kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.933.000   17.000   0,89%
  • USD/IDR 16.378   49,00   0,30%
  • IDX 7.859   -31,86   -0,40%
  • KOMPAS100 1.103   -7,60   -0,68%
  • LQ45 822   -6,76   -0,82%
  • ISSI 265   -0,92   -0,35%
  • IDX30 425   -3,33   -0,78%
  • IDXHIDIV20 494   -1,99   -0,40%
  • IDX80 124   -0,75   -0,60%
  • IDXV30 131   0,35   0,27%
  • IDXQ30 138   -0,83   -0,60%

Kinerja Grup Djarum Beragam Semester I-2025, Simak Prospek dan Rekomendasi Sahamnya


Minggu, 24 Agustus 2025 / 15:58 WIB
Kinerja Grup Djarum Beragam Semester I-2025, Simak Prospek dan Rekomendasi Sahamnya
ILUSTRASI. Beberapa emiten grup milik Hartono bersaudara ini masih punya peluang positif pada semester II 2025,. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/19/08/2025


Reporter: Rilanda Virasma | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja grup Djarum bervariasi pada semester I 2025. Beberapa emiten grup milik Hartono bersaudara ini masih punya peluang positif pada semester II 2025, berkat peluang kenaikan permintaan menara telekomunikasi serta kebijakan moneter dan kesehatan pemerintah.

PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mengantongi laba bersih sebesar Rp 29,01 triliun pada semester I 2025. Raihan ini meningkat 8% secara tahunan (year on year/YoY) ketimbang laba Rp 26,87 triliun setahun sebelumnya. Kredit BCA juga tumbuh 12,81% YoY dari Rp 840,15 triliun ke Rp 947,85 triliun.

Adapun, dana pihak ketiga (DPK), yang terdiri dari giro, tabungan, dan deposito, naik 5,7% YoY menjadi Rp1.190 triliun. Dana murah atau yang terdiri dari giro dan tabungan berkontribusi sekitar 82,5% dari total DPK, tumbuh 7,3% YoY mencapai Rp 982 triliun.

Baca Juga: Cek Rekomendasi Saham dan Proyeksi IHSG untuk Perdagangan Senin (25/8/2025)

PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) membukukan kenaikan pendapatan sebesar 3,91% YoY mencapai Rp 6,39 triliun. Laba bersih emiten menara ini juga masih tumbuh 2,93% YoY menjadi Rp 1,65 triliun dari Rp 1,6 triliun.

Berbeda dengan dua emiten sebelumnya, rugi PT Global Digital Niaga Tbk (BELI) atau Blibli Tiket justru membengkak pada semester I 2025. Tercatat, emiten yang juga pengelola Tiket.com ini merugi Rp 1,25 triliun, lebih besar dari rugi Rp 1,19 triliun pada semester I 2024. 

Laba ini tergerus oleh biaya diskon dan promosi langsung yang mencapai Rp1,7 triliun, juga beban pokok pendapatan yang melambung 24,06% YoY menjadi Rp 7,82 triliun.

Meski begitu, BELI masih membukukan pendapatan sebesar Rp 9,5 triliun, meningkat 22,2% YoY dibanding tahun lalu sebesar Rp 7,8 triliun. Ini ditopang dari pos ritel online sebesar Rp 4,2 triliun, toko fisik sebesar Rp 3,4 triliun, dan institusi sebesar Rp 3,4 triliun. 

CEO sekaligus Co-founder BELI, Kusumo Martanto mengatakan, pihaknya masih menavigasi situasi konsumen akibat tantangan ekonomi. “Meskipun belanja diskresioner menurun, kami tetap teguh berkomitmen terhadap disiplin operasional dan eksekusi strategis,” ujar Kusumo dalam keterangan resmi, Kamis (31/7/2025).

Baca Juga: Prediksi IHSG dan Rekomendasi Saham untuk Senin (25/8/2025)

Ke depan, BELI akan fokus untuk meningkatkan keberlanjutan dan inovasi dengan memperdalam kemitraan, menyempurnakan pengalaman layanan, dan memanfaatkan data untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

Kinerja PT Solusi Tunas Pratama Tbk (SUPR) justru berkebalikan dengan BELI. Tercatat, laba bersih SUPR tumbuh 32,86% YoY mencapai Rp 630,43 miliar dari Rp 474,51 miliar. Namun, pendapatannya menurun tipis, dari posisi Rp 918,29 miliar ke Rp 911,54 miliar.

Di lain pihak, PT Supra Boga Lestari Tbk (RANC) justru berhasil membalik rugi Rp 35,89 miliar pada semester I 2025 menjadi laba Rp 60,06 miliar di akhir Juni 2025. Hal ini sejalan dengan kenaikan pendapatannya dari Rp 1,43 triliun menjadi Rp 1,45 triliun. 

