kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Maju mundur emiten konstruksi


Senin, 27 November 2017 / 07:48 WIB
Maju mundur emiten konstruksi


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah melonjaknya perolehan kontrak, emiten sektor konstruksi dilanda isu perubahan pendanaan yang menekan harga saham. Namun, kinerja keuangan dan aksi korporasi emiten sektor konstruksi di 2018 diproyeksi tetap positif.

Berdasarkan data RTI, dari awal tahun hingga Jumat (24/11), tiga emiten konstruksi, yaitu PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Waskita Karya Tbk (WSKT) dan PT PP Tbk (PTPP) mengalami diskon harga saham lebih dari 10%. Sementara, di periode yang sama, harga saham PT Adhi Karya Tbk (ADHI) terpangkas sekitar 1,92%.

Calvin Anthrasal, Analis Henan Putihrai, mengatakan, sejak awal tahun hingga akhir 2017, sentimen untuk sektor konstruksi sedang negatif. Meski secara kinerja, sebenarnya semua emiten konstruksi, khususnya Badan Usaha Milik Negara (BUMN), membukukan peningkatan laba bersih cukup signifikan.

Contohnya, WSKT membukukan laba bersih Rp 2,9 triliun atau naik 169% secara year on year (yoy). "Jadi dari sisi kinerja, sebenarnya perusahaan konstruksi sedang naik-naiknya, namun memang sentimen untuk konstruksi sedang kurang baik," kata Calvin, Jumat (24/11).

Sentimen negatif tersebut datang dari investor yang saat ini cenderung ragu dan was-was apakah para emiten konstruksi tersebut mampu mendanai semua kontrak yang telah didapatkan dan selesai pada waktu yang tepat. Calvin mengatakan kini penerimaan kontrak emiten sektor konstruksi telah mencapai angka yang sangat besar.

Ambil contoh, WSKT tengah memegang kontrak Rp 120 triliun. "Mereka otomatis butuh pendanaan besar untuk mendanai semua proyeknya. Karena beban besar itu, investor cenderung waswas dan berakibat harga saham jadi memerah," kata Calvin.

WSKT membutuhkan dana Rp 100 triliun untuk masa pengerjaan kontrak tiga tahun ke depan. Terutama di 2018, WSKT perlu mencari dana sekitar Rp 50 triliun.

Untuk itu, WSKT mengupayakan alternatif pendanaan dari proyek turnkey LRT Palembang, yang bisa menyumbang Rp 30 triliun. Sementara, Rp 20 triliun sisanya dicari melalui obligasi, MTN, pinjaman, initial public offering (IPO) anak usaha atau divestasi jalan tol.

Calvin menganalisa, solusi atas masalah pendanaan proyek WSKT akan mulai terlihat di pertengahan 2018. "Kemungkinan besar, divestasi atau IPO anak usaha WSKT akan terlaksana pada pertengahan 2018," kata Calvin.

Sementara untuk PTPP dan WIKA, Calvin melihat kondisi pendanaan kedua perusahaan tersebut aman. Terutama PTPP sudah memiliki alternatif pendanaan dari IPO anak usaha dan telah memegang cash Rp 7 triliun.

Pelaku pasar juga hati-hati lantaran khawatir terjadi perubahan skema pendanaan. Pekan lalu, Kementerian BUMN sempat melontarkan usulan agar PT KAI tak menjadi investor di proyek light rail transit Jabodebek. Memang belakangan, pemerintah memastikan KAI tetap jadi investor. Cuma, pelaku pasar sempat khawatir dan harga saham BUMN konstruksi merosot.

Proyeksi 2018

Analis Indo Premier Sekuritas Eveline Liauw menilai, risiko pendanaan proyek emiten sektor konstruksi dapat diimbangi dengan usaha precast yang menawarkan margin lebih tinggi. "Kami mulai mencakup saham beton precast dan merekomendasikan buy untuk PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON) dan PT Waskita Beton Tbk (WSBP)," tulis Eveline dalam riset yang dirilis 13 November 2017.

Anak usaha WIKA dan WSKT di bisnis precast diprediksi bisa memberi laba bagi induk usahanya. Pasalnya, persaingan di bisnis produksi beton pracetak saat ini masih terbatas, tapi margin bisa lebih baik. "Kami percaya faktor-faktor ini bisa menurunkan risiko pendapatan emiten sektor konstruksi yang mengalami masalah pendanaan proyek," kata Eveline.

Secara keseluruhan Calvin memprediksi kinerja sektor konstruksi di 2018 akan positif. Hal ini didukung fokus Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dalam membangun infrasrtuktur. Untuk 2018, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) pun kembali ditingkatkan hingga Rp 400 triliun. "Hal ini menguntungkan sektor konstruksi, terutama BUMN yang memiliki kapitalisasi dan kapabilitas memadai untuk proyek pemerintah," kata Calvin.

Bahkan, bila Joko Widodo kembali terpilih menjadi presiden yang kedua kalinya, kinerja sektor konstruksi yang positif akan berlanjut. Calvin mengatakan dari pembangunan jalan tol saja, ingin ditambah menjadi 2.000 kilometer.

Hanya saja, jelang tahun politik di 2019, investor perlu mencermati prospek kelangsungan proyek-proyek yang telah diterima dan pendanaannya.

Jika dilihat dari neraca keuangan, proyeksi sektor konstruksi di 2018 akan aman. Dus, Calvin merekomendasikan buy on weakness di saat harga saham emiten sektor konstruksi terdiskon seperti saat ini.

Calvin menjagokan PTPP dan WSKT. Ia memproyeksikan tahun depan PTPP bisa membukukan laba sekitar Rp 2 triliun–Rp 2,3 triliun atau naik 10%-20%. Sementara laba WSKT diperkirakan mencapai sekitar Rp 3,2 triliun–Rp 3,5 triliun atau naik 10%–20%. Rekomendasi Calvin terhadap dua emiten ini adalah buy dengan target harga PTPP sebesar Rp 4.500 dan WSKT Rp 3.300 per saham.

Eveline menjagokan saham WIKA dan ADHI karena bisa memanfaatkan keuntungan dari proyek LRT Jabodetabek dan Kereta Jakarta Bandung. Eveline merekomendasikan buy dengan target harga WIKA Rp 2.900 dan ADHI Rp 2.700 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×