Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja saham sektor konsumen non primer (consumer cyclicals) tertekan sepanjang tahun berjalan. Namun, pemulihan diperkirakan terjadi seiring ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed hingga pemulihan kondisi makroekonomi.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), konsumen non primer menjadi sektor dengan kinerja terburuk sepanjang tahun ini. Sektor tersebut mengalami penurunan kinerja 12,14% sejak awal tahun (year to date/YTD).
VP Marketing, Strategy & Planning Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi menuturkan koreksi yang terjadi pada konstituen kosumen non primer didorong beberapa faktor. Misalnya, perlambatan pertumbuhan kinerja keuangan seiring dengan sentimen kenaikan indeks dolar.
Baca Juga: Cek Rekomendasi Saham Sektor Konsumen Non-Primer yang Layak Koleksi
"Ditambah dengan menurunnya daya beli, terlihat terjadi deflasi dalam 25 tahun terakhir, di tengah pengetatan kebijakan moneter," ujarnya kepada Kontan.co.id, Sabtu (31/5).
Lalu, adanya rotasi sektoral, khususnya dari institusi dan asing yang lebih defensif. Alhasil, terjadi arus keluar dari sektor konsumen non primer secara dan cenderung capital outflow pada cyclical secara YTD.
Lihat saja, arus keluar dari PT Mitra Adi Perkasa Tbk (MAPI) tercatat sebesar Rp 515 miliar. Lalu, PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) sebesar Rp 58 miliar dan PT Aspirasi Hidup Indonesia Tbk (ACES) sebesar Rp 22 miliar.
Meski begitu, Oktavianus berpandangan kinerja sektor konsumen non primer akan membaik. Pandangan itu berangkat dari pivot Fed yang lebih dovish hingga Desember 2025. Lalu, stabilitas ekonomi makro dalam negeri yang berpotensi berlanjut, yang diperkirakan pertumbuhan PDB kembali ke 5%.
Rupiah juga diperkirakan stabil di bawah Rp 16.400 per dolar Amerika Serikat (AS) seiring dengan kekhawatiran utang AS. "Alhasil, akan mendorong terjadinya rotasi sektoral ke dalam konstituen cyclical, termasuk konsumer," paparnya.
Baca Juga: Emiten Ritel dan Komponen Otomotif Jadi Unggulan Sektor Konsumen Non Primer
Selain itu, program insentif pemerintah, seperti diskon tarif listrik sebesar 50% selama Juni & Juli 2025 kepada 79,3 juta rumah tangga dinilai berpotensi meningkatkan konsumsi pada kebutuhan non primer.
Namun, dengan tekanan yang terjadi saat ini Kiwoom Sekuritas memberikan pandangan netral terhadap sektor konsumen non primer. Meski begitu, Oktavianus melihat saham PT Astra Otoparts Tbk (AUTO) dan MAPI dinilai menarik untuk dicermati, dengan target harga masing-masing Rp 2.480 dan Rp 1.700.
Equity Analyst OCBC Sekuritas, Jessica Leonardy juga melihat positif saham MAPI. Sebab, valuasi MAPI dinilai masih menarik di tengah proyeksi pertumbuhan solid dan portofolio merek yang terdiversifikasi, sehingga memberikan rating buy dengan taret harga Rp 1.800.
Jessica memaparkan, segmen active diperkirakan tetap menjadi motor utama pertumbuhan MAPI. Ini didukung meningkatnya minat masyarakat terhadap gaya hidup sehat dan aktif, khususnya di kalangan Gen Z dan milenial.
MAPI menargetkan pembukaan 450 toko MAPA baru sepanjang 2025, mayoritas di pasar domestik. Selain memperluas jaringan ritel, MAPI juga terus menambah portofolio merek premium.
Baca Juga: Kinerja Saham Konsumen Non Primer Belum Tokcer
Perusahaan membawa masuk label internasional seperti Chloé, Christian Louboutin, dan Pazzion. Di pasar internasional, kontribusi penjualan naik menjadi 17,7% dari total pendapatan di kuartal I 2025.
Pendapatan tahun ini diproyeksikan naik 8,2% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp 40,95 triliun, dengan laba bersih tumbuh 12,7% yoy mencapai Rp 1,99 triliun. Margin laba kotor dan EBIT diperkirakan stabil di kisaran 42,7% dan 9,1%.
Analis Bahana Sekuritas, Laras Nadira melihat prospek AMRT dan MIDI juga menarik. AMRT dinilai memiliki posisi yang lebih defensif dibandingkan emiten fast-moving consumer goods (FMCG) karena mampu menjangkau konsumen dengan daya beli rendah.
Selain itu, strategi ekspansi yang terukur dan efisiensi biaya yang terjaga turut mendorong prospek pengelola jaringan ritel Alfamart ini.
Lalu untuk MIDI, keputusan perseroan keluar dari bisnis Lawson sebagai langkah strategis. Aksi korporasi itu dinilai dapat memperkuat fokus perseroan pada jaringan Alfamidi sebagai inti bisnis yang lebih menguntungkan dan scalable.
Baca Juga: Saham Sektor Consumer Cyclical Menarik Dilirik Saat Suku Bunga Rendah
Selain itu, MIDI juga berhasil ditekan ke level 22,7% dari 23,3% pada kuartal I 2024. "Penurunan ini terjadi meskipun perusahaan tengah melakukan relokasi dua gudang besar di wilayah luar Jawa yang diproyeksikan akan menopang distribusi ke lebih dari 200 gerai," terangnya.
Dus, Bahana Sekuritas menaikkan target laba bersih MIDI untuk tahun 2025 menjadi Rp 758,8 miliar, atau naik 25% dari proyeksi sebelumnya. Estimasi laba per saham (EPS) tahun ini juga disesuaikan naik menjadi Rp 22,7.
Dengan demikian, target harga saham MIDI ikut dinaikkan menjadi Rp 500 dari sebelumnya Rp 400, dengan rekomendasi tetap buy.
Selanjutnya: Kasus Covid-19 Meningkat di Asia, Kemenkes Minta Indonesia Tetap Waspada
Menarik Dibaca: Peringatan Dini Cuaca Besok 2-3 Juni, Provinsi Ini Staus Siaga Hujan Sangat Lebat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News