Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak melonjak 4% pada hari Senin (9/10), menutup sebagian dari penurunan tajam minggu lalu.
Bentrokan militer antara Israel dan kelompok Islamis Palestina Hamas, memicu kekhawatiran bahwa konflik yang lebih luas dapat menghantam suplai minyak dari Timur Tengah.
Melansir Reuters, harga minyak mentah Brent naik US$3 atau 3,6% menjadi US$87,59 per barel pada pukul 1646 GMT.
Baca Juga: Harga Emas Spot Melesat ke Level Tertinggi 1 Minggu karena Konflik Timur Tengah
Sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate(WTI) berada di US$85,89 per barel, naik US$3,15 atau sekitar 3,8%. Pada sesi tertinggi mereka, kedua tolok ukur ini melonjak lebih dari US$4, atau lebih dari 5%.
Minggu lalu, harga minyak mengalami penurunan mingguan terbesar sejak Maret. Brent turun sekitar 11% dan WTI turun lebih dari 8% karena prospek makroekonomi yang semakin suram meningkatkan kekhawatiran tentang permintaan global.
"(Sebuah) serangan terhadap Israel oleh Hamas dapat mendorong kawasan ini menuju perang, meningkatkan tawaran risiko geopolitik terhadap minyak mentah," kata analis Tudor Pickering and Holt, Matt Portillo.
Pada hari Sabtu, Hamas melancarkan serangan militer terbesar ke Israel dalam beberapa dekade. Israel membalas dengan gelombang serangan udara di Gaza.
Pelabuhan Ashkelon di Israel dan terminal minyaknya telah ditutup setelah konflik antara Israel dan kelompok Islamis Hamas, kata sumber-sumber pelayaran dan perdagangan.
Meletusnya kekerasan ini mengancam untuk menggagalkan upaya AS untuk menengahi pemulihan hubungan antara Arab Saudi dan Israel.
Di mana kerajaan tersebut akan menormalkan hubungan dengan Israel sebagai imbalan atas kesepakatan pertahanan antara Washington dan Riyadh.
Baca Juga: Wall Street Menguat, Dow Ditutup Hampir 200 Poin di Tengah Perang Israel-Hamas
Para pejabat Saudi dilaporkan pada hari Jumat mengatakan kepada Gedung Putih bahwa mereka bersedia untuk meningkatkan produksi tahun depan sebagai bagian dari kesepakatan Israel yang diusulkan.
Goldman Sachs mengatakan bahwa meskipun tidak melihat adanya dampak besar langsung pada persediaan pasar minyak dalam jangka pendek dari serangan tersebut, konflik ini mengurangi kemungkinan normalisasi hubungan Israel dengan Arab Saudi, dan peningkatan produksi Arab Saudi dari waktu ke waktu.
Riyadh dan Moskow telah menyetujui pemangkasan sukarela sebesar 1,3 juta barel per hari (bph) hingga akhir 2023 dan setiap gangguan baru akan memperburuk ketatnya pasokan karena sebagian besar analis memperkirakan pasar akan mengalami defisit pada paruh kedua tahun ini.
Para analis menyarankan implikasi dari konflik ini dapat mencakup potensi perlambatan ekspor Iran, yang telah tumbuh secara signifikan tahun ini, meskipun ada sanksi AS.
Produksi Iran telah meningkat hampir 600.000 barel per hari selama setahun terakhir. Sementara minyak mentah yang disimpan di dalam dan di luar negeri telah dijual ke pasar, mengurangi beberapa pengetatan yang dilakukan oleh Arab Saudi dan Rusia, kata Ole Hansen dari Saxo Bank.
"Jika AS menilai bahwa Iran terlibat dalam serangan Hamas, hal ini dapat menyebabkan AS 'memutar balik sekrup' pada ekspor minyak Iran dengan menegakkan sanksi yang lebih ketat," kata Caroline Bain, kepala ekonom komoditas di Capital Economics.
Baca Juga: Timur Tengah Memanas, Begini Dampaknya pada Harga Komoditas
Konflik ini kemungkinan akan menyebabkan volatilitas dan spekulasi yang lebih tinggi di pasar minyak, kata CEO Petrobras Brasil.
Di sisi permintaan, maskapai-maskapai penerbangan internasional utama telah menangguhkan atau mengurangi penerbangan ke atau dari Tel Aviv setelah serangan tersebut.
Konflik yang meluas dapat membuat harga minyak tetap tinggi dan berpotensi meningkatkan inflasi kata para analis, memaksa kenaikan suku bunga oleh bank-bank sentral yang dapat meredam permintaan minyak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News