto Indonesia yang memilih untuk bertransaksi di luar negeri untuk menghindari pajak yang tinggi. Untuk itu, dia juga berharap pemerintah dapat mempertimbangkan beberapa hal berikut, menurunkan tarif pajak kripto agar lebih kompetitif dengan negara lain, serta memberikan insentif pajak untuk mendorong pertumbuhan industri kripto di Indonesia.
“Pemerintah juga perlu menyederhanakan regulasi pajak kripto agar lebih mudah dipahami dan dipatuhi oleh pelaku industri,” kata dia.
Selaras dengan hal ini, Financial Expert Ajaib, I Nyoman Bagus Panji Yudha Kusuma menyampaikan, pada awal pekan lalu, Bitcoin tergelincir di bawah US$ 40.000, turun 20% dari puncaknya, hingga mencapai sekitar US$ 38.600 pada perdagangan Selasa (23/1).
Nyoman mengatakan, penurunan Bitcoin terjadi setelah sempat mencapai level tertinggi US$ 48.983 di hari pertama kalinya ETF Bitcoin spot dapat diperdagangkan di Amerika Serikat (AS) pada 11 Januari 2024 setelah disetujui oleh regulator setempat pada 10 Januari 2024.
“Namun, sepanjang akhir pekan Bitcoin (BTC) telah rebound dari MA-100 hingga naik ke MA-50 di level US$ 42.840 pada Minggu (28/1),” kata Nyoman kepada Kontan.co.id, Senin (29/1).
Dia menilai, penurunan yang terjadi pada awal pekan lalu disebabkan oleh aksi sell the news dan reaksi ambil untung (profit taking) oleh sebagian besar investor. Investor telah melakukan akumulasi Bitcoin ketika berita terkait Blackrock yang mengajukan ETF muncul pada Juni 2023.
“Selain itu, pada hari Senin (22/1), Investor Gyrscale telah menjual Grayscale Bitcoin Trust (GBTC) senilai lebih dari $2 miliar sejak diubah menjadi ETF awal bulan ini,” kata dia.
Baca Juga: Pasar Kripto Panik, Harga Bitcoin Anjlok 20% Usai ETF Bitcoin Disetujui
Nyoman mengatakan, bahwa sebagian besar dari jumlah tersebut adalah harta kebangkrutan FTX yang melepas 22 juta saham senilai sekitar US$ 1 miliar juga menjadi salah satu penyebab penurunan Bitcoin awal pekan lalu.
Namun demikian, pada pekan ini, kata Nyoman pasar kripto cenderung akan wait and see karena bertepatan dengan investor yang menantikan hasil keputusan suku bunga acuan pada pertemuan FOMC yang akan berlangsung pada 30-31 Januari 2024. Pelaku pasar berekspektasi jika The Fed akan mempertahankan suku bunga di level 5,25% hingga 5,5% pada pertemuan mendatang.
Adapun, pelaku pasar juga akan mencermati perkiraan the Fed bisa memangkas suku bunga acuannya. Menurutnya, secara teknikal, penurunan Bitcoin berpotensi terjadi dan menuju ke level US$ 35.000 apabila tidak mampu bertahan di area support terdekat saat ini di $38.000.
“Jika kokoh bertahan di atas US$ 38.000 maka potensi naik ke area resistance terdekat berada di level US$ 45.500 dan selanjutnya di US$ 48.000,” kata dia.
Sementara untuk prediksi beberapa bulan ke depan, dia mengatakan bahwa Bitcoin halving keempat akan terjadi pada April 2024. Saat ini pergerakan Bitcoin berpotensi masuk ke fase atau siklus menjelang Bitcoin halving yang bisa disebut dengan Pre-Halving Period di mana penurunan yang biasanya terjadi menjelang sekitar 90 hari menuju Bitcoin Halving.
“Periode ini kemungkinan besar akan merepresentasikan kesempatan terakhir untuk membeli (akumulasi) Bitcoin dengan harga yang lebih rendah dan berpotensi menghasilkan keuntungan yang fantastis bagi investor dalam beberapa bulan setelah Halving,” kata dia
Namun secara historis, periode ini akan sangat menarik karena biasanya akan terjadi retracement selama periode tersebut. Dia mencontohkan, pada Bitcoin halving ketiga pada Mei 2020 dimana Bitcoin turun dari harga US$ 10.000 menjadi US$ 4.000 pada bulan Februari hingga Maret 2020.
Meski demikian, apabila terjadi penurunan, periode kali ini berpotensi tidak terlalu fluktuatif seperti sebelumnya, mengingat pasar ETF Bitcoin yang baru diresmikan di AS diharapkan membuka akses lebih luas untuk aliran dana masuk ke pasar kripto sehingga dapat menopang harga Bitcoin.
“Proyeksi ke depan terkait harga Bitcoin akan lanjut bullish khususnya pasca terjadinya Bitcoin halving yang secara historis berdampak positif dimana dapat mendorong harga beberapa bulan setelah halving,” ujarnya
Adapun, dengan penurunan suku bunga acuan The Fed dan inflasi tentunya juga akan memainkan peran penting dan berpotensi akan mendorong harga Bitcoin hingga akhir tahun ini dimana kami memprediksi akan menyentuh harga US$ 56.000 - US$ 59.000 pada akhir tahun 2024. Lebih tinggi dari pembukaan harga awal tahun ini di level US$ 44.270.
Baca Juga: Bitcoin Terus Tertekan Setelah Persetujuan ETF Spot
Harapan Pelaku Kripto di Indonesia
Untuk itu, dia mengatakan bahwa pelaku kripto di Indonesia berharap pemerintah dapat mempertimbangkan untuk menurunkan pajak kripto, sehingga hal ini dapat menarik lebih banyak investor dan pelaku bisnis kripto ke Indonesia.
Selain itu, dapat meningkatkan daya saing industri kripto Indonesia di tingkat global serta meningkatkan volume transaksi secara nasional.
“Hal ini juga dapat meningkatkan kepercayaan investor terhadap industri kripto Indonesia,” kata Nyoman.
Sedangkan untuk meningkatkan literasi kripto, Nyoman berharap pemerintah dapat bekerja sama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan literasi kripto di masyarakat khususnya dengan bursa bursa yang telah resmi terdaftar dan legal di Indonesia.
“Maka, dengan dukungan dari pemerintah, industri kripto Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan,” tutup dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News