Reporter: Chelsea Anastasia | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten sektor logam industri dan logam mulia mencatatkan kinerja yang bervariasi di sepanjang tahun ini. Di mana, kenaikan didorong oleh harga emas yang terus tinggi, namun kenaikan royalti dan harga komoditas yang tertekan membuat sejumlah emiten tertekan.
Walau begitu, emiten di sektor ini berpotensi tetap melaju di tengah perlambatan ekonomi dalam negeri.
Analis Indo Premier Sekuritas, Ryan Winipta & Reggie Parengkuan mengatakan, lesunya harga komoditas tercermin dari harga nikel yang relatif flat pada kuartal II-2025, sedangkan batubara kokas turun 2% secara kuartalan.
Meski begitu, volume perdagangan emas yang kuat dan kenaikan premi bijih mendorong prospek pertumbuhan emiten emas seperti PT Aneka Tambang (ANTM).
“Namun, diperkirakan reaksi pasar akan terbatas karena sebagian besar pelaku sudah mengekspektasikan prospek pertumbuhan ANTM,” kata Ryan dalam riset 22 Juli 2025.
Baca Juga: Cek Rekomendasi Saham dan Proyeksi IHSG untuk Perdagangan Senin (25/8/2025)
Lebih lanjut, Ryan juga menyorot kekhawatiran investor terhadap ekonomi domestik karena lemahnya data konsumsi. Hal ini juga mendorong kinerja saham sektor ini lebih baik secara dibanding sektor lain sepanjang tahun berjalan.
“Sektor ini juga bergantung pada kondisi ekonomi global, sehingga tetap bisa diuntungkan meski ekonomi domestik melambat,” katanya.
Hal ini bisa terjadi baik karena adanya gangguan pasokan, seperti pada tembaga; kelangkaan, misalnya bijih nikel di Indonesia; maupun meningkatnya permintaan lindung nilai di tengah kekhawatiran stabilitas utang AS, seperti pada emas.
Untuk harga saham, Ryan melihat reaksi pasar diperkirakan relatif terbatas karena valuasi masing-masing emiten sudah memiliki ruang penurunan yang minim. Faktor penopangnya beragam.
Pada PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR), misalnya, ekspektasi pasar sudah lebih rendah seiring pemangkasan proyeksi laba hingga 32% sepanjang tahun ini.
Untuk PT Vale Indonesia Tbk (INCO), Ryan menilai investor akan lebih fokus pada prospek jangka menengah, yakni kemampuan perusahaan mencatat lonjakan laba per saham (EPS) sekitar 120% pada 2026 mendatang.
Sementara itu, PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) diperkirakan mendapat katalis positif dari rilis kajian kelayakan (pre-feasibility study/PFS) terbaru yang akan memperbarui valuasi asetnya.
Adapun PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA), yang meski mencatatkan EBITDA cenderung datar secara tahunan di tengah pertumbuhan volume bijih, justru tidak mengalami tekanan harga saham signifikan.
Dengan begitu, Ryan menyematkan peringkat overweight untuk sektor tambang logam dengan MDKA sebagai top pick. Rating ini diberi dengan pertimbangan prospek bottom-up, yakni proyek AIM (Acid, Iron, Metal), pertumbuhan volume bijih, serta dimulainya proyek aluminium.
Ryan pun menyarankan beli MDKA, ANTM, INCO, dan NCKL dengan target harga masing-masing Rp 2.400, Rp 3.900, Rp 3.650, dan Rp 1.100 per saham.
Selanjutnya: Indonesia Menang Gugatan Biodiesel di WTO, Uni Eropa Diminta Cabut Bea Masuk
Menarik Dibaca: Daftar Menu untuk Diet Tanpa Nasi agar Berat Badan Turun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News