Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konflik Israel-Hamas turut berdampak pada pasar kripto. Pasar kripto dan Bitcoin tengah berada di fase volatilitas yang tinggi pada pekan ke-2 bulan Oktober ini.
Berdasarkan data Coinmarketcap, harga Bitcoin (BTC) saat ini telah merosot turun di bawah US$ 27.000 atau setara Rp 424 juta di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang konflik antara Israel-Hamas. Aset digital ini juga dibayangi perilisan sejumlah data inflasi Amerika Serikat (AS) di bulan September 2023.
Trader Tokocrypto Fyqieh Fachrur menilai, penurunan harga Bitcoin dan aset kripto lainnya sejalan dengan tekanan pasar ekuitas global dan lonjakan harga minyak, menyusul konflik yang pecah di Timur Tengah.
Harga minyak terpengaruh oleh spekulasi para pelaku pasar bahwa perang tersebut dapat mengganggu pasokan, jika menyebar ke negara-negara tetangga seperti Iran, Suriah, atau Mesir.
“Sejauh ini konflik tersebut belum memberikan dampak yang signifikan terhadap pasar kripto, namun jika konflik ini semakin meningkat, hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya sensitivitas harga,” jelas Fyqieh dalam siaran pers, Kamis (12/10).
Baca Juga: Pasar Kripto Cenderung Wait and See Jelang Rilis Data Inflasi AS pada Pekan Ini
Fyqieh bilang, kekhawatiran pasar global saat ini terfokus pada potensi perluasan konflik ke negara-negara penghasil minyak terdekat, sehingga membuat investor tetap waspada.
Ketidakpastian ini telah mempengaruhi pasar kripto, sehingga menyebabkan penurunan karena melonjaknya harga minyak dan kekhawatiran terhadap perdagangan internasional.
Meskipun demikian, Fyqieh melihat masih ada secercah harapan bagi Bitcoin yang telah berhasil melewati guncangan geopolitik yang terjadi sebelumnya, seperti dampak sanksi yang dikenakan Amerika Serikat setelah invasi Rusia ke Ukraina pada awal tahun 2023.
“Pasar kripto telah menunjukkan ketahanan dalam menghadapi peristiwa geopolitik,” kata Fyqieh.
Fyqieh memandang bahwa aset kripto mungkin akan memainkan peran yang semakin penting dalam memberikan pilihan kepada investor selama masa gejolak geopolitik, seiring dengan semakin matangnya ekosistem, kejelasan peraturan, dan pertumbuhan penggunaan institusional.
Meskipun terlalu dini untuk menyatakan Bitcoin sebagai aset safe-haven, korelasi antara meningkatnya ketegangan geopolitik dan perubahan harga BTC menyiratkan kemungkinan adanya hubungan.
Terlepas dari volatilitas tinggi, pasar juga menunjukkan kecenderungan yang kuat untuk pulih dengan cepat setelah periode ketidakstabilan.
“Selama masa ini, Bitcoin memperoleh peningkatan minat dari investor institusi dan dana lindung nilai yang ingin mendiversifikasi portofolionya di tengah gejolak pasar. Ketertarikan ini memupuk gagasan Bitcoin sebagai lindung nilai risiko geopolitik," Fyqieh menambahkan.
Struktur aset kripto yang terdesentralisasi adalah salah satu yang memiliki ketahanan. Kripto tidak seperti aset tradisional yang terikat pada pemerintah atau lembaga tertentu, beroperasi pada jaringan yang terdesentralisasi, sehingga menjadikannya kurang rentan terhadap dampak langsung peristiwa geopolitik.
Tetapi perilisan hasil rapat komite FOMC dan data inflasi AS bulan September yang dipublikasikan pada Kamis (12/10) waktu setempat masih menjadi momok menakutkan bagi pasar kripto. Mayoritas aset berisiko seperti Bitcoin terpantau mengalami pergerakan turun.
Analisis Fyqieh, apabila data CPI berada di bawah angka 3.6% dan angka CPI inti berada di 4.1% atau lebih rendah, kemungkinan besar harga Bitcoin akan tetap berada dalam tren negatif.
Namun, jika CPI yang diumumkan melebihi atau sama dengan 3.7%, maka diharapkan Bitcoin bisa kembali menguat untuk kembali di level atas US$ 27.000.
“Pengumuman ini akan menjadi momen penting untuk memantau pergerakan pasar kripto dan bisa berdampak signifikan pada nilai Bitcoin," imbuhnya.
Fyqieh menuturkan, penting untuk dicatat bahwa penutupan harian di atas US$ 27.000 memiliki peran penting dalam menentukan arah pergerakan Bitcoin selanjutnya.
Selain itu, penutupan ini juga akan memengaruhi apakah Bitcoin akan tetap berada di atas EMA 50, yang bisa menjadi indikator penting bagi arah pergerakan di masa mendatang.
Kondisi saat ini menunjukkan potensi tingginya volatilitas karena Bitcoin berupaya keluar dari zona penurunan harga.
Jika berhasil keluar dari zona tersebut, level selanjutnya yang mungkin akan menjadi fokus adalah di antara US$ 26.600 hingga US$ 25.500, yang telah menjadi level support kuat sejak tahun 2023 dimulai.
Namun, jika Bitcoin terus mengalami kenaikan, ada peluang bahwa harga bisa mencapai US$ 28.000 dan bahkan menutup tahun ini di sekitar level US$ 30.000, asalkan tidak ada faktor sentimen negatif yang mengganggu.
"Kondisi makroekonomi dan konflik yang sedang berlangsung saat ini dapat membuat volatilitas di pasar kripto tetap tinggi. Oleh karena itu, investor dan trader perlu tetap waspada dan selalu menerapkan manajemen risiko yang baik sebagai bagian penting dari strategi mereka," pungkas Fyqieh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News