Reporter: Kenia Intan | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) kedatangan banyak penghuni baru sepanjang tahun 2021. Mengutip data BEI per 21 Desember 2021, sejauh ini ada 54 perusahaan tercatat baru dengan perolehan dana hingga Rp 62,61 triliun.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna optimistis aktivitas pencatatan di tahun 2022 akan lebih baik dibanding tahun ini. Optimisme tersebut ditopang pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2022 yang diperkirakan mencapai 4,7% hingga 5,5% atau meningkat dibandingkan tahun 2021 yang diprediksi 3,2 % hingga 4,0%.
"Keberlanjutan perbaikan ekonomi domestik dan global serta indikator-indikator di pasar modal Indonesia yang relatif baik, telah menimbulkan antusiasme bagi para pelaku pasar modal," jelas Nyoman.
Asal tahu saja, saat ini bursa masih mengatongi 25 calon emiten dari berbagai sektor dalam pipeline.
Baca Juga: Saham Adaro Minerals (ADMR) Bisa Dipesan Mulai Hari Ini, Begini Cara Memesannya
Senada, Head of Investment Research Infovesta Utama, Wawan Hendryana menjelaskan, tingginya minat IPO masih akan berlanjut tahun depan karena kepercayaan investor semakin menguat.
Hal tersebut tidak terlepas dari pemulihan ekonomi dan IHSG yang telah terjadi di sepanjang tahun ini. Kendati memiliki potensi yang baik, Wawan meragukan perolehan dana aktivitas IPO tahun depan akan setinggi tahun ini.
"Di tahun ini ada dua IPO jumbo, MTEL dan BUKA. Tahun depan rekor Rp 62 triliun belum tentu terulang," ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (28/12).
Adapun di tahun depan, saham-saham IPO di sektor perbankan, consumer good, dan telekomunikasi terutama tower akan lebih diminati dibanding yang lain. Sektor-sektor tersebut dipandang menguntungkan seiring dengan pemulihan ekonomi. Sementara untuk sektor telekomunikasi yang justru berkembang di tengah pandemi, dinilai masih akan defensif.
Baca Juga: Adaro Minerals Menetapkan Harga IPO Rp 100 per Saham
Riset Mirae Asset Sekuritas Indonesia yang ditulis oleh Emma Fauni juga dijelaskan, antusias perusahaan untuk go public masih akan solid di tahun 2022. Apalagi kabar yang beredar, ada tiga start up unicorn yang akan IPO di semester I 2022 yakni GoTo, Traveloka, dan Si Cepat.
Menanggapi unicorn yang berminat go public, pihak BEI sebelumnya sempat mengungkapkan, pada prinsipnya bursa menyambut baik berbagai sektor maupun ukuran perusahaan yang akan melakukan fund raising di pasar modal.
"Kami berkomitmen untuk menjadikan BEI sebagai house of growth bagi seluruh karakteristik perusahaan-perusahaan potensial di Indonesia dengan menjadi bursa yang adaptif dan kompetitif," ujar Nyoman lagi.
Asal tahu saja, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 22/POJK.04/2021 tentang penerapan klasifikasi saham dengan hak suara multiple (SHSM) atau multiple voting shares (MVS) yang disahkan beberapa waktu lalu.
Dalam catatan Kontan disebutkan, kebijakan ini merupakan upaya mendorong pendalaman pasar keuangan, khususnya sektor pasar modal, dengan cara mengakomodasi perusahaan yang menciptakan inovasi baru dengan tingkat produktivitas dan pertumbuhan yang tinggi untuk mencatatkan efeknya atawa listing di bursa.
Baca Juga: Induk Usaha NET TV IPO Saham, Ini Harga dan Jadwal Penjualan
Wawan mengomentari, kebijakan MVS ini memang dapat mengakomodasi perusahaan-perusahaan yang di bawah kendali bisnis pendirinya, walaupun saham pendiri bukan mayoritas. Biasanya, investor justru tertarik berinvestasi karena percaya pada visi pendirinya.
Oleh karena itu, aturan ini akan memuluskan perusahaan-perusahaan seperti GoTo ataupun perusahaan fintech untuk melantai di bursa.
Semarak IPO tahun 2021
Sebagai gambaran, maraknya IPO sepanjang tahun 2021 mengungguli capaian tahun 2020. Emma dalam risetnya mengungkapkan, capaian jumlah dana IPO tahun ini merupakan yang tertinggi dibanding jumlah dana IPO tahunan yang biasanya diperoleh.
"Kami mencatat, ada lebih banyak perusahaan yang berhasil mengumpulkan dana yang lebih besar tahun ini," tulisnya.
Asal tahu saja, tahun ini bursa kedatangan PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) dengan perolehan dana hingga Rp 22 triliun. Setelahnya ada PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) dengan perolehan dana hingga Rp 18,8 triliun.
Baca Juga: BEI Mengubah Aturan Pencatatan Saham, Ini Poin-Poinnya
Sepengamatannya, aktivitas IPO mulai meningkat di kuartal III 2021, tren ini terus berlanjut di kuartal IV 2021. Kondisi ini sejalan dengan aktivitas IPO global yang memecahkan rekor peningkatan yakni terkerek 60% baik dari sisi volume maupun hasil.
Mirae Asset Sekuritas meyakini, meningkatnya momentum IPO di tahun 2021 beriringan dengan pemulihan ekonomi global yang dibarengi dengan kuatnya pertumbuhan pendapatan perusahaan.
Likuiditas global menjadi faktor pemicu lainnya. Adapun likuiditas itu tidak terlepas dari pandemi Covid-19 yang mendorong bank sentral berbagai negara mengucurkan dana guna mendukung pemulihan ekonomi.
Dari sisi permintaan, saham IPO masih diburu karena investor mengejar pertumbuhan harga. Walau begitu, pelaku pasar perlu berhati-hati, meningkatnya investor ritel yang cenderung berpandangan jangka pendek berpotensi memberatkan pergerakan harga saham-saham baru.
Sebagai catatan, salah satu saham baru BUKA tertekan 40% sejak IPO. Asal tahu saja, meningkatnya investor ritel tidak terlepas dari IPO elektronik yang dikenalkan bursa. Ini mendukung partisipasi dari investor yang lebih tinggi sehingga muncul antusiasme yang kuat.
Sementara itu, Wawan Hendryana mencermati, IPO mini justru banyak memberikan profit di awal perdagangan di banding IPO jumbo. Ia mencermati, semakin banyak saham beredar, semakin berat pergerakannya untuk naik. Ini karena banyak investor yang harus yakin bahwa prospek saham tersebut akan baik untuk mendorong kenaikan harga saham.
Baca Juga: Adaro Minerals Akan Meraup Dana IPO Rp 604,86 Miliar
Walau demikian, Wawan percaya, harga saham akan selalu kembali mencerminkan ekspektasi kinerja emiten di masa depan. Sebagai contoh, MTEL sudah cenderung positif dibanding IPO karena investor yakin dengan potensi kinerjanya.
Berkaca dari pengalaman ini, Wawan pun menyarankan investor dengan pandangan jangka pendek untuk tidak masuk ke saham-saham yang masih merugi.
Kalau pun tertarik, mereka lebih baik punya exit strategi yang jelas. Misal cutloss kalau turun lebih dari 10% atau profit taking setelah naik 25%. Sementara untuk investor yang punya pandangan jangka panjang, disarankan untuk tidak buru-buru masuk pada IPO jumbo, bisa wait and see dahulu kemudian baru masuk setelah trennya naik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News