Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Merosotnya saham bank-bank besar sejak awal tahun telah mengguncang pasar. Kondisi ini masih dipengaruhi oleh ketatnya likuiditas, yang memicu arus keluar besar-besaran dari saham sektor perbankan.
Analis Sinarmas Sekuritas Isfhan Helmy dan Ivan Purnama Putera melihat, kejatuhan saham bank pada umumnya akibat investor tidak puas dengan laba dan arahan bank-bank besar.
Hal itu setelah PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) melaporkan pertumbuhan laba bersih yang datar dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) memangkas prospek pertumbuhan pinjaman menjadi pertengahan satu digit.
Likuiditas tampak ketat terutama di BMRI dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) hampir 100%. Dinamika ini telah menyebabkan arus keluar besar-besaran di BMRI dan BBCA sekitar Rp 2 triliun Year To Date (YTD).
Baca Juga: Emiten Ritel Bakal Tuai Berkah di Momen Ramadan dan Lebaran, Ini Rekomendasi Sahamnya
‘’Setelah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) jatuh seperti pisau tahun lalu, ketakutan terhadap BMRI sebagai kejatuhan berikutnya melonjak dengan harga sahamnya turun 7% dalam sehari dengan asing menjual sahamnya senilai Rp 1,4 triliun dalam satu hari,’’ ungkap Isfhan dan Ivan dalam riset 7 Februari 2025.
Namun, BBRI mencatatkan arus masuk hampir Rp 1 triliun ytd, setelah arus keluar besar-besaran Rp 38 triliun tahun lalu. Sinarmas Sekuritas memandang, investor asing mungkin akan beralih dari BMRI ke BBRI, jika memberikan panduan yang lebih baik untuk 2025.
Harga saham BMRI dan BBCA mengalami kontraksi paling besar sepanjang tahun dengan masing-masing 10% dan 7%, sementara BBRI mengalami kontraksi lebih kecil hanya 3% sepanjang tahun.
Selain BBRI, saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) juga menarik karena harga saham naik di sepanjang tahun yang menandai satu-satunya pengembalian positif di antara bank-bank besar.
Analis Verdhana Sekuritas Erwin Wijaya mencermati, adanya perbaikan likuiditas yang bisa mendorong kinerja emiten bank ke depan. Hal itu terlihat dari imbal hasil campuran SRBI turun menjadi 6,715% pada 31 Januari 2025 dibandingkan 7,253% pada 27 Desember 2024.
Imbal hasil SRBI yang melandai dapat memberikan kesempatan untuk perbankan dapatkan likuditas yang murah. Selain itu, terlihat adanya peluang arbitrase yang semakin menyempit karena perbedaan antara suku bunga SRBI dan Repo saat ini berada pada 20 bp (6,715% - 6,500%).
‘’Terlepas dari arah suku bunga kebijakan BI, kami berpendapat bahwa secara fundamental, bank-bank yang kami liput seharusnya memiliki profil pendapatan yang lebih baik pada 2025 daripada pada 2024,’’ jelas Erwin dalam riset 3 Februari 2025.
Baca Juga: Saham BBRI, BRMS, dan BMRI Paling Ramai Dalam Perdagangan Sepekan Hingga Jumat (14/2)
Secara khusus, Erwin menyoroti bahwa panduan pertumbuhan pinjaman dari bank-bank besar akan menunjukkan pertumbuhan yang lebih lambat pada 2025 daripada pada 2024, dan likuiditas yang ketat tidak akan memburuk.
Pada gilirannya, hal ini bisa mendukung Net Interest Margin (NIM) tetap stabil.
Pertumbuhan laba pada tahun 2025 mungkin melambat, yang menunjukkan risiko neraca yang lebih rendah untuk emiten bank pada tahun 2025 dibandingkan pada tahun 2024.
Tidak seperti pada tahun 2024, ketika bank-bank kemungkinan mengompensasi NIM yang lebih rendah dengan pertumbuhan pinjaman yang lebih tinggi untuk menjaga momentum laba.
‘’Tren tingkat penghapusan pinjaman bulanan untuk bank-bank besar, kami anggap sebagai indikator utama kualitas aset bank di masa depan,’’ imbuh Erwin.
Erwin mempertahankan pandangan Bullish jangka panjang terhadap sektor perbankan Indonesia dengan bank-bank besar tetap menjadi saham pilihan.
Dia merekomendasikan Buy untuk BBCA, BMRI, BRIS, BBRI, BBNI dengan target harga masing-masing Rp 12.600, Rp 8.700, Rp 3.800, Rp 5.400, Rp 6.600 per saham.
Secara keseluruhan, Isfhan dan Ivan memilih BRIS dan BBRI karena arus didukung arus masuk investor.
Sementara itu, BBCA dapat pulih lebih cepat jika arus keluar berakhir, didukung oleh prospek pertumbuhan dan likuiditas yang lebih baik untuk tahun 2025.
Isfhan menyarankan Buy untuk BRIS, BBRI, BBCA dengan target harga masing-masing sebesar Rp 4.200, Rp 4.850, Rp 10.400 per saham.
Sedangkan, investor dapat Add saham BMRI dan BBNI dengan target harga masing-masing Rp 5.600 dan Rp 4.800 per saham.
Baca Juga: Pilihan Saham Konsumer yang Bakal Terpapar Momen Ramadan dan Lebaran 2025