Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID. – JAKARTA. Kinerja emiten sektor konsumen non primer (consumer cyclical) dapat diuntungkan pemulihan daya beli seiring suku bunga dipangkas. Emiten consumer cyclical berbasis otomotif dan ritel lebih disukai saat lingkungan suku bunga rendah.
Analis Panin Sekuritas Andhika Audrey melihat, pemangkasan suku bunga akan membawa dampak positif bagi kinerja emiten di berbagai sektor, termasuk consumer cyclical. Hal itu karena biaya dana atau cost of fund (CoF) yang lebih rendah akan menciptakan arus kas (cashflow) hingga profitabilitas yang lebih baik.
Tingkat inflasi dan daya beli masyarakat tetap perlu menjadi perhatian yang akan berdampak pada konsumsi masyarakat. Adapun hasil survei Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) meningkat menjadi 127,7 pada Desember 2024.
Hanya saja, Andhika mengantisipasi, adanya tekanan dolar Amerika Serikat (AS) akan tetap tinggi yang dapat menekan pertumbuhan moderat IKK. Meskipun memang pemangkasan suku bunga acuan dapat menjadi katalis positif bagi konsumsi masyarakat.
Baca Juga: Cermati Saham-Saham yang Paling Banyak Dijual Investor Asing dalam Sepekan Terakhir
Andhika memandang bahwa emiten sektor consumer cyclical di bisnis otomotif kemungkinan paling terdampak positif pemangkasan suku bunga. Hal itu mengingat sekitar 70-80% masyarakat Indonesia membeli kendaraan baru masih menggunakan skema kredit.
Dengan dipangkasnya suku bunga acuan, maka akan menciptakan lingkungan suku bunga rendah salah satunya di kredit kendaraan motor atau mobil. Beban bunga masyarakat setidaknya juga lebih ringan di kuartal I-2025 karena ada beberapa festive season seperti lebaran yang dapat mendorong penjualan mobil.
‘’Biasanya sebulan sebelum lebaran dan sebulan setelah lebaran akan ada kenaikan sales mobil domestik,’’ jelas Andhika kepada Kontan.co.id, Minggu (19/1).
Menurut Andhika, emiten consumer cyclical ritel juga cukup diuntungkan terutama di segmen mid-high seperti ACES atau MAPA karena memiliki pasar yang lebih resilien dibandingkan segmen mid-low. Emiten grocery juga tetap akan bertumbuh menyusul adanya festive season seperti Lunar New Year di awal 2025.
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta memandang, emiten consumer cyclical berbasis ritel lebih menarik seiring dengan adanya suku bunga acuan dipangkas. Lebih rendahnya suku bunga diharapkan mendorong konsumsi masyarakat.
Di samping itu, emiten sektor ritel akan didukung perayaan hari raya seperti Imlek dan Idul Fitri khususnya di kuartal I-2025. Konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat selama periode hari raya keagaaman tersebut.
Dari indikator Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pun tetap solid di atas level 100, tepatnya di level 127,7 per Desember 2024. Selain itu, Indeks Penjualan Ritel berada di atas level 200, tepatnya di 220,3 per Desember 2024.
‘’Indikator tersebut menandakan konsumsi domestik masih optimis bahwasannya pertumbuhan ekonomi kita masih relatif solid ke depan,’’ ungkap Nafan kepada Kontan.co.id, Minggu (19/1).
Nafan menyebutkan, optimisme ekonomi domestik tersebut sejalan dengan proyeksi Bank Dunia (world Bank) yang memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh 5,1% di 2025. Nilai tersebut diprakirakan lebih tinggi daripada tahun 2024 sebesar 5%.
Belum lagi, jika suku bunga kembali dipangkas, maka kinerja emiten consumer cyclical berbasis ritel akan semakin ngeas. Mirae Asset melihat bahwa BI masih memiliki ruang pemangkasan sebesar 25% menjadikan suku bunga ke level 5,5% di 2025.
Analis BRI Danareksa Sekuritas Natalia Sutanto melihat bahwa kinerja emiten ritel mungkin tidak akan cukup mulus di 2025. Sebab, secara historis, mata uang yang lemah dikombinasikan dengan pertumbuhan upah minimum telah berdampak negatif pada profitabilitas perusahaan ritel
‘’Mata uang yang lemah dan upah minimum yang lebih tinggi menjadi hambatan bagi kinerja pengecer (ritel) di 2025,’’ jelas Natalia dalam riset 6 Januari 2025.
Upah minimum yang lebih tinggi menghadirkan tantangan potensial bagi emiten ritel karena biaya tenaga kerja mencapai 10-12% dari total pendapatan, kecuali untuk ACES mencapai 16-17% dari pendapatan. Meskipun demikian, perusahaan sektor ritel mungkin akan fokus pada peningkatan produktivitas karyawan untuk mengimbangi kenaikan biaya.
Natalia berujar, kinerja pengecer dengan rekam jejak yang terbukti, pelaksanaan yang solid, dan portofolio produk yang beragam yang menawarkan rentang harga yang luas bisa mempertahankan momentum pertumbuhan. Hal itu mengingat terbatasnya katalis untuk daya beli yang lebih kuat terutama mulai dari kuartal kedua 2025 dan seterusnya.
BRI Danareksa Sekuritas meyakini bahwa emiten ritel akan memperluas toko sebagai pendorong utama pertumbuhan pendapatan di 2025. Selain itu, menjaga efisiensi dan meningkatkan produktivitas menjadi penting untuk mempertahankan pertumbuhan laba.
Natalia menyarankan Buy untuk MAPI, MAPA, ACES, MIDI dengan target harga masing-masing sebesar Rp 2.000, Rp 1.250, Rp 1.100, Rp 540 per saham. Sementara itu, Nafan merekomendasikan Accumulative Buy untuk ACES, AMRT, MAPI dengan target harga masing-masing Rp 800, Rp 3.900, Rp 1.580 per saham.
Baca Juga: Kinerja Kredit Konsumer Bakal Menggeliat Seiring Turunnya Bunga Acuan
Selanjutnya: Ini Tanggapan CNAF Terkait Adanya Pemberian Insentif Opsen Pajak Kendaraan
Menarik Dibaca: Perbanyak Fitur, Pengguna Super Apps BRImo Tembus 38,61 juta
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News