Dari sektor kesehatan, PT Medialoka Hermina Tbk (HEAL) mencatatkan penurunan laba 35,65% YoY, dari semula Rp 441,86 miliar menjadi Rp 284,30 miliar. Kendati demikian, pendapatan HEAL masih naik tipis 1,32% YoY sebesar Rp 3,38 triliun dari Rp 3,34 triliun setahun sebelumnya.

Secara rinci, pendapatan dari segmen rawat inap turun menjadi Rp 2,01 triliun dari Rp 2,04 triliun dan pendapatan rawat jalan naik menjadi Rp 3,26 triliun dari Rp 3,25 triliun. Sementara itu, pendapatan HEAL dari segmen non rumah sakit tercatat Rp 3,38 triliun dari Rp 3,34 triliun per Juni 2024.

Baca Juga: Suku Bunga BI Menyetir Pergerakan IHSG di Pekan Ini

Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, Indy Naila melihat, kinerja sejumlah emiten grup Djarum pada paruh pertama tahun 2025 cukup variatif. BBCA mencatat kenaikan laba bersih dan pendapatan meski pertumbuhan laba bank swasta terbesar di Indonesia itu dinilai cukup melambat. 

Dari sisi fundamental, BBCA masih didukung oleh kenaikan net interest margin (NIM) atau margin bunga bersih ke level 5,78% dan mampu menjaga kualitas kreditnya. Keberadaan dana murah yang kuat menopang kinerja keuangan BBCA. 

“Tetapi memang perlu memantau dari sisi outlook suku bunga acuan dan juga pertumbuhan ekonomi Indonesia,” jelas Indy.

Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta menambahkan, kinerja BBCA ke depan bisa terpantik potensi pertumbuhan permintaan kredit sebagai hasil dari pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia.

Sementara itu, TOWR menurut Indy masih menunjukkan pertumbuhan laba bersih yang positif di tengah ekspansi bisnis menara telekomunikasi. Dari sisi operasional, perusahaan ini dinilai cukup stabil, meski tetap harus mencermati beban operasional dan beban bunga yang terus meningkat. 

Permintaan terhadap menara telekomunikasi diperkirakan akan menjadi faktor utama yang memengaruhi prospek kinerjanya dalam beberapa periode mendatang.

Baca Juga: IHSG Melemah 0,50% dalam Sepekan, Berikut Deretan Pengaruhnya

Di sektor layanan kesehatan, kinerja HEAL dinilai Indy masih dihadapi tantangan lantaran HEAL masih mengalami perlambatan pada laba usaha dan penurunan laba bersih. 

Meski demikian, total aset HEAL masih tumbuh, terutama karena adanya akuisisi saham baru yang dilakukan Grup Djarum. Sebagai informasi, grup Djarum telah memborong saham HEAL sebanyak 559,18 juta lembar pada 25 Juni 2025 lalu.

Saat itu, konglomerasi ini membeli saham HEAL di harga Rp 1.875 per saham, atau berada di atas rata-rata harga pasar saat itu sebesar Rp 1.375 per saham.

Untuk jangka panjang, permintaan layanan kesehatan tetap dipandang Indy masih menjanjikan, sehingga menjadi sentimen positif bagi prospek pertumbuhan HEAL. 

Apalagi, Nafan menimpali, Presiden Prabowo Subianto dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2026 berencana menaikkan anggaran kesehatan menjadi Rp 244 triliun. Sebagai perbandingan, anggaran kesehatan tahun ini sebesar Rp 210,6 triliun. Hal tersebut menurut Nafan akan menguntungkan, terlebih bagi rumah sakit yang memiliki eksposur tinggi terhadap pasien BPJS.

Baca Juga: IHSG Turun 0,40% Hari Ini (22/8), Saham AMMN, BMRI, EMTK Banyak Diburu Asing

Sentimen positif ini juga menurut Nafan didukung oleh tren pola hidup sehat masyarakat yang tak hanya bersifat kuratif, melainkan juga preventif.

Dari sisi saham, Indy menilai HEAL patut dipantau dengan target harga kisaran Rp1.775 per saham. Sementara itu, Indy merekomendasikan buy saham BBCA dengan target jangka panjang di level Rp 9.000 per saham.

Sedangkan, Nafan merekomendasikan accumulative buy saham BBCA dengan target harga Rp 12.325 per saham dan menambah porsi kepemilikan HEAL di level Rp 1.775 per saham.

Selanjutnya: Rekomendasi Saham Emiten Logam Industri di Tengah Perlambatan Ekonomi

Menarik Dibaca: Daftar Menu untuk Diet Tanpa Nasi agar Berat Badan Turun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Powered Scenario Analysis Procurement Strategies for Competitive Advantage (PSCA)

[X]
×