kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.946.000   19.000   0,99%
  • USD/IDR 16.330   14,00   0,09%
  • IDX 7.345   -53,46   -0,72%
  • KOMPAS100 1.030   -14,36   -1,37%
  • LQ45 782   -6,67   -0,85%
  • ISSI 245   -3,19   -1,29%
  • IDX30 405   -3,55   -0,87%
  • IDXHIDIV20 467   0,58   0,12%
  • IDX80 116   -1,36   -1,15%
  • IDXV30 118   -0,58   -0,49%
  • IDXQ30 130   -0,02   -0,02%

Musim dingin belum memanaskan gas alam


Kamis, 12 November 2015 / 17:05 WIB
Musim dingin belum memanaskan gas alam


Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Menjelang musim dingin, permintaan gas alam belum terlihat meningkat. Ancaman suhu udara di atas normal membuat harga tertekan.

Mengutip Bloomberg, Kamis (12/11) pukul 13.15 WIB, harga gas alam kontrak pengiriman Desember 2015 di New York Mercantile Exchange naik tipis 0,1% dari sehari sebelumnya ke level US$ 2,266 per mmbtu. Sepekan terakhir gas alam anjlok 4,1%.

Pada perayaan hari Thanksgiving di Kamis keempat bulan November, penduduk AS diperkirakan tidak membutuhkan pemanas ruangan. Pasalnya, MDA Weather Services meramalkan suhu udara di Midwest dan Timur AS hingga 26 November mendatang akan berada di atas normal.

"Kami masih terus melihat suhu sangat sangat kuat di bagian Timur AS," ujar Teri Viswanath, Director of commodities strategy pada BNP Paribas SA di New York, seperti dikutip Bloomberg.

Menurut rata- rata survey Bloomberg terhadap 14 analis, data cadangan gas alam per 6 November yang akan dirilis pemerintah akhir pekan ini naik 49 miliar kaki kubik menjadi 3,98 triliun. Angka tersebut lebih tinggi dari rata-rata peningkatan tiap minggunya dalam lima tahun terakhir yakni sebesar 23 miliar kaki kubik. Dengan demikian, kenaikan harga gas alam telah terjadi selama 31 minggu berturut-turut atau yang terpanjang sejak November 2014.

Pengamat Komoditas SoeGee Futures, Ibrahim memperkirakan permintaan gas alam baru akan naik di minggu pertama bulan Desember, seiring dengan mulainya musim dingin di AS, Eropa, dan sebagian negara Asia. "Akhir November permintaan masih relatif kecil karena suhu udara belum terlalu dingin," paparnya.

Di saat permintaan lemah, pergerakan harga terseret oleh sentimen negatif spekulasi kenaikan suku bunga The Fed. "Saat kenaikan suku bunga kembali didengungkan, indeks dollar kembali menguat. Ini yang ditakutkan oleh pasar komoditas sehigga investor sulit melakukan pembelian," lanjut Ibrahim.

Bank Sentral Eropa (ECB) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini dari 3% menjadi 2,9% sehingga turut menyeret harga komoditas.

Ibrahim menduga, pelaku pasar sempat memanfaatkan penurunan harga gas alam pada Rabu (11/11) kemarin untuk aksi bargain hunting. Maklum, harga sudah menyentuh US$ 2,263 per mmbtu atau yang terendah sejak 4 November lalu. Data ekonomi China yang dirilis pekan ini pun belum menunjukkan hasil positif yang dapat mendorong kenaikan harga gas alam.

Seperti produksi sektor industri bulan Oktober secara tahunan turun tipis menjadi 5,6% dari sebelumnya 5,7% dan fixed asset investment dalam sembilan bulan pertama tahun ini turun menjadi 10,2% dibanding periode sama tahun lalu 10,3%. "Aksi bargain hunting bisa berlanjut ke profit taking pada akhir pekan," imbuhnya.

Namun demikian, upaya China yang akan melakukan perubahan pada tenaga listrik dapat menjadi peluang gas alam jangka panjang. Saat ini, negeri Tiongkok sedang mengkampanyekan penggunaan gas alam sebagai pembangkit listrik.

Pidato dari para pejabat Bank Sentral di negara - negara bagian AS akan menjadi fokus perhatian pasar pekan ini. Demikian juga dengan pidato Gubernur The Fed Janet Yellen pada Kamis malam (12/11). Jika para pejabat The Fed kembali membicarakan kenaikan suku bunga akhir tahun, maka Ibrahim memprediksi potensi rebound gas alam semakin tipis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